Psikologi dan sastra adalah dua aspek pengetahuan yang berbeda namun memiliki berbagai keterkaitan. Sebelum kita masuk pada pemahaman psikologi sastra, ada baiknya dipahami terlebih dahulu maksud dari masing-masing kata di atas.
Sastra merupakan kata serapan dari Bahasa Sansekerta yang artinya adalah “tulisan yang mengandung instruksi atau pedoman”. Dalam penggunaannya, kata ini lebih sering digunakan untuk merujuk pada kesusasteraan, yaitu hasil karya penulisan yang mengandung keindahan dan unsur seni, misalnya puisi, drama dan esai. Di sisi lain, psikologi sendiri merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental yang dialami dan diperbuat oleh manusia. Baca juga : Cabang Cabang Psikologi
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sastra lebih cenderung ke arah fiksi yang menonjolkan keindahan, sementara psikologi lebih cenderung ke arah yang riil dan berdasarkan fakta. Walaupun demikian keduanya saling berkaitan karena kata sastra dan psikologi mengangkat tema manusia dan kehidupan sebagai bahan analisa yang utama (Jatman, 1985). (Baca juga: Antropologi)
Seiring dengan perkembangan zaman, karya sastra yang awalnya merupakan produk yang dihasilkan sebagai tumpahan perasaan dan digunakan sebagai bacaan pengisi waktu luang semata telah menjadi suatu bahan kajian untuk memahami dinamika kehidupan. Berbagai kajian lainnya seperti sosiologi sastra, antropologi sastra dan lainnya semua berkembang di era modern. Terutama, hal ini didorong oleh keinginan untuk memahami karya sastra secara lebih mendalam dan tidak hanya sebatas berhenti pada mengikuti alur cerita dari karya sastra yang bersangkutan. Hal inilah yang mendorong pendekatan dan kajian ilmiah terhadap karya sastra.
Baca juga: Psikologi Pendidikan
Sastra dalam Prespektif Psikologi
Psikologi sastra melakukan kajian sastra dengan memandang karya sastra sebagai kegiatan kejiwaan baik dari sang penulis maupun para pembacanya (Kinanti, 2006). Karya sastra, terutama yang berbentuk prosa seperti cerpen, drama dan novel pasti selalu menampilkan kisah tokoh-tokoh dalam menjalani kehidupan mereka. Dalam menuliskan karyanya, para pengarang pasti menghadirkan tokoh dengan karakter dan perilaku yang unik untuk menambah daya tarik pada cerita yang dituliskannya. Aspek inilah yang diangkat oleh psikologi sastra sebagai bahan kajian, terutama mengenai latar belakang tindakan dan pikiran dari para tokoh dalam karya sastra terkait.
Baca juga: Psikologi Abnormal
Pengertian Psikologi Sastra menurut para ahli
Wellek dan Austin (1989:90) menjelaskan bahwa psikologi sastra memiliki empat arti. Pertama, psikologi sastra adalah pemahaman kejiwaan sang penulis sebagai pribadi atau tipe. Kedua, pengkajian terhadap proses kreatif dari karya tulis tersebut. Ketiga, analisa terhadap hokum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra. Dan keempat, psikologi sastra juga diartikan sebagai studi atas dampak sastra terhadap kondisi kejiwaan daripada pembaca.
Sementara itu, menurut Ratna (240:350) psikologi sastra adalah analisa terhadap sebuah karya sastra dengan menggunakan pertimbangan dan relevansi ilmu psikologi. Ini berarti penggunaan ilmu psikologi dalam melakukan analisa terhadap karya sastra dari sisi kejiwaan pengarang, tokoh maupun para pembaca.
Dengan kata lain, dapat juga dikatakan bahwa psikologi sastra melakukan kajian terhadap kondisi kejiwaan dari penulis, tokoh maupun pembaca hasil karya sastra. Secara umum dapat diambil kesimpulan adanya hubungan yang erat antara ilmu psikologi dengan karya sastra.
Baca juga: Psikologi Industri dan Organisasi
Penelitian Psikologi Sastra
Perkembangan penelitian psikologi sastra di Indonesia sangat lambat. Hal ini desebabkan oleh beberapa factor di bawah ini:
- Analisa yang sempit karena psikologi sastra sering hanya dikaitkan dengan manusia sebagai individu dan bukan sebagai bagian dari struktur sosial.
- Para penulis dan sarjana sastra kurang memiliki pengertian terhadap psikologi sastra karena pengertian teori-teori psikologi yang sangat terbatas.
