Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Agama » Psikologi Islam sebagai Disiplin Ilmu Psikologi

Psikologi Islam sebagai Disiplin Ilmu Psikologi

by Khanza Savitra

Psikologi islam merupakan salah satu cabang psikologi. Apa yang dimaksud dengan psikologi islam?. Berikut ini akan dipaparkan ilmu psikologi dari sudut pandang islam yang kebanyakan bersumber pada tinjauan Taqiyuddin An Nabhani.

Dalam bahasa Yunani, Pshysce berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Maka secara harafiah, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dan bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak hanya itu, ilmu psikologi dikatakan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang proses perkembangan manusia, perilaku dan proses mentalnya.

Dalam islam, ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dikenal dengan ilmu An-Nafs atau ilmu al-Ruh. Sebetulnya, jika diartikan secara harafiah, ilmu an-Nafs lebih luas cangkupannya dari pada ilmu jiwa. Ini dikarenakan ilmu ini terdiri dari dua inti utama yaitu sisi jasmiani dan rohani manusia. Sedangkan dalam literatur psikologi, hanya beracuan pada substansi psikis (jiwa) saja.

Baca juga:

Gambaran Umum Mengenai Psikologi Islam

Ada beberapa acuan utama untuk memahami inti dari psikologi islam. Yang pertama adalah, tentang metodologi yang digunakan dalam meneliti kepribadian manusia, segala dasar yang dijadikan sumber rujukan berasal dari sumber hukum islam, yakni Al Quran dan hadist (termasuk didalamnya penginderaan, akal dan naluri atau intuisi).

Kedua, Perlu dipahami bahwa konsep psikologi dalam ranah islam ini artinya segala pemikiran dan pendapat sudah melalui tahap filterisasi dan didalamnya sudah terkandung wawasan tentang agama islam. Artinya, sudut pandang psikologi islam adalah juga tentang mengeliminasi paham-paham atau konsep-konsep yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sumber hukum islam.

Dan yang ketiga, psikologi islam disini mempelajari pola perilaku seseorang dengan lingkungan sekitar, dirinya sendiri dan dalam ranah aktivitas rohani yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas diri. Baik itu kualitas kesehatan mentalnya maupun kualitas keberagamaan individu tersebut.

Baca juga:

Latar Belakang dan Sejarah Munculnya Psikologi Islam

Meskipun pada dasarnya psikologi islam ini sudah berkembang sebelum kemunculan paham-paham psikologi barat. Namun tidak banyak orang tahu apa yang menjadi latar belakang maraknya istilah psikologi islam.

Hal pertama yang menjadi landasan populernya istilah psikologi islam adalah dikarenakan banyaknya kerusakan moral dan aspek spiritual dalam kehidupan manusia. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Erich Form yang mengemukakan bahwa telah terjadi fenomena yang ironi dalam kehidupan saat ini. Karena manusia yang terasa dianggap sukses dalam hal dunia dan material, namun ternyata kehidupan manusia masih banyak yang hati dan jiwanya merasa kosong.

Yang demikian dapat terjadi dinilai karena manusia (khususnya umat islam) telah menjadikan rujukan-rujukan dan pemikiran-pemikiran barat sebagai pedoman dalam hidupnya. Sehingga paham yang dianggap bertentangan dengan islam-pun dijadikan sebagai ideologi. Padahal pemikiran modern hanya bisa menyentuh kenyataan yang tampak (inderawi) saja, ia tidak dapat memahami kenyataan tak tampak (non-inderawi).

Atas dasar hal tersebutlah, psikologi islam hadir ditengah-tengah psikologi modern. Psikologi islam dianggap mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat psiko-spiritual yang seringkali muncul sebagai masalah manusia modern.

Baca juga:

Sekilas Tentang Taqiyuddin An-Nabhani

Pemikir psikologi islam Taqiyuddin An-Nabhani dikenal sebagai ulama dan pemikir muslim yang karyanya membahas tentang hakikat manusia berikut dengan pola perilaku baik itu secara vertical (kepada Allah) maupun secara horizontal (sesama manusia dan lingkungannya). Karyanya banyak dijadikan referensi di 40 negara lebih. Orientasi ilmunya secara sukses merangkum tentang makna kepribadian manusia sehingga individu dapat mencapai aqliyyah dan nafsiyah Islam.

Lahir di Palestina (kota Ijzim), pendidikan An-Nabhani pertama kali ditanamkan oleh ayahnya yang merupakan pengajar ilmu syariat di lingkungan kementrian pendidikan di negara tersebut. Ibunya yang juga lekat dengan pendidikan dari Syaikh Yusuf An-Nabhani, membuat Taqiyuddin an-Nabhani hafal Quran sebelum menginjak usia remaja (13 tahun).

