Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Agama » Psikologi Agama Sebagai Cabang Ilmu Psikologi – Ruang Lingkup dan Manfaatnya

Psikologi Agama Sebagai Cabang Ilmu Psikologi – Ruang Lingkup dan Manfaatnya

by Ina

Psikologi agama merupakan cabang ilmu psikologi yang mengaitkan dengan tingkah laku manusia hubungannya dengan kepercayaan atau keyakinan agama yang dianut dalam kehidupan sehari hari. Mempelajari tingkah laku manusia dipengaruhi oleh keyakinan agama berdampak positif terhadap hubungan atau interaksi manusia dengan manusia lainnya dalam kelompok.

Psikologi agama sedikit berbeda dengan cabang ilmu psikologi lainnya karena berhubungan dengan dua keilmuan yang berbeda yaitu ilmu agama dan ilmu psikologi sendiri. Psikologi agama merupakan cabang ilmu terapan dari ilmu psikologi. Berikut penjelasan lebih rinci mengenai psikologi agama.

Baca juga:

Pengertian Psikologi Agama

Psikologi agama terdiri dari dua kata yang berbeda dan mencermintan dua keilmuan yang berbeda yaitu psikologi dan agama. Psikologi sendiri diartikan sebagai keilmuan yang mempelajari tentang kejiwaan dan tingkah laku manusia.

Robert H. Thoules menjabarkan definisi psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan pengalaman manusia. Secara umum, psikologi mempelajari sikap, tingkah laku, respon manusia sebagai reflek atau gambaran kejiwaan pada seseorang tersebut.

Sedangkan agama merupakan keilmuan yang berdasar pada keyakinan atau kepercayaan batiniah tentang sang pencipta. Definisi agama yang sesungguhnya masih belum menemukan yang tepat dari berbagai uraian definisi yang diutarakan oleh ahli.

Max Muller berpendapat tentang pengertian dari agama belum lengkap dikarenakan penelusuran dan penelitian terkati agama masih terus dilakukan. Edward Burnett Tylor mendifinisikan agama merupakan kepercayaan kepada wujud spiritual (the belief in spiritual beings). Kemudian, menurut Sutan Takdir Alisjahbana, agama merupakan suatu sistem tingkah laku dan hubungan manusia dengan rahasisa kekuatan gaib yang luas, mendalam dan memberikan arti terhadap kehidupan dan alam semesta disekelilingnya.

Psikologi agama, menurut Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat mempelajari pengaruh agama terhadap tingkah laku individu diakibatkan oleh cara berpikir, bersikap, respon, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipidahkan dari kepercayaan yang menyatu menjadi bentuk kepribadian.

Menurut Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi agama merupakan ilmu yang menyelidiki perilaku manusia baik sadar maupun tidak sadar, dan berhubungan dengan kepercayaan yang diajarkan padanya tentang ‘Nan Illahi’ (segala sesuatu yang bersifat agung/ dewa) yang terkait dengan kehidupan manusia dengan lingkungannya.

Dari beberapa pengertian psikologi agama diatas, dapat diambi kesimpulan bahwa psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang pengaruh keyakinan atau kepercayaan menurut agama terhadap perilaku manusia dalam kehidupannya dalam lingkungan.

Baca juga:

Teori Ilmu Psikologi Agama

Psikologi agama didasari oleh dua teori teori keilmuan yaitu teori monositik dan teori faculti, sebagai berikut :

  • Teori Monistik

Teori ini menyatakan bahwa sumber psikologi agama hanya satu. Namun menjadi pertanyaan dikalangan para peneliti sumber manakah yang paling dominan.

  1. Thomas van Aquino: Dia mengemukakan bahwa sumber Keagamaan itu adalah pikiran. Manusia menggunakan pikirannya untuk percaya pada Tuhan.
  2.  Fredrick Hegel: Filsuf Jerman ini berpendapat bahwa agama merupakan pengetahuan tentang kebenaran dan tempat yang abadi dan disimpulkan bahwa agama merupakan persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
  3. Sigmund Freud: Menurutnya unsur kejiwaan itu berasal dari naluri seks.
  4. Rusolf Otto: Menurutnya sumber kejiwaan tergadap agama berasal dari yang lain dari yang lain.
  • Teori Fakulti (Faculty Theory)

Teori ini berpendapat bahwa perilaku manusia itu muncul tidak hanya karena satu faktor melainkan lebih dari beberapa unsur.