- Terkait dengan kedua faktor di atas, relevansi kajian psikologi sastra menjadi kurang menarik bagi para akademisi, terbukti dengan jumlah skripsi dan karya tulis yang ditulis dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra masih sangat sedikit.
Baca juga: Psikologi Sosial
Tujuan utama dari psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terdapat dalam sebuah tulisan. Secara hakiki, karya sastra memberikan cara untuk memahami perubahan, kontradiksi dan berbagai penyimpangan dalam masyarakat, tyerutama dalam kaitannya dengan kondisi kejiwaan.
Wellek dan Warren (1962:81) menyebut ada dua macam analisa psikologis, yaitu analisa psikologi yang hanya berhubungan dengan pengarang dan studi psikologi dalam kaitannya dengan inspirasi dan ilham. Dalam penelitian yang dilakukan, psikologi sastra lebih memperhatikan hal kedua karena membahas psikologi dalam hubungannya dengan aspek kejiwaan dari tokoh-tokoh dalam karya sastra tersebut.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka penelitian psikologi sastra dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama adalah dengan menggunakan pemahaman terhadap hokum-hukum psikologi yang lalu diaplikasikan sebagai metode analisa terhadap sebuah karya sastra. Sementara itu, cara kedua adalah dengan menetapkan karya sastra yang akan digunakan sebagai objek penelitian lalu baru menetapkan hukum-hukum psikologi yang relevan untuk menganalisa.
Penerapan Psikologi Sastra
Psikologi sastra dengan menggunakan psikoanalisis terhadap seni dan sastra diawali oleh Freud sendiri. Beberapa karya Freud yang bersangkutan dengan karya seni di antaranya:
1. L’interpretation des Reves
Memiliki arti Interpretasi Mimpi, merupakan buku terbitan tahun 1899. Buku ini adalah buku klasik yang menguraikan tentang tafsir mimpi. Buku ini juga merupakan dasar teoritis tentang hubungan antara psikoanalisis dan sastra.
2. Delire et Reves dana “La Grandiva” de Jensen.
Dalam buku ini Freud melakukan analisa terhadap sebuah cerpen karya Jensen dengan judul La Grandiva. Dalam analisanya tersebut, Freud menyuimpulkan bahwa kepribadian dari tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian dalam cerpen tersebut sesuai dengan teori-teorinya tentang kepribadian manusia.
3. La Creation Litteraire et le reve Evelie
Memiliki arti sebagai Penciptaan Sastra dan Mimpi dengan Mata Terbuka. Merupakan esai karya Freud yang diterbitkan pada tahun 1908. Dalam esai ini, Freud mengungkapkan penemuannya tentang kemiripan pada proses penulisan sebuah karya sastra dengan kesenangan yang diperoleh anak-anak pada saat bermain. Di sini, Freud menyamakan penulis dengan anak-anak yang sedang bermain dan menciptakan dunia imajiner yang diperlakukannya dengan sangat serius.
4. Un Souvenir d’enfance de Leonardo de Vinci
Karya ini memiliki arti tentang Kenangan Masa Kanak-kanak Leonardo da Vinci, terbitan 1910. Dalam buku ini Freud melalukan analisa terhadap Leonardo da Vinci berdasarkan biografi dan karya-kraya seninya, termasuk lukisan Mona Lisa yang terkenal akan senyumannya yang misterius tersebut. Dalam buku ini, Freud juga mengenalkan konsep sublimasi yang kemudian menjadi konsep penting dalam teori kebudayaan.
5. Das Unheimliche
Merupakan buku karya Freud yang terbit thaun 1910 dan memiliki arti Keanehan yang Mencemaskan. Dalam buku ini Freud mengungkapkan tentang kesan yang dirasakan oleh pembaca pada saat menikmati karya sastra yang bersifat horror atau tragedy. Walaupun karya sastra itu menimbulkan perasaan takut, ngeri dan cemas tetapi beberapa pembaca tetap menyukai hasil karya dengan bentuk tersebut.
Walaupun demikian, penerapan psikoanalisis dalam sastra lebih banyak dilakukan oleh para ahli sastra sendiri seperti Charles Mauron dan Max Milner. Pada tahun 1963, Charles Mauron, seorang kritikus sastra yang berasal dari Perancis mengembangkan cara yang terstuktur dalam melakukan kiritik karya sastra yang lalu dikenal sebagai psikokritik.
