Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Pendidikan » 13 Psikologi Pendidikan Menurut Para Ahli

13 Psikologi Pendidikan Menurut Para Ahli

by Raehatul Jannah

Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari kejiwaan dan tingkah laku manusia. Sedangkan menurut apa yang dijelaskan dalam wikipedia, pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, penelitian, dan pelatihan.

Dengan demikian, maksud dari psikologi pendidikan adalah ilmu dari cabang psikologi yang mempelajari dan meneliti pembelajaran berdasarkan hasil riset psikologi. Serta mengurai aktivitas manusia dalam hubungan dan situasi pendidikan dan memusatkan perhatian pada persoalan yang beruhubungan dengan proses tindakan belajar.

Sedangkan menurut pandangan beberapa para ahli maupun ilmuwan terkemuka dunia, pendidikan psikologi dapat di definisikan sebagai berikut.

1. Plato dan Aristoteles

Plato dan Aristoteles merupakan guru dan murid yang pernah masyhur karena kepandaiannya, terutama dalam bidang Filsafat dan Psikologi. Dan dengan kepintaran mereka berdua, Plato dan Aristoteles berhasil mengembangkan sistem pendidikan berdasarkan pada prinsip-prinsip psikologi yang berkembang menjadi Psikologi Daya.

Menurutnya, terdapat 3 komponen dalam Psikologi Daya yang saling berkaitan dengan satu sama lain. Dan 3 komponen tersebut antara lain adalah:

  • Adanya elaborasi (tahapan pembelajaran yang dilakukan secara cermat dan tekun) antara perasaan-emosi-afektif-rasa.
  • Adanya elaborasi antara penalaran-pemahaman-pengertian-kognitif-cipta.
  • Adanya elaborasi antara kehendak-keinginan-will-konasi (kemauan)-karsa (tekad).

2. Jean Jaques Rousseau

Dalam pendidikan psikologi, Rousseau menggolongkan pendidikan sesuai golongan umur.

  • Pada masa kanak-kanak (0-2 tahun)

Rousseau menganjurkan metode pendidikan negatif. Dimana dalam metode tersebut, untuk menjadi manusia berbahagia, anak harus dijauhkan dari kebudayaan. Rousseau mengatakan bahwa anak-anak harus dijauhkan dari hal-hal yang tidak pantas.

Seperti mainan atau bahasa-bahasa yang tidak sesuai untuk umurnya. Biarkanlah anak-anak bermain secara alamiah, dan gunakan bahasa yang sederhana, langsung, dan jujur saat melakukan percakapan dengan anak. Intinya, anak dibiarkan untuk belajar sendiri melalui pengalamannya.

  • Pada usia alami (2-12 tahun)

Anak dapat memahami moralitas melalui contoh dan pengalaman. Hal ini dikarenakan anak-anak tidak bisa memahami pemikiran orang dewasa, sehingga orang yang berada di sekitar anak harus menjadi contoh bagi anak tersebut. Karena pada masa ini, pembentukan karakter anak mulai terbentuk. Menurut Rousseau, tujuan pendidikan pada masa ini akan mengembangkan kualitas fisik dan pikiran yang sehat.

  • Pra-remaja (12-15 tahun)

Pada usia sekitar 12 atau 13 tahun kekuatan anak meningkat jauh lebih cepat dibandingkan kebutuhannya. Pada usia ini, dihimbau untuk mengambil suatu format mental. Dengan pertumbuhan mentalnya, anak anak bertambah matang dan praktis dalam mempertimbangkan cara terbaik untuk kepentingan hidupnya dan dalam mengatasi kekecewaannya. Hal ini agar anak tidak merasa tergantung pada orang lain atau bahkan diperbudak oleh guru atau orangtua.

  • Pubertas 15-20 tahun)

Menurut Rousseau pada rentang usia ini, anak akan mampu berhadapan dengan melihat masa remaja sebagai gangguan emosional yang berbahaya. Maka pada usia ini, anak harus mampu belajar cara mengendalikan emosi remaja dan tindakannya terhadap segala hal dalam hidupnya, terutama dalam hal kepentingan, kemauan, dan teman-temannya.

  • Dewasa (20-25 tahun)

Pada usia ini anak harusnya sudah mulai belajar tentang kasih sayang, pernikahan yang baik, hubungan sosial yang baik dengan masyarakat, dan mampu melawan pengaruh yang merusak. Pendidikan pada usia ini didasarkan pada individunya yaitu mencari teman hidup yang cocok.