  1. Cipta (Reason): Cipta merupakan fungsi intelektual manusia yang menjadikan seseorang mampu menilai, membandingkan, memutuskan untuk melakukan suatu tindakan terhadap stimulus tertentu.
  2. Rasa (Emotion): Berdasarkan penelitian dasar psikologi agama in ibukan berdasarkan pengalaman beragama yang dipengaruhi oleh emosi melainkan sejauh mana emosi itu memiliki peran alam agama.
  3. Karya (Will): Karya ini berfungsi dalam menciptakan timbulnya pelaksanaan aturan atau doktrin tertentu dari agama yang diyakini berdasarkan fungsi kejiwaan.

Baca juga:

Tujuan Psikologi Agama

Tujuan psikologi agama yaitu :

  1. Untuk kesejahteraan seluruh umat.
  2. Memprediksi, mengontrol, dan mengarahkan perilaku manusia.
  3. Membangun keilmuan dengan dasar agama.

Mengkaji psikologi agama memiliki kepentingan terhadap tiga poin berikut :

  1. Teoritis: Psikologi agama digunakan untuk meneliti perilaku kejiwaan yang berhubungan dengan keagamaan dan mengembangkan pemikiran tentang perilaku beragama.
  1. Praktis: Perilaku keagamaan didukung oleh motif tertentu. Secara praktis, keagamaan membimbing orang orang dalam berperilaku.
  1. Normatif: Keagamaan bertujuan mendorong kehidupan saling menghormati sehingga tercipta kerukunan dalam bermasyarakat. Kerukunan antar umat beragama, kerukunan antar individu beragama, dan kerukunan umat dengan pemerintahan.

Tujuan psikologi agama yaitu mengembangkan pikiran dan perilaku berdasarkan apa yang dirasakan melalui kejiwaan yang ditanamkan melalui pengetahuan agama dari dini. Agama menjadi dasar perkembangan kejiwaan seseorang dalam menentukan perilaku yang baik untuk lingkungannya.

Baca juga:

Ruang Lingkup Psikologi Agama

Lapangan penelitian dalam psikologi agama meliputi perasaan, proses ibadah, kesadaran beragama, dan pengaruhnya terhadap kehidupan seseorang atas dasar kepercayaan tersebut. Prof Dr. Zakiah Daradjat mengkaji ruang lingkup psikologi agama sebagai berikut :

  • Perubahan Emosional

Emosi yang berganti ganti pada manusia di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan, misalnya rasa lega, rasa bahagia, rasa tenang, rasa pasrah setelah melakukan ibadah menurut kepercayaannya dan juga rasa gelisah, rasa takut, rasa tidak tentram ketika melakukan hal yang dilarang oleh agama atau meninggalkan ibadah karena termasuk hal yang berdosa.

Perubahan emosional juga berpengaruh pada sisi afeksi dan konasi individu. Hal ini dapat dinilai dari bagaimana pengalaman dan perasaan yang dialami individu ketika menjalankan agamanya atau beribadah.

  • Keimanan

Mempelajari dan meneliti pengaruh kepercayaan terhadap dunia akhirat, bahwa masih ada kehidupan yang kekal setelah manusia mati. Pengaruh terhadap keyakinan itu termasuk ketaatan yang lebih tinggi untuk mencapai kedamaian di dunia yang sesungguhnya yaitu akhirat, serta keyakinan terhadap adanya hari pembalasan terhadap kesalahan kesalahan yang telah dilakukan di dunia fana. Pembalasan atas apa yang dilakukan di dunia akan mendapatkan tempat di akhirat yaitu surga atau neraka.

