Home » Teori Psikologi » Teori Belajar Behavioristik Menurut Para Ahli

Teori Belajar Behavioristik Menurut Para Ahli

by Khanza Savitra

Teori belajar behavioristik adalah salah satu teori pembelajaran yang paling tua. Meski terdengar kolot dan sudah semakin berkembang menjadi teori-teori baru yang dianggap lebih baik untuk digunakan, teori behavioristik ini pun nyatanya masih banyak digunakan dalam implementasi dunia pendidikan kita.

Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini terlihat dari beberapa contoh. Misalkan penerapan hukuman membersihkan halaman bagi siswa yang datang ke sekolah terlambat, terlepas apa pun alasan yang mendasarinya. Sekilas, teori ini cukup menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman, akan tetapi teori ini tak selamanya buruk. Untuk kondisi dan tujuan tertentu, teori ini dianggap merupakan pilihan metode pembelajaran yang tepat dan dianggap mampu menghasilkan output yang diharapkan.

Baca juga:

Penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian dan seluk-beluk teori behavioristik akan disampaikan secara ringkas sebagai berikut.

Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavoristik adalah teori pembelajaran yang mengamati dan mempelajari perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari pengalaman di masa lalu. Teori ini menekankan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan seseorang merupakan akibat dari interaksi antara stimulus dengan respon. Teori ini berkembang dan cenderung mengikuti aliran psikologi belajar lantas menjadi dasar pengembangan teori pendidikan dan pembelajaraan saat ini.

Ciri dari implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa lampau. Perubahan adalah tanda bahwa seseorang telah merespon suatu kejadian dan menjadikannya pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.

Baca juga: Pola Asuh Anak Usia Dini

Teori ini masih banyak digunakan, baik dalam institusi pendidikan Indonesia maupun dalam implementasi kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh:

  • Pendisiplinan murid yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dengan mengurangi poin perilakunya yang menjadi pertimbangan pemberian nilai akhir atau nilai rapor.
  • Ketika terlambat datang kerja maka seorang pekerja kantoran bisa mendapatkan sanksi, mulai dari teguran sampai surat peringatan. (baca: Antropologi)
  • Polisi yang memberikan surat tilang pada pengendara kendaraan yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, seperti menyalip ketika marka jalan berupa garis lurus atau ketika mengendarai motor tanpa menggunakan helm. (baca: Psikologi Islam)
  • Sanksi sosial berupa pengucilan terhadap masyarakat yang dianggap telah bertindak menyeleweng dari budaya dan norma sosial yang berlaku di suatu tempat tertentu. (baca: Psikologi Keluarga)

Perlu ditekankan kembali bahwa teori belajar behavioristik ini tidak hanya mencakup dunia pendidikan saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita melakukan pembelajaran bukan hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Maka dari itu teori ini berhasil diimplementasikan pada hampir semua lini kehidupan bermasyarakat, meski sebagian besar implementasi ini tak jauh dari institusi pendidikan.

Baca juga:

Prinsip Teori Behavioristik

Prinsip merupakan pernyataan fundamental yang kemudian dijadikan pedoman berpikir dan bertindak. Contoh prinsip adalah seseorang Gubernur yang berintegritas adalah orang yang secara jujur menjalankan fungsinya sebagai pemimpin daerah, bekerja untuk membenahi kerusakan, menghindari perilaku tak jujur seperti korupsi dan kerja sama ilegal, sekaligus sebagai pemimpin yang bisa memberikan contoh tersebut kepada bawahan maupun masyarakat yang dipimpinnya secara nyata, bukan bualan belaka.