An-Nabhani sering ikut kajian kakeknya, Syaikh Yusuf An-Nabhani yang merupakan seorang ulama besar dan hakim. Selain itu, beliau dikenal juga sebagai satrawan dan penyair. Tidak heran jika Taqiyuddin an-Nabhani sudah mengenal ilmu politik yang berdampak pada perkembangan kepribadiannya.

Sejak duduk di bangku pendidikan dasar, Taqiyuddin an-Nabhani dikenal sebagai siswa yang cemerlang. Teman dan para pengajarnya mengenal An-Nabhani sebagai seseorang yang dalam pemikirannya dan pencinta ilmu yang istimewa.

Salah satu bukunya yang kini telah menjadi buku ajar tentang psikologi islam diantaranya As-Syakhsiyyah al-Islamiyyah yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah “Kepribadian Islam”.

Baca juga:

Pengertian Ilmu Psikologi Islam

Islam merupakan kata yang memiliki akar aslama (berserah diri). Makna berserah diri dimaksudkan penghambaan manusia sebagai mahluk kepada Allah sang pencipta. Dimana dalam akutualisasinya, Allah menurunkan Alquran sebagai petunjuk berupa wahyu Alquran melalui Nabi Muhammad SAW. Islam adalah agama yang mengantarkan manusia kepada keselamatan dan kesejahteraan dunia akhirat. (Baca Juga : Kode Etik Psikologi)

Maka dapat dirangkum bahwa psikologi Islam adalah sebuah ilmu tentang manusia dan pola interaksinya di dunia dimana segala aturan dan petunjuknya berasal dari Alquran. Wahyu Alquran memiliki perspektif dan memberikan penjelasan tentang siapa itu manusia, bagaimana itu manusia dan rahasia tentang manusia.

Intisari dari psikologi islam adalah sebuah kajian khusus yang mempelajari pola perilaku jiwa manusia beserta segala aspeknya, supaya manusia itu dapat menjalankan fungsinya sebagaimana Allah perintahkan dan meningkatkan kualitas diri. Sehingga akan tercapai tujuan hidup manusia tersebut untuk mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat. (Baca : Teori Belajar dalam Psikologi)

Menurut Ancok dan Suroso pada tahun 2005, Psikologi Islam artinya ilmu tentang manusia, dalam hal ini khususnya tentang kepribadian manusia, meliputi aspek teori, filsafat, metodologi dan pendekatan masalah (problem) yang berdasar kepada sumber formal Islam (Al-quran dan As-Sunnah), akal, panca indera dan intuisi.

Rencana Kerja Islamisasi Psikologi (Ancok dan Suroso) :

  1. Konsep manusia menurut pandangan Islam.
  2. Teori Psikologi Islam berdasarkan peristiwa nyata yang terjadi pada manusia.
  3. Pengembangan riset ilmu dan metode baru.
  4. Mengembangkan pendekatan dalam meningkatkan kualitas manusia dan penanganan masalah manusia.

Baca juga: Kepribadian Ganda

Hakikat Manusia Dalam Psikologi Islam

Untuk memahami tentang ilmu yang berkaitan dengan manusia, sebelumnya kita harus mengerti dahulu apa itu arti dari ruh. Karena manusia terdiri dari jasad dan nyawa (ruh atau jiwa). Dalam perspektif psikologi Islam, ruh diartikan sebagai kesadaran akan hubungan diri manusia dengan sang penciptanya, yaitu Allah. Dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah Idrak Shillah Billah.

Kesadaran tersebut kemudian memunculkan penghambaan diri dengan rasa takut, pengagungan dan pensucian-Nya. Sehingga dari situ, manusia akan berperilaku sesuai dengan hukum-hukum atau aturan-aturan yang sudah ditetapkan (Al Quran).

Proses-proses kerohanian inilah yang diintepretasikan sebagai proses-proses psikologis manusia. Dimana proses tersebut tidaklah datang begitu saja dari manusia itu sendiri (secara alami), tapi dari serangkaian pembelajaran (proses berpikir).

Baca juga: Hakikat Manusia dalam Prespektif Psikologi

Konsep Manusia Dalam Psikologi Islam

Dalam islam, manusia diciptakan adalah untuk menjadi hamba kepada Allah. DImana manusia tersebut haruslah berorientasi kepada Allah, menyembah dan patuh kepada segala apa yang Allah perintahkan dengan tujuan mencapai keridhaan-Nya. Hal ini tertuang dalam Al-quran surat Adz-Dzariyaat ayat 56.

Maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya setiap manusia itu diberikan anugerah berupa akal dan potensi kehidupan (fitrah). Dari kedua hal tersebut, manusia memiliki area untuk mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Mereka dapat menentukan dalam berperilaku sesuai dengan keinginan (qalbu) nya.

Baca juga:

Area Perilaku Manusia Dalam Psikologi Islam

Pada tahun 2003, An-Nabhani menyatakan bahwa area perilaku manusia digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :

Area perilaku manusia yang mampu ia kuasai

Yakni segala perilaku yang muncul akibat pilihan manusia tersebut. Contoh dari area perilaku manusia yang mampu ia kuasai seperti berbicara, berjalan, berlari dan duduk. Dalam hal ini terlihat bahwa manusia dapat menguasai atau mengontrol perilaku tersebut, termasuk juga tentang keinginan atau kehendak akan sesuatu.

Area yang menguasai manusia

yakni segala perilaku atau peristiwa yang tidak ada peranan manusia sedikitpun. Kondisi tersebut bisa berasal dari dirinya, maupun yang menimpanya. Ini dikarenakan kondisi tersebut adalah sebuah ketentuan yang sudah Allah tetapkan (sunatullah). Atau kejadian tersebut berada di luar jangkauan kuasa manusia.

Pemahaman dan Rancangan yang Berkaitan dengan perilaku Manusia

Dalam teori psikologi islam, terdapat pendapat atau pemahaman serta rancangan tentang perilaku manusia yang An-Nabhani paparkan. Beliau membagi bagian ini menjadi empat bagian yaitu (Kebutuhan Jasmani, Naluri-naluri, Akal dan Qalbu (Hati))

1. Kebutuhan Jasmani

Kebutuhan jasmani merupakan salah satu fitrah yang membuat manusia itu terdorong untuk selalu melakukan pemenuhan terhadapnya. Contoh kebutuhan jasmani yang paling mendasar adalah kebutuhan istirahat (tidur), kebutuhan pangan (makan), kebutuhan bernapas serta kebutuhan sekresi (pembuangan).

Adapun jika kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi, maka manusia tersebut akan mengalami ketidakstabilan sehinga menyebabkan kerusakan dalam tubuhnya. Kerusakan tidak hanya terjadi jika pemenuhan tersebut tidak dipenuhi, tapi kerusakan itu juga dapat terjadi ketika kadar pemenuhan kebutuhan jasmani itu berlebihan.

2. Naluri-Naluri

Lalu ada fitrah berikutnya yaitu Naluri. Fitrah ini merupakan potensi yang ada dalam diri manusia sehingga mendorong manusia untuk memiliki kecenderungan kepada sesuatu atau perilaku tertentu. Naluri juga berkaitan dengan kecenderungan manusia untuk meninggalkan sesuatu/perilaku tertentu.

An-Nabhani mengklasifikasikan naluri-naluri ini menjadi tiga kelompok, yaitu naluri manusia dalam mempertahankan dirinya (garizah al-baqa), naluri manusia dalam melestarikan jenisnya (gharizah an-nau) dan naluri manusia untuk memeluk ahama (gharizah at-tadayun).

3. Akal

Akal adalah fitrah yang menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk lainnya. Dalam bahasa arab, akal merupakan serapan dari aql yang artinya mengikat, menghalangi dan mengatur.

An-Nabhani mengemukakan pendapatnya tentang akal. Menurutnya, akal adalah sebuah proses pemindahan dari penginderaan terhadap fakta melalui panca indera menuju otak. Dari informasi yang didapatkan otak, kemudian digunakan untuk penafsiran fakta tersebut.

Baca juga:

4. Qalbu

Fitrah ini merupakan sebuah tempat dimana manusia dapat melangsungkan proses berpikir dan merasakan suatu peristiwa. Dalam psikologi islam, qalbu yang berjalan dengan baik, akan melangsungkan proses berperilaku yang baik. Dan respon yang ia hasilkan terhadap fisikpun juga baik.

Sebaliknya, jika qalbu rusak. Proses berpikir akan menjadi rusak pula. Hal ini ditandai dengan perilaku menyimpang yang muncul dari manusia tersebut. Perilaku ini kemudian akan menghasilkan respon yang buruk pula untuk kesehatan manusia.

Lalu ada satu fenomena lagi tentang qalbu. Yaitu qalbu yang dikunci mati oleh Allah. Dalam kondisi seperti ini, manusia masih bisa melakukan proses berpikir, namun ia tidak dapat menerima input dari luar (menolak). Sehingga dikatakan bahwa petunjuk Allah tidak dapat hadir dalam kehidupan manusia tersbeut.