3. John Locke

Menurut John Locke, seluruh pengetahuan yang manusia terima pada hakikatnya berasal dari sebuah pengalaman yang telah dilalui, karena pada saat individu lahir ke dunia, jiwanya belum memiliki apapun. Dan secara potensial, jiwa dalam individu tersebut akan sensitif seiring berjalannya waktu dengan banyak belajar, latihan, dan pengalaman di dalam hidupnya.

4. William James

William James merupakan salah satu tokoh perintis fungsionalisme yang pemikirannya dilandasi serta berkaitan dengan pragmatisme. Dalam bukunya yang berjudul “Principles of Psychology“, James menerangkan bahwa fungsionalisme dalam psikologi adalah pendekatan yang menganggap bahwa kesadaran terhadap gejala gangguan mental adalah satu hal yang sama dan utama. Dimana penjelasan James mengenai hal tersebut masuk kedalam kategori psikologi pendidikan.

5. Johann Heinrich Pestalozzi

Doktrin pedagogis pestalozzi menekankan bahwa instruksi harus dilanjutkan dari yang akrab ke yang baru, dengan menggabungkan kinerja-kinerja yang konkret dan pengalaman emosional yang sebenarnya. Pestalozzi mengatakan bahwa anak-anak harus belajar melalui aktifitas dan hal-hal atau alat bantu untuk mengejar minat mereka sendiri sampai dapat menarik kesimpulan sendiri. Selain itu, Pestalozzi juga berpendapat bahwa pendidikan akan lebih menyenangkan apabila dilakukan secara bersama-sama (klasikal) daripada sendiri-sendiri.

6. Binet

Binet merupakan tokoh psikologi pertama yang membuat alat tes untuk mengetes mental seseorang. Dengan hasil tes tersebut, dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk mengukur kemampuan seseorang. Akan tetapi, tes Binet ini tidak bisa dilakukan secara sembaranga. Butuh adanya seorang ahli seperti Psikolog untuk dapat melakukan tes tersebut.

7. Alice Crow

Menurut Alice Crow, psikologi pendidikan merupakan sebuah studi yang mempelajari banyak hal mengenai proses belajar, proses pertumbuhan, dan kematangan setiap individu dalam berpikir, perkembangan mental, lingkungan yang baik, serta penerapan terhadap prinsip ilmiah mengenai reaksi manusia yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar.

8. Raymond Bernard Cattel

Cattel membagi psikologi pendidikan menjadi dua perbedaan, yaitu perbedaan individu dan pengukuran mental. Perbedaan individu yang dimaksud Cattel merupakan perbedaan sifat yang secara kuantitatif dapat membedakan satu individu dengan individu lainnya.

9. John Dewey

Menurut teori John Dewey dalam psikologi pendidikan menekankan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk membantu seseorang dalam belajar dan berkembang sepanjang hidupnya agar dapat menambah pengalaman, dan menambah kemampuan untuk mengarahkannya ke pengalaman selanjutnya setiap individu.

Selain itu, John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi 3 konsep, yaitu konsep preconventional atau premoral, konsep conventional, dan konsep autonomous. Tiga konsep tersebut dapat membuat anak mengalami beberapa tahapan dalam bertingkah laku di lingkungan sosial atau kelompok yang kemudian dapat membawa pengetahuan dan pengalaman bagi mereka.

10. Jean Piaget

Jean Piaget merupakan pakar psikologi pendidikan yang mempelajari perkembangan kognitif anak. Menurut Piaget, setiap anak sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya yang tersusun dalam bentuk struktur paradigma kognitif. Piaget juga menerangkan bahwa dalam teori kognitif yang dimaksud adalah bahwa dalam belajar, yang diutamakan adalah prosesnya dan bukan hasil dari belajarnya.

Belajar bukan hanya mengenai stimulus (rangsangan) dan respon, akan tetapi lebih dari itu, yakni melibatkan suatu proses berpikir dan memecahkan masalah yang kompleks. Piaget membagi empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu pada tahap:

  • Sensorimotor (18-24 bulan)

Pada tahap ini, anak-anak belajar mengenai dunianya melalui panca indera seperti melihat dan mendengar (sensorik) dan gerakan menggapai atau sentuhan (motorik). Perkembangan utama dalam tahap ini adalah memahami bahwa objek dan peristiwa yang terjadi di dunia ini dilakukan secara alami oleh tindakannya sendiri.

  • Praoperasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai dikenalkan untuk belajar menggunakan konsep-konsep simbol dan abstrak untuk membangun pengalaman melalui adaptasi menuju tahap konkret agar anak bisa mengguunakan pemikiran yang logis. Sebab pada usia ini, anak baru mampu memahami atau berpikir pada tingkat sombolik dan belum mampu memahami operasi kognitif (seperti menggunakan logika, memisahkan, mengubah atau menggabungkan pikiran).

  • Tahapan operasional konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah cukup dewasa untuk menggunakan pemikiran logisnya. Biasanya, pemikiran yang logis dapat ditandai saat anak mulai mampu memiliki pemikiran yang rasional dan terorganisir. Menurut Piaget, tahapan ini merupakan titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak usia sekolah.

Tahapan ini menandai awal mula pemikiran logis anak mulai terbentuk, meskipun pada tahap ini anak hanya mampu menggunakan logikanya pada objek fisik saja dan belum mampu memecahkan masalah secara logis pada sesuatu yang abstrak.

  • Tahapan operasional formal ( usia 12 tahun ke atas)

Tahapan ini dimulai pada anak usia 12 tahun hingga usia dewasa. Dan saat memasuki usia ini, anak sudah berubah menjadi remaja dan mampu memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak dengan mengelabui ide dari isi pikirannya sendiri. Di tahap ini remaja sudah mampu berpikir lebih kreatif, membayangkan hasil dari suatu tindakan tertentu, dan mampu menguasai perhitungan matematis).

11. Lev Vygotsky

Vygotsky merupakan psikolog yang mempelajari psikologi pendidikan dengan perkembangan dan kultural. Maksudnya adalah mempelajari bagaimana lingkungan sosial dapat mempengaruhi intelektual atau kecerdasan seseorang. Kemudian, Vygotsky mengembangkan teori tersebut menjadi teori perkembangan situasional yang menekankan bahwa lingkungan sosial sangat penting dalam proses belajar seseorang.

Vygotsky menerangkan bahwa dalam suatu proses belajar, akan terjadi interaksi sosial antara seseorang (pelajar) dengan orang yang lebih ahli dalam suatu bidang tertentu ( pengajar). Ia menyebut situasi tersebut dengan istilah, ” zona proksimal perkembangan”.

Dengan demikian, Vyagotsky percaya bahwa pembelajaran terbaik terjadi melalui interaksi sosial dimana seseorang terfokus dalam memecahkan masalah, mencari-cari jawaban atas pertanyaannya sendiri, serta dapat bimbingan pembelajaran dari seseorang yang lebih ahli.

12. Howard Gardner

Howard Gardner atau Anthony Walker merupakan ahli psikologi yang mencetuskan teori kecerdasan majemuk atau multiple intelligences. Menurut Gardner setiap orang memiliki kempuan yang berbeda-beda dalam inteligensi atau kecerdasan, dan tidak semua orang memiliki jenis bakat atau kemampuan yang sama juga.

Howard membagi inteligensi majemuk menjadi beberapa inteligensi terpisah, diantaranya adalah inteligensi linguistik, inteligensi logis-matematis, inteligensi musikal, inteligensi kinestetik, inteligensi spasial, inteligensi interpersonal, dan inteligensi intrapersonal.

Gardner percaya bahwa pendidikan harus mengakomodasi kemampuan setiap individu dengan memberikan mereka peluang yang sama untuk belajar dan berkembang sesuai dengan kemampuan atau potensi yang mereka miliki.

13. Muhibbin Syah

Menurut Muhibbin Syah (2002), psikologi pendidikan merupakan sebuah disiplin psikologis yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2010 hal. 24) psikologi pendidikan merupakan disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan seperti tingkah laku belajar-mengajar, dan interaksi dalam belajar-mengajar.

Demikian penjelasan mengenai pengertian dari psikologi pendidikan menurut beberapa ahli psikologi yang berbeda-beda dalam menafsirkannya. Psikologi pendidikan merupakan suatu teori yang mempelajari dan meneliti tingkah laku, interaksi sosial, kecerdasan setiap individu, serta pentingnya suatu pengalaman dalam hidup agar individu dapat berkembang dan berpikir logis melalui suatu pembelajaran dan pelatihan.

You may also like