Prinsip tidak hanya dimiliki oleh manusia, tetapi juga teori ini. Pada teori behavioristik, ada beberapa prinsip yang mencirikan teori kuno ini, di antaranya: 1) Reinforcement and Punishment, 2) Primary and Secondary Reinforcement, 3) Schedules of Reinforcement, 4) Contingency Management, 5) Stimulus Control in Operant Learning, dan 6) The Elimination of Responses. (baca: Fobia Sosial)

Baca juga: Cara Mengatasi Anak Pemarah

Tokoh-tokoh Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik ini dianut dan dipelajari secara mendalam oleh beberapa ahli. Terdapat beberapa ahli yang menjadi tokoh dalam teori ini. Setiap tokoh memiliki pendapat berdasarkan pemahamannya masing-masing. Di samping itu, mereka memiliki penilaian yang berbeda-beda. Penjelasan teori behavioristik menurut beberapa tokoh akan dijabarkan sebagai berikut. (baca: Psikologi Diagnostik)

1. Edward Lee Thorndike

Edward Thorndike (31 Agustus 1874 sampai 9 Agustus 1949) merupakan seorang psikolog berkebangsaan Amerika yang dikenal menghabiskan hampir seluruh karirnya di Columbia University. Karya yang diciptakannya dalam bidang Psikologi Perbandingan dan proses pembelajaran akhirnya berhasil membuahkan dasar ilmiah dalam psikologi pendidikan modern. (baca: Psikologi Kognitif)

Thorndike memiliki pengertian dari teori belajar behavioristik yang dipahaminya sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah rangsangan, contohnya seperti pikiran dan perasaan. Sedangkan respon adalah reaksi yang ditunjukkan akibat stimulus. Perubahan tingkah laku akibat pembelajaran bagi Thorndike bisa berupa hal konkrit (bisa diamati dengan kasat mata) maupun tak konkrit.

Baca juga:

Thorndike dikenal akan percobaannya yang paling fenomenal yaitu meneliti perilaku pembelajaran oleh kucing. Ia meletakkan kucing yang lapar pada sebuah tempat transparan yang mengurung kucing tersebut dan makanan di luar tempat pengurungan itu. Kucing tersebut diamati melakukan beberapa gerakan untuk mencapai makanan yang dilihatnya dan inilah yang diamati Thorndike. (baca: Psikologi Sastra)

Pada awalnya, kucing berusaha untuk meloncat ke sana ke mari guna meraih makanan yang dilihatnya. Sampai akhirnya kucing tersebut tidak sengaja menyetuh kenop yang membukakan jalan dari tempat transparan tersebut dan memperbolehkan kucing meraih makanan yang dilihatnya. Percobaan ini dilakukan beberapa kali hingga kucing, secara otomatis, melakukan gerakan menyentuh kenop untuk membuka jalan agar ia bisa mendapatkan makanan. (baca: Psikologi Agama)

Pemahaman dari tokoh Thorndike akhirnya melahirkan beberapa dalil belajar, antara lain:

  • Hukum Sebab Akibat, yang menunjukkan kuat lemahnya hubungan antara stimulus dengan respon tergantung pada akibat yang ditimbulkan. (baca: Teori Psikologi Perkembangan)
  • Hukum Pembiasaan, yang menunjukkan bahwa hubungan stimulus dengan respon bisa menjadi kuat ketika dilatih atau diulang. (baca: Psikologi Komparatif)
  • Hukum Kesiapan, yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan mudah terbentuk jika ada kesiapan dari individu itu. (baca: Psikologi Abnormal)
  • Hukum Reaksi Bervariasi, yaitu hukum yang menyatakan bahwa individu melakukan trial and error lebih dulu untuk menunjukkan macam-macam respon sebelum mendapat respon paling tepat.
  • Hukum Sikap, yaitu hukum yang menyatakan bahwa perilaku seseorang juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu seperti emosi dan psikomotor. (baca: Psikologi Keperawatan)
  • Hukum Aktivitas Berat Sebelah, yaitu individu memberikan respon pada stimulus tertentu sesuai dengan persepsi terhadap keseluruhan situasi. (baca: Psikologi Remaja)
  • Hukum Respon, yang merupakan pemahaman bahwa individu bisa menyatakan respon tindakan bahkan pada situasi yang belum pernah dialaminya. (baca: Kepribadian Ganda)
  • Hukum Perpindahan Asosiasi, yaitu proses peralihan situasi lama ke situasi baru dengan cara bertahap, mengurangi unsur situasi lama dan mengenalkan unsur situasi baru.