Baca juga:

Kepribadian Manusia dalam Psikologi Islam

Menurut Morgan, Kepribadian didefinisikan sebagai aspek yang meliputi pola perilaku manusia yang ditampilkan dalam berbagai keadaan atau berdasarkan karakteristik piskologis manusia tersebut menuju pola perilakunya.

Dalam teori kepribadian manusia, menurut Pervin, Cervone dan John, setidaknya ada empat hal yang tercakup dalam teori kepribadian. Yaitu, Struktur, Proses, Perkembangan dan Perubahan Perilaku.

1. Struktur

Struktur merupakan sebuah unsur pembentuk kepribadian manusia. Manusia diciptakan dan tumbuh berbeda-beda, hal ini dikarenakan memiliki kualitas psikologis yang bertahan dalam diri manusia itu selama bertahun-tahun. An-Nabhani membaginya menjadi dua, yaitu kepribadian Aqliyah dan Nafsiyah.

Struktur kepribadian manusia aqliyah adalah suatu hal yang ada kaitannya dengan akal dan sejenisnya. Ia merupakan cara manusia yang digunakan untuk menghubungkan antara fakta dengan pengetahuan berdasarkan kaidah tertentu.

Struktur kepribadian manusia Nafsiyah adalah suatu hal yang ada kaitannya dengan sifat-sifat nafsu. Hal ini didorong oleh keinginan manusia tersebut dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri.

Baca:

2. Proses

Proses atau dinamika kepribadian didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan motif manusia dalam sistem psikologi. An-Nabhani menilai motif manusia dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri tidaklah memaksa manusia untuk melakukan perilaku tertentu. Karena adanya akal dan qalbu sebagai potensi lainnya yang harus dipertimbangkan ketika manusia itu ingin bertindak.

Baca juga:

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Kepribadian Menurut Psikologi Islam

Pertumbuhan adalah pertambahan yang terjadi dalam diri manusia secara terus-menerus. Dan perkembangan didefinisikan sebagai pertumbuhan secara progresif yang dialami manusia.

Pembentukkan aqliyah dan nafsiyah seseorang, sangatlah bergantung pada usaha manusia tersebut. Aqliyah berkembang sesuai dengan kemampuan seseoang dalam merespon pemikiran-pemikiran berdasarkan akidah (prinsip) yang diyakininya. Sedangkan nafsiyah dapat berkembang dengan adanya kegiatan atau aktivitas seseorang berdasarkan akidah (prinsip) yang diyakininya.

Usaha tersebut kemudian akan menghasilkan pribadi manusia yang bisa menolak kecenderungan manusia ketika ada hal yang bertentangan dengan akidahnya.

4. Psikopatologi dan Perubahan Perilaku Menurut Psikologi Islam

Psikopatologi berisi penjelasan tentang gangguan yang terjadi pada kepribadian dan perilaku manusia. Hal ini mencangkup proses awal dan berkembangnya gangguan tersebut.

Sedangkan perubahan perilaku berisi tentang bagaimana perilaku manusia tersebut dapat diubah. Berdasarkan kedua hal inilah, akhirnya muncul sebuah model penyembuhan atau biasa dikenal dengan istilah psikoterapi. Dimana bidang ini berisi tentang bagaimana cara perilaku yang menyimpang pada diri individu atau seseorang dapat diubah.

Baca juga:

Perbedaan antara Psikologi Islam dengan Psikologi Barat

Setidaknya ada tiga poin utama yang dapat kita pelajari mengenai perbedaan mendasar antara psikologi barat dengan psikologi islam. Berikut uraiannya :

Dalam psikologi barat, segala temuan pemikiran yang dijadikan sumber pemikiran merupakan hasil dari temuan empiris. Sedangkan dalam psikologi islam, sumber utamanya adalah wahyu Allah yang tertulis didalam Al Quran. Dengan keyakinan bahwa sebagai pencipta, Allah-lah yang paling memahami apa itu jiwa manusia. Dan temuan empiris, dalam psikologi islam, hanyalah instrument untuk membantu penafsiran kitab suci.

Kemudian, dalam psikologi barat, penanganan atau konseling dalam persoalan manusia, hanya dititikberatkan pada kategori sehat (normal) atau tidak sehat (abnormal) secara spikologis. Sedangkan dalam psikologi islam, konseling mengantarkan seseorang atau individu kepada dang penciptanya. Dalam hal ini, pemahaman, tentang kebermaknaan, kebenaran dan kedekatan individu kepada Tuhannya diperhitungkan.