Sementara itu, Max Milner yang merupakan penulis berkebangsaan Jerman menulis sebuah buku berjudul Freud et L’interpretation de la literature atau Freud dan Interpretasi Sastra. Buku ini menjelaskan teori-teori psikologi Freud terkait dengan karya sastra.
Baca juga: Psikologi Konseling
Psikoanalisis Dalam Psikologi Sastra
Menurut Endraswara (2008:196), psikonalaisis merupakan istilah khusus yang digunakan dalam penelitian psikologi sastra. Psikoanalisis sendiri pertama kali diungkapkan oleh Sigmund Freud, psikolog terkemuka kelahiran Moravia, Austria.
Dalam penelitian terhadap karya sastra dengan metode psikologi, psikoanalisis merupakan hal yang banyak digunakan. Karena psikoanalisis sendiri mencakup pemahaman yang sangat luas, biasanya dalam penelitian sastra, teori psikonalisis hanya diambil bagian-bagian yang relevan dan dianggap berguna saja.
Psikoanalisis digunakan untuk menganalisis tokoh-tokoh yang dituliskan oleh pengarang sebagai buah dari imajinasinya yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dengan menganalisis kondisi kejiwaan dari para tokoh yang ada dalam karya sastra yang dihasilkannya, dapat disimpulkan bagaimana kondisi kejiwaan dari sang penulis pada saat menuliskan karya sastranya.
Baca juga: Psikologi Faal
Konsep Freud yang paling mendasar tentang psikoanalisis adalah tentang ketidaksadaran. Menurut Freud, kepribadian manusia terbagi menjadi tiga lapis, yaitu:
1. Tidak Sadar (Unconcious), Merupakan bagian terbesar dari kepribadian yang mempengaruhi perilaku manusia. Sering kali tidak terlihat secara jelas.
2. Prasadar (Preconcious), Merupakan bagian kepribadian manusia yang tidak disadari, namun berpotensi untuk menjadi sadar
3. Sadar (Conscious), Merupakan bagian dari kepribadian manusia yang sadar akan keadaan sendiri dan keadaan sekitar.
Dalam perkembangan selanjutnya, Freud juga mengungkapkan konsep teknis lainnya, namun dengan dasar konsep yang sama yaitu tingkah laku manusia lebih banyak ditentukan dan digerakkan oleh alam bawah sadar dalam kepribadiannya. Dalam teori-teori Freud yang mutakhir, pembagian struktur kepribadian manusia adalah:
Id
Merupakan satu satunya komponen dalam kepribadian yang telah ada sejak saat manusia lahir. Komponen kepribadian ini merupakan aspek kepribadian yang sepenuhnya sadar dan tergolong perilaku yang bersifat naluriah dan primitive.
Baca juga: Kode etik Psikologi
Menurut Freud, id merupakan sumber dari energi psikis dan merupakan komponen utama dalam kepribadian manusia. Faktor pendorong id adalah kesenangan yang berusaha untuk mencapai kepuasan dari segala keinginan dan kebutuhan dengan sesegera mungkin. Jika kebutuhan ini tidak seera dipuaskan, maka akan menimbulkan kondisi kecemasan atau ketegangan. Contoh paling tepat adalah pemenuhan makanan dan minuman pada saat timbul rasa lapar dan haus.
Kemudian, Freud berkesimpulan bahwa id telah hadir sejak saat manusia dilahirkan. Argumen ini dibuktikan oleh bayi yang baru lahir. Pada saat bayi merasa lapar atau haus, sang bayi akan terus menangis sampai disusui oleh ibunya. Oleh sebab itu, id juga merupakan aspek kepribadian yang terpenting di awal kehidupan seseorang.
Baca juga: Psikologi Keperawatan
Ego
Ego merupakan komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk berhubungan dengan dunia nyata. Teori Freud mengungkapkan bahwa ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat diungkapkan dengan cara yang dapat diterima dalam dunia nyata. Ego bekerja dengan berlandaskan pada prinsip realitas, di mana pemuasan keinginan id dicapai melalui usaha dan cara-cara yang realistis dan dapat diterima dengan baik secara social.
Kemudian, prinsip realitas melakukan pertimbangan dengan membandingkan antara manfaat dan kerugian dari suatu tindakan sebelum melakukan suatu tindakan dan mengikuti impuls. Pada umumnya, dorongan impuls dari id dapat ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan pertimbangan dari ego, penundaan ini dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang tepat. Selain itu ego juga melepaskan ketegangan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya impuld dari id dengan proses sekunder. Dalam hal