  • Kepercayaan dan Pengaruhnya

Mempelajari kepercayaan manusia terkait surga dan neraka dan dosa serta pahala yang diyakini membawa mereka pada tempat tersebut. Dengan keyakinan atas perbuatan dosa atau pahala akan menuntun manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan dosa atau perbuatan yang tidak baik. Mempelajari dan meneliti bagaimana pengaruh kepercayaan dan penghayatan manusia terhadap ayat ayat suci dalam kitab keagamaannya masing masing dengan kedamaian hati.

Ruang lingkup psikologi agama menurut Prof. Dr. H. Rusmin meliputi :

  1. Kegiatan ibadah seseorang.
  2. Grakan kemasyarakatan atau perilaku bermasyarakat dari masyarakat yang beragama.
  3. Budaya dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh aturan agama.
  4. Suasana lingkungan hidup yang dipengaruhi oleh kesadaran dalam beragama.

Baca juga:

Pengaruh Psikologi Agama

Di sisi lain, psikologi agama juga memiliki pengaruh dan turut andil dalam beberapa aspek psikologi lainnya. Diantaranya:

A. Psikologi Agama Berkaitan dengan Kesehatan Mental

Kesehatan mental dan pendidikan agama memiliki hubungan yang sangat erat. Agama mampu memberikan ketenangan batin pada seseorang dan mempengaruhi kejiwaannya. Kepercayaan dari agama yang diyakininya mampu membentuk kejiwaan seseorang dan berpengaruh terhadap perilakunya sehingga mencerminkan kejiwaan seseorang.

Psikologi agama membantu manusia untuk menata perasaannya, ketentraman batin dan mempengaruhi perilaku baik pada lingkungannya. Orang tanpa landasan agama dalam hidupnya atau tidak melaksanakan perintah agama atau tidak memiliki keyakinan terhadap agama maka hidupnya akan merasa gelisah, cemas, tidak tenang dan kehidupannya selalu merasa terganggu atau mengalami suasana yang tidak menyenangkan.

Hal ini juga akan berdampak pada perilakunya dalam masyarakat. Agama dapat berpengaruh terhadap mental manusia dan perilakunya karena agama memiliki fungsi sebagai berikut :

  1. Memberi bimbingan dalam hidup.
  2. Menolong dalam menghadapi kesusahan hidup.
  3. Penawar gangguan jiwa.
  4. Menentramkan batin.
  5. Menciptakan kebahagiaan bagi sekitarnya.

Baca juga:

B. Psikologi Agama Berkaitan dengan Tumbuh Kembang

Agama menjadi landasan pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang dilatih sejak dini agar menjadi individu yang tumbuh dengan baik menjadi orang baik untuk masyarakat dan keluarga. Agama bisa didapatkan dari lahir dari ajaran yang sudah dilaksanakan oleh orang tua dalam suatu keluarga. Agama diberikan dengan cara pendidikan, pengalaman dan latihan latihan sejak masa kecil.

Menurut Zakiah, terdapat perkembangan individu yang dipengaruhi oleh agama dengan dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut :

  1. Tahap I Kanak kanak usia 0- 6 tahun

Pada tahap in pendidikan dimulai dengan mencontoh orang orang disekitarnya seperti melalui mendengar, melihat, mempraktekkan atau meniru. Orang tua sangat berperan dalam hal ini. Melalui apa yang diucapkan atau disampaikan orang tua, tindakan, perbuatan, perlakuan yang dilakukan anak akan belajar tentang mana yang baik dan tidak. Ilmu agama sebagai dasar pendidikan anak tumbuh menjadi pribadi yang baik.

Baca juga:

  1. Tahap II Pra Remaja usia 7 – 12 tahun

Usia ini merupakan usia dimana anak masuk ke sekolah dasar. Bekal jiwa keagamaan yang sudah diberikan dalam keluarga akan dibawa ke lingkungan sekolah dan belajar lebih mendalam bersama guru dan teman temannya. Bekal pendidikan agama yang baik dari keluarga juga akan diterapkan oleh anak saat disekolah dalam interaksi dengan guru ataupun teman sekelasnya.