2. Ivan Petrovich Pavlov

Tokoh selanjutnya adalah Ivan Pavlov (lebih dikenal dengan julukan Pavlov saja, 14 September 1849 sampai 27 Februari 1936), merupakan fisiolog sekaligus dokter asal Rusia. Pavlov terkenal dalam pembahasan teori behavioristik karena percobaannya terhadap anjing.

Baca juga: Fakta Kepribadian Anak Bungsu

Percobaan ini dilakukan dengan memperlihatkan makanan pada anjing. Anjing tersebut kemudian mengeluarkan air liur yang merupakan stimulus alami dan diasosiasikan dengan keinginan akan makanan tersebut. Percobaan ini dilanjutkan dengan membunyikan lonceng untuk memanggil anjing yang kemudian akan diperlihatkan makanan.

Pada akhirnya, anjing akan menangkap pembelajaran bahwa lonceng memiliki keterkaitan dengan makanan, sehingga ketika Pavlov mencoba membunyikan lonceng yang awalnya digunakan untuk memanggil anjing tersebut, secara otomatis anjing tersebut sudah menanggapi dengan mengeluarkan air liur.

Hasil eksperimen Pavlov ini akhirnya melahirkan beberapa hukum pembelajaran, yaitu:

  1. Hukum Pembiasaan yang Dituntut. Hukum ini menjelaskan bahwa jika ada dua macam stimulus yang diberikan secara bersama-sama (dan salah satunya merupakan reinforcer), maka gerakan reflek pada stimulus lainnya juga meningkat. (baca: Psikologi Forensik)
  2. Hukum Pemusnahan yang Dituntut. Hukum ini memaparkan jika reflek yang diperkuat melalui respondent conditioning diberikan kembali tanpa adanya reinforcer, maka kekuatannya akan melemah.

Baca juga:

3. Burrhus Frederic Skinner

Burrhus Skinner (20 Maret 1904 sampai 18 Agustus 1990) adalah seorang psikolog dari Amerika yang terkenal akan aliran behaviorismenya. Skinner memiliki pendapat bahwa hubungan antara stimulus dengan respon yang ditunjukkan individu atau subyek terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. Respon yang ditunjukkan pun tak seluruhnya merupakan hasil dari rangsangan yang ada, tetapi karena interaksi antara stimulus yang menghasilkan respon. Respon menghasilkan konsekuensi. Pada akhirnya konsekuensi akan menghasilkan atau memunculkan perilaku.

Baca juga:

Skinner dalam teori behaviorisitk melahirkan buah pemikirannya yang dikenal dengan istilah Teori Operant Condiitioning. Teori ini mengungkapakan bahwa tingkah laku yang dilihatkan subyek tak semata-mata merupakan respon terhadap stimulus tetapi juga tindakan yang disengaja. Skinner menyatakan pendapatnya bahwa pribadi seseorang merupakan hasil dari respon terhadap lingkungannya. Dua macam respon tersebut adalah:

  1. Respondent Response yaitu respon akibat rangsangan tertentu. Contoh: anjing yang mengeluarkan air liurnya ketika majikannya membawakan makanan untuknya. (baca: Teori Cinta Sternberg)
  2. Operant Response yaitu respon yang muncul dan semakin berkembang oleh rangsangan tertentu. Contoh: seorang anak yang mendapatkan reward ketika ia menjadi juara kelas, maka ia akan semakin giat belajar untuk mempertahankan bahkan menaikkan prestasinya dengan harapan diberikan reward kembali (dengan nilai yang sama atau lebih tinggi). ( baca: Psikologi Konseling)

4. Robert Gagne

Robert Gagne dikenal sebagai seorang ahli psikologi pendidikan. Gagne memiliki pendapatnya sendiri mengenai istilah belajar, yaitu sebagai proses suatu organisasi atau siswa berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman yang pernah dialaminya. Belajar adalah proses yang memerlukan waktu untuk dapat melihat perubahannya (dari kurang baik menjadi lebih baik). Gagne juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah periode terjadinya penerimaan informasi yang kemudian diolah dan dihasilkan output dalam bentuk hasil belajar.