Psikologi barat beracuan pada uraian, prediksi dan pengendalian perilaku. Dalam psikologi islam, ditambahkan dua hal yaitu pengembangan perilaku yang baik (sesuai aturan) dan memacu manusia untuk selalu dekat dengan Tuhannya.

Baca juga:

Agama Islam dan Psikoterapi

Agama islam adalah agama yang tidak membuat pembatas antara ilmu pengetahuan dengan ajaran agama. Hal tersebut menjadikan manusia yang mengaku dirinya muslim untuk tidak menjadikan hal-hal diluar dari ajaran agamanya sebagai ideologi dalam memecahkan sebuah persoalan. Pattison mengemukakan bahwa dalam psikoterapu, pendekatan agama tidaklah dapat dipisahkan. Beliau menambahkan bahwa apapun yang dijelaskan pada ajaran islam, mengandung sesuatu yang dapat dijelaskan dari sisi ilmu pengetahuan.

Jika kita memperhatikan metode penyembuhan jiwa yang terkandung dalam surat Yunus ayat 57. Maka akan kita temui bahwa agama itu sendiri merupakan penyembuh dan alat terapi bagi manusia yang menderita gangguan di dalam jiwanya. Berikut ini pemaparan tentang contoh metode penyembuhan dengan metode Shalat.

Dalam psikologi, setidaknya ada empat hal yang terkandung dalam aktivitas shalat dan bersifat menyembuhkan (terapeutik):

Aspek Olahraga

Karena salah satu metode penyembuhan jiwa adalah dari pelatihan relaksasi. Dan dalam sholat, terdapat gerakan-gerakan yang dinilai dapat menggerakkan otot-otot relaksasi sehingga dapat meredam rasa cemas seseorang.

Aspek Meditasi

Kekhusyukan dalam sholat dinilai sebagai kegiatan “meditasi” yang mampu menyembuhkan. Cerita tentang salah seorang sahabat Nabi yang memilih sholat sebagai jalan agar tidak terasa sakit saat pencabutan anak panah di kakinya dinilai sebagai salah satu contoh bahwa sholat mampu mengalihkan rasa “sakit” ke dalam otak.

Aspek Auto-Sugesti

Jika dalam psikologi barat ada terapi hypnosis. Maka dalam islam, sholat merupakan terapi yang menggunakan bacaan dalam sholat sebagai terapi jiwa. Doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah tersebut dalam meminta kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat pada dasarnya adalah sama dengan terapi menghipnosis diri sendiri.

Baca juga: Antropologi

Aspek Kebersamaan

Terapi grup yang dipopulerkan oleh psikologi barat dalam metode penyembuhan sejalan dengan apa yang dilakukan oleh umat islam dalam sholat berjamaah. Kebersamaan dinilai dapat menyembuhkan. Karena tidak sedikit kasus kejiwaan yang bermula dari perasaan sendiri atau terasing. Sedangkan perasaan tersebut merupakan penyebab paling utama gangguan pada jiwa.

Pada hakikatnya, metode penyembuhan berbasis agama ini merupakan metode untuk seseorang agar dapat menerima apa yang terjadi dalam hidup ini sebagai bagian yang sudah diatur oleh Allah. Dan Allah pun sudah menurunkan Al Quran sebagai pedoman sebagai petunjuk dalam menjalankannya.

Baca juga:

Penutup

Psikologi secara umum memiliki beberapa fungsi dan tujuan, diantaranya adalah mampu untuk  mengurai, menyediakan kemungkinan-kemungkinan (prediksi) dan memperbaiki perilaku atau mengontrol perilaku manusia. Dalam psikologi islam, ada dua hal utama yang menjadi tugas lagi, yakni pengembangan psikologi itu sendiri dan menjadikan agama islam sebagai pedoman utama ilmu.

Jika pada psikologi barat (modern) membatasi ruang lingkupnya kedalam tiga hal, yakni dimensi fisik, dimensi kejiwaan dan dimensi sosio kultural, maka dalam psikologi islam, terdapat penambahan. Penambahan itu berasal dari dimensi kerohanian (kejiwaan) serta dimensi spiritual. Psikologi islam dinilai merupakan sebuah jawaban bagi problem psiko-spiritual dan memiliki peranan tersendiri dalalm penyempurna ilmu pengedahuan dalam peradaban manusia.

Semoga artikel tentang psikologi islam ini dapat menjadi wawasan sekaligus dapat bermanfaat bagi para pembaca.

You may also like