  1. Tahap III Remaja usia 13 -16 tahun

Pada tahap ini emosi remaja tidak stabil dan berubah ubah sehingga perasaannya pada Tuhan tergantung perubahan emosinya. Ada kalanya dia membutuhkan Tuhan ataupun tidak membutuhkan Tuhan.

  1. Tahap IV Remaja Akhir usia 17- 21 tahun

Pada usia ini remaja sudah bisa menentukan sendiri yang dia anggap baik untuk dirinya. Kecerdasan remaja sudah sampai pada penerimaan terhadap agamanya, pemahaman yang mendalam secara ilmiah dan rasional, perasaan pentingnya melakukan ajaran agama dan tindakan yang berdasarkan oleh agama.

Kepercayaan dalam beragama pada remaja ini juga dibedakan menjadai beberapa kriteria :

Percaya ikut ikutan

Agama memang berasal dari bawaan tempat dimana seorang anak dibesarkan. Berawal dari mengikuti kebiasaan atau didikan lingkungan keluarga kemudian pada usia diatas 16 tahun, remaja akan mulai lebih kritis dan sadar sesuai tumbuh kembangnya.

Percaya dengan kesadaran

Menyadari pentingnya dan peranan agama dalam kehidupan dan mulai membuktikan pribasinya untuk menjalankan ajaran agamanya. Semangat beragama ini muncul sebagai upaya membentuk pribadi dirinya.

Percaya, tapi ada keraguan

Keraguan bisa didapatkan atau muncul akibat situasi yang tidak diinginkannya terjadi misalnya terhadap kegagalan, kehilangan, yang kemudian berdampak pada perubahan perilaku sebagai kontradiksi atas apa yang sudah dilakukannya dengan apa yang didapat.

Tidak percaya

Tidak percaya atau ateis. Proses pertumbuhannya dalam keluarga mungkin mengalami tekanan tekanan dimana dia mulai mempertanyakan tentang kebebasan dankebahagiaan tanpa aturan atau batasan. Tekanan dari orang tua menjadi akar permasalahan sedari diri.

Baca juga :

W. Starbuck memaparkan keraguan tentang ajaran agama dalam remaja didapatkan dari :

  • Kepribadian berhubungan dengan jenis kelamin.
  • Kesalahan tafsir.
  • Kesalahan organisasi agama.
  • Kebutuhan manusia yang tidak pernah puas.
  • Kebiasaan.
  • Pendidikan.
  • Ikut campur ilmu magis yang menyesatkan.

Perkembangan agama pada dewasa awal dan dewasa akhir menunjukkan sikap umum sebagai berikut : dapat menentukan pribadinya sendiri, menggariskan jalan hidup yang sesuai, bertanggungjawab, menetapkan prinsip prinsip pribadi.

Baca juga:

Sifat keagamaan pada anak dibagi menjadi enam:

  1. Unreflective/ kurang mendalam: Agama dipelajari tidak secara mendalam hanya sekedarnya saja. Pada fase ini mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang kadang tidak masuk akal.
  1. Egosentris: Ide tentang berkomunikasi dengan Tuhan lewat doa mulai tampak. Ini terjadi pada usia 9- 12 tahun. Isi doa berisi tentang keinginan egosentris menuju masalah terkait dengan orang lain yang bersifat etis.
  1. Anthromorphis: Konsep anak mengenai ketuhanan berasal dari pengalaman yang dijelaskan secara subjektif dan konkret.
  1. Verbalis dan Ritualis: Anak dapat menghapat kalimat keagamaan, ayat ayat suci secara verbalis dan melaksanakan aktivitas keagamaan yang diajarkan pada mereka. Misalnya shalat dan membaca doa bagi umat muslim.
  1. Imitatif: Tindak keagamaan diperoleh dengan cara meniru orang lain atau orang tua. Jika orang tua mencontohkan atau menggambarkan sosok yang religius, maka anak akan mencontoh.
  1. Rasa heran: Rasa heran pada anak tentang keagamaan masih belum kritis seperti orang dewasa. Perlunya peranan orang tua untuk menjelaskan secara baik dan sesuai tahapan tumbuh kembang mereka.