Baca juga:

Tahapan proses pembelajaran menurun Gagne dijelaskan dalam beberapa tingkatan, yaitu: 1) motivasi, 2) pemahaman, 3) perolehan, 4) penyimpanan, 5) ingatan kembali, 6) generalisasi, 7) perlakuan, dan 8) umpan balik. Gagne juga menyatakan adanya beberapa kategori belajar, di antaranya:

  1. Verbal Information. Informasi verbal bisa berwujud uraian kata-kata, ulasan, maupun penjelasan yang bisa dikomunikasikan menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan.
  2. Intellectual Skill. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan dalam aktivitas mental seperti berpikir, menggunakan logika, dan memecahkan masalah. (baca: Teori Psikososial Erikson)
  3. Attitude atau perilaku. (baca: Psikologi Olahraga)
  4. Cognitive Strategy. Strategi kognitif merupakan kemampuan internal atau dalam diri seseorang dalam berpikir, memecahkan masalah, hingga mengambil keputusan terkait suatu kejadian.

5. Albert Bandura

Albert Bandura merupakan ahli dalam teori belajar behavioristik yang paling muda. Ia adalah seorang psikolog lulusan University of British of Columbia yang kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Iowa dan Universitas Stanford. Hingga saat ini, Bandura tercatat sebagai dosen di Universitas Stanford.

Albert Bandura cukup terkenal dalam dunia psikologi pendidikan, terutama dengan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), yaitu konsep dalam teori behavioristik yang menekankan komponen kognitif, pikiran, pemahaman, dan evaluasi. Teori Pembelajaran Sosial ini memiliki konsep utama pembelajaran dengan metode pengamatan. Menurut teori ini, perilaku individu bisa timbul karena proses modeling, atau tindakan peniruan.

Baca juga: Cara Menjadi Pribadi yang Menyenangkan

Modeling juga dikenal sebagai pembelajaran melalui proses observasi. Pembelajaran ini tidak sekadar melakukan fotokopi pada tindakan yang dilihatnya tetapi juga menyesuaikan, baik itu mengurangi, menambahi, atau menggeneralisasi dari satu observasi ke observasi lainnya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi dan menentukan apakah seseorang akan belajar dari suatu situasi, faktor-faktor tersebut antara lain:

  1. Karakteristik model. Faktor ini menjelaskan kalau manusia lebih mungkin melakukan modeling pada individu contoh dengan status (sosial, ekonomi, pekerjaan) yang lebih tinggi.
  2. Karakteristik orang yang mempelajari tersebut, biasanya adalah mereka yang tidak memiliki status, kemampuan, atau pun kekuatan. Misalnya anak yang mengikuti atau modeling perilaku orang tuanya.
  3. Konsekuensi dari tindakan yang ditiru. Konsekuensi yang semakin besar juga akan semakin menekan orang untuk melakukan modeling. Misalkan, pegawai kantoran berusaha sedisiplin mungkin seperti rekan kerjanya untuk menyabet gelar karyawan terbaik tahun ini.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik

Teori behavioristik ini dikenal sebagai teori pembelajaran yang paling tua. Sebagai teori yang pertama dikeluarkan dalam mempelajari pola belajar individu, teori ini pun tak lepas dari segala kelebihan dan kekurangannya. Beberapa hal terkait dengan nilai plus dan minus teori belajar ini akan disampaikan secara ringkas berikut ini.

1. Kelebihan Teori Behavioristik

Berikut kelebihan teori behavioristik, diantaranya:

Sesuai dengan materi pembelajaran

Teori belajar ini dinilai cukup cocok dengan pembelajaran dengan tujuan memiliki kemampuan yang membutuhkan praktik serta pembiasaan yang disiplin. Teori ini membantu individu dalam belajar secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan mereka bisa menerapkannya sebaik mungkin.