Baca juga : Psikologi Sastra

Faktor – faktor yang Mempengaruhi Psikologi Agama

Secara umum, terdapat faktor faktor yang mungkin mempengaruhi perkembangan psikologi agama pada seseorang:

  1. Faktor Kognitif: Pada usia remaja pendidikan agama hanya merupakan pengetahuan yang perlu diketahui tanpa memperdalam lebih lanjut. Isu isu agama dan dasar agama diketahui tanpa memperdalam maknanya.
  1. Faktor Personal: Faktor ini mengacu pada konsep individual yaitu proses dimana seseorang menyendiri untuk memastikan apa yang diyakininya dan identitas. Identitas memiliki maksud seseorang berproses menuju kestabilan jiwa.
  1. Faktor Hereditas: Perbuatan buruk akan membekas dan menimbulkan rasa bersala yang tidak bisa dihindari. Perbuatan yang disengaja atau tidak dan menimbulkan kerugian untuk orang lain akan dinilai buruk dan dianggap dosa dalam ajaran agama. Hal tersebut akan berdampak pada perkembangan kejiwaan keagamaan seseorang.

Baca juga: Psikologi Konseling

Fungsi Psikologi Agama

Memahami tugas dan fungsi psikologi agama:

  1. Menerangkan perilaku yang menyimpang pada diri manusia seduai dengan ajaran agama.
  2. Memprediksi perilaku sesuai dengan ajaran agama.
  3. Mengontrol perilaku manusia agar tidak melakukan penyimpangan terhadap ajaran agama.
  4. Mengarahkan manusia mencapai ridho dari Tuhan.

Maka dengan demikian tugas terbesar psikologi agama adalah menghantarkan manusia untuk memenuhi kecenderungannya untuk kembali kepada sang pencipta dengan baik. Psikologi agama membantu menyelamatkan manusia dengan menggunakan ajaran ajaran agama dalam kitab suci.

Manfaat Psikologi Agama

Terdapat beberapa manfaat menggunakan psikologi agama dalam kehidupan sehari – hari. Diantaranya:

  • Pemecahan Masalah

Psikologi agama berperan dalam kehidupan manusia dalam memecahkan masalah, merubah pola pikir dan pertimbangan terhadap tindakan atau perilaku. Agama mampu meningkatkan ketentraman hati manusia yang percaya dan menjalani ajaran kepercayaannya.

  • Perubahan Perilaku

Agama juga berpengaruh terhadap pertimbangan seseorang untuk bersikap atau berperilaku menjadi lebih positif dan memberi pengaruh baik kepada lingkungannya. Psikologi agama dapat dipraktekkan pada seluruh lapangan kehidupan manusia baik pendidikan, ekonomi, psikoterapi, dan lainnya.

Psikologi agama sudah digunakan sejak jaman dahulu misalnya pada masa pemerintahan Belanda yang memanfaatkan psikologi agama demi kepentingan politik. Snouck Hurgronje menggunakan pendekatan agama kepada pemuka agama untuk mempertahankan penjajahan belanda di tanah air.

  • Pengaruh Terhadap Etos Kerja

Menurut penelitian, psikologi agama juga termasuk peraturan perusahaan atau tempat kerja yang mengijinkan adanya waktu istirahat untuk beribadah. Hasil penelitian mengatakan ketersediaan waktu untuk ibadah, atau memberikan ceramah keagamaan di waktu tersebut dapat meningkatkan tingkat kejujuran, kepercayaan, dan kinerja staf dengan pendekatan agama.

Jepang dikenal memiliki etos kerja yang tinggi. Hal in ternyata dimulai dengan penggunaan pendekatan psikologi agama dalam membangun negaranya.

Di Jepang terdapat mitos bahwa kaisar Jepang merupakan titisan dari dewa matahari (Amiterasu Omikami). Mitos ini menumbuhkan ketaatan pada jiwa Bushido atau ketaatan pada pemimpin. Kepercayaan pada mitos ini membangkitkan semangat keagamaan para prajurit Jepang dalam Perang Dunia II untuk melakukan harakiri (bunuh diri) dan bergabung dalam pasukan Kamikaze (pasukan berani mati). Setelah masa peperangan usai, jiwa Bushido ini menjadi jiwa dengan etos kerja dan disiplin yang tinggi yang terus tumbuh di masyarakat.

Dari berbagai pemaparan contoh penggunaan psikologi agama diatas, psikologi agama sendiri bisa disimpulkan memiliki banyak manfaat untuk manusia dan kehidupannya dalam lingkungan bermasyarakat.

Psikologi agama memberikan peranan penting dalam mempengaruhi kejiwaan atau hati seseorang dan menetapkan tekad atau pikiran positif terhadap perilaku yang akan dilakukan sebagai dasar yang dipercayai benar.Agama menjadi dasar setiap tingkah laku manusia yang memiliki konsekuensi tertentu apabila kebaikan berdasarkan kepercayaannya dilanggar.

Pengaruh Budaya dalam Era Global terhadap Jiwa Keagamaan

Era globalisasi ini ditandai dengan kemajuan IPTEK yang sangat pesat. Mudahnya berbagai fasilitas bisa didapatkan kinimulai dari transportasi dan komunikasi atau lainnya. Nilai nilai tradisional perlahan mulai ditinggalkan. Hal hal yang dianggap tabu menjadi sangat umum dan diterima masyarakat. Tradisi masyarakat sudah tidak banyak lagi dijadikan pegangan. Hal tersebut masuk dan mempengaruhi sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.

Pandangan psikologi dalam agama mempengaruhi perubahan yang berhubungan dengan sikap dan perilaku akibat globalisasi. Osgood dan Tannenbaum mengungkapkan bahwa saat ini perubahan sikap dan perilaku terjasi akibat persamaan persepsi pada diri seseorang dan orang lain atau masyarakat. Hal ini berarti apabila terdapat hal yang dinilai baik oleh individu dan memiliki persepsi yang sama dengna mayoritas masyarakat hal tersebut akan ditrima.

Globalisasi ini juga mempengaruhi jiwa keagamaan pada seseorang terkait dengan nilai nilai yang di anut. Tradisi keagamaan tampak disemarakkan namun dalam sisi tertentu esensinya dalam batin mungkin berkurang. Hal ini dapat mempenggaruhi keyakinan seseorang terhadap agamanya. Orang dengan keyakinan agama yang besar memungkinkan untuk tidak terlalu terbawa dengan kecanggihan era globalisasi ini.

Namun orang orang dengan keyakinan yang longgar akan memiliki pandangan yang hebat terhadap perkembangan teknologi dan keyakinan terhadap agama mulai berkurang. Kekosongan jiwa ini akan mengusik individu dan mendorong individu untuk mencari penentram jiwa.

Penjelasan penjelasan terkait dengan psikologi agama sudah dipaparkan diatas. Psikologi ternyata juga dipengaruhi oleh agama begitu juga agama yang juga dipengaruh oleh psikologi. Psikologi agama sendiri merupakan ilmu terapan yang menggabungkan dua keilmuan.

Psikologi agama mendasari seorang manusia dalam bertingkah laku melalui pendekatan kepercayaan atas apa yang diyakini dengan kejiwaan seseorang.

Keyakinan tersebut berdampak pada tingkah laku baik dan kejiwaan seseorang yang tenang. Namun apabila agama tidak mendasari kehidupan seseorang, maka orang tersebut akan dilanda kegelisahan yang tidak jelas lalu mempengaruhi tindakan atau tingkah lakunya di lingkungan. Pentingnya agama sebagai dasar perkembangan kejiwaan manusiaa sangatlah jelas sekali.

Baca juga : Psikologi Forensik

Semua orang yang menyakini agamanya akan menjadi orang baik dan sebaliknya. Ajaran kepercayaan terhadap perbuatan buruk yang akan mendapatkan neraka dan perbuatan baik mendapatkan surga menjadi pendorong seseorang untuk memperbaiki diri. Kepercayaan bahwa dunia ini fana dan dunia yang sesungguhnya adalah akhirat membawa seseorang lebih memaknai hidup dan menjaga setiap perilakunya dengan baik.

You may also like