Materi Pembelajaran dirancang secara Khusus

Materi pembelajaran yang diberikan sangat detil. Individu yang memiliki niat dan tekad untuk mempelajari sesuatu dengan begitu dalam akan benar-benar terbantu dengan praktik teori belajar behavioristik karena banyaknya materi yang diberikan. Harapannya, peserta didik bisa memahami semua pelajaran yang diberikan.

Membangun Konsentrasi Individu

Teori belajar ini memaksa individu yang belajar untuk membangung konsentrasi pikiran mereka sendiri, dimotivasi dengan adanya penguatan dan hukuman yang mungkin didapatkan. Motivasi ini dimunculkan sebagai dorongan bagi individu tersebut agar selalu siap untuk memunculkan respon dan harapannya mereka bisa membangun konsentrasi sebaik mungkin ketika belajar. (baca: Psikologi Warna)

Sesuai dengan Pemahaman Belajar pada Anak

Teori belajar ini cukup cocok diterapkan pada individu, terutama anak, yang dinilai masih membutuhkan dominasi orang tuanya. Teori ini berperan dalam memberikan pendidikan dalam bentuk pengarahan pola pikir, melatih memberikan respon cepat dengan membentuk konsentrasi secepat mungkin. Selain itu, teori ini memang membantu anak-anak yang berhasil belajar berdasarkan hasil pengulangan atau tipe anak yang bisa belajar dengan cara meniru. (baca: Psikologi Eksperimen)

Perubahan Belajar Menjadi Tolak Ukur Keberhasilan

Hasil dari pembelajaran menggunakan teori belajar ini lebih bisa diamati. Hal ini terjadi karena perubahan menjadi tolok ukur teori belajar behavioristik, seseorang baru dianggap belajar ketika menghasilkan perilaku yang berbeda akan suatu kejadian yang dialaminya. Dari sisi tenaga pendidik, teori belajar ini juga membuat mereka berlatih diri untuk bersikap lebih jeli dan peka pada kondisi belajar yang dijalankan. Pembelajaran menggunakan teori ini memiliki kelebihan dengan bisa mengendalikan peserta belajar dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus tepat sehingga mendapatkan pengulangan respon yang dikehendaki.

Baca juga: Psikologi Kepribadian

2. Kekurangan Teori Behavioristik

Selain kelebihan, penerapan teori behavioristik juga memiliki kekurangan, antara lain:

Hanya Berpusat pada Tenaga Pendidik

Pembelajaran ini hanya berpusat pada guru atau tenaga pendidik, bukannya pada murid atau individu yang belajar. Hal ini berpotensi membuat individu yang belajar justru kehilangan kemampuan dan kelebihan alaminya seperti berkreasi sesuai dengan pikirannya. Pada tipe peserta belajar tertentu, aplikasi teori belajar ini akan menimbulkan kebosanan dan justru membentuknya sebagai pribadi yang pasif karena hanya terus menerima dan menerima, tanpa dilibatkan untuk berpikir dan mengajukan pendapatnya. (baca: Psikologi Sosial)

Lebih Mengutamakan Hafalan dibandingkan Latihan

Pembelajaran ini mengagungkan cara hafalan. Praktik pembelajaran menggunakan teori behavioristik cenderung menghasilkan metode belajar yang kuno dan kurang efektif. Penyimpangan sedikit saja menimbulkan hukuman. Peserta didik hanya berpikir sempit bahwa teori yang diberikan oleh pendidiknya merupakan yang mutlak paling baik, paling relevan, dan paling sempurna. (baca: Perilaku Abnormal)

Kaku dan Membosankan

Pembelajaran dengan cara ini tergolong tidak kreatif dan menyenangkan. Tidak ada suasana menyenangkan yang dibangun untuk menumbuhkan minat belajar peserta didik kecuali dengan memberikan reward ketika mereka berhasil melakukan hal yang diinginkan. (baca: Psikologi Faal)

Individu Dibentuk Menjadi Pasif dan Tidak Inovatif

Hasil dari pembelajaran menggunakan metode ini kebanyakan adalah peserta didik yang pasif dan tidak kreatif. Hal ini dikarenakan selama proses pembelajarannya, ia hanya terus menerima ilmu, bersaing untuk mencapai target, dan terbiasa tertekan dengan pendidiknya sehingga harus mematuhi hal-hal yang membuatnya terhindar dari hukuman. Hukuman verbal dan fisik yang menjadi ancaman (atau bahkan pernah dialami) peserta didik pada akhirnya akan memengaruhi perkembangan psikologinya, baik dalam lingkup pembelajaran maupun kehidupan sosialnya. (baca: Psikologi Perkembangan)

[

Aplikasi Teori Behavioristik pada Pembelajaran

Dalam keinginan untuk menerapkan teori pembelajaran ini, maka tenaga pendidik wajib mengetahui ciri-ciri dari metode ini, antara lain:

  1. Mementingan pengaruh lingkungan. (baca: Teori Psikoanalisis klasik)
  2. Mementingkan bagian-bagian. (baca: Kode Etik Psikologi)
  3. Mementingkan peranan aksi. (baca: Cabang Cabang Psikologi)
  4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
  5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
  6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
  7. Hasil belajar yang diinginkan adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Berkaca dari ciri-ciri dan konsekuensi penerapan teori belajar ini, paling tidak, guru atau tenaga pendidik bisa menempatkan dirinya dalam mengajar dan mendidik. Beberapa hal terkait dengan sikap yang mesti ditunjukkan tenaga pendidik ketika mengajar menggunakan patokan teori belajar ini antara lain:

  1. Menyiapkan materi yang akan diberikan selengkap mungkin, tidak hanya memberikan ceramah tetapi juga contoh yang akan dilihat peserta didik sebagai materi yang akan ditirunya. Pemberian contoh ini akan menjadi logika bagi individu yang belajar, jadi siapkanlah contoh yang mudah dipahami untuk semua peserta didik.
  2. Penyusunan bahan pembelajaran ini harus mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit secara berurutan. Sampaikan pada peserta didik dari yang paling mudah ke yang paling rumit. Usahakan untuk tidak memberikan materi secara melompat untuk mempermudah mereka memahami materi yang diberikan secara utuh dan lengkap. (baca: Persepsi dalam Psikologi)
  3. Bagi tujuan pembelajaran dalam beberapa bagian kecil. Hal ini akan membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan cara step by step. Maka dukung tahap ini dengan memberikan reward bagi mereka yang terbukti berhasil mencapai tujuan jangka pendek yang ditetapkan.
  4. Guru atau tenaga pendidik harus bisa bersikap jeli, maka ia harus segera bisa mengenali kesalahan yang berpotensi dilakukan individu yang belajar dan mengarahkannya pada pemahaman yang benar.
  5. Inti dari teori pembelajaran ini adalah pengulangan dan latihan, maka guru atau tenaga pendidik harus menyiapkan metode pengajaran yang berpatok pada metode pengulangan dengan tujuan memfasilitasi individu yang belajar untuk memahami dengan penuh materi yang diberikan.

Bisa dilihat jika dari aplikasi penggunaan teori ini, guru sebagai pusat pembelajaran harus menjadi sosok pendidik yang sempurna. Sempurna itu dilihat dari persiapan materi, pembawaan diri, dan cara ia mendidik para peserta didiknya. Teori belajar ini bukan hanya memberatkan peserta didik dengan metode pengulangan dan pemberian reward/punishment selama proses belajar, tetapi juga menuntut guru untuk tidak terlihat ‘cacat’ di mata peserta didiknya.

Baca juga:

Demikianlah yang bisa kami sampaikan terkait informasi mengenai teori belajar behavioristik. Pada dasarnya, teori ini menekankan gaya teacher-centris dan pemberian rewards/punishment dalam proses pembelajaran. Hanya karena teori ini kini tak lagi banyak digunakan, bukan berarti karena teori ini sepenuhnya buruk dan berakibat tidak baik pada peserta didik. Teori ini masih boleh diterapkan pada beberapa kondisi dan tujuan tertentu. Selama penggunaan teori ini masih dalam batasan, teori belajar behavioristik boleh menjadi alternatif praktik pembelajaran.

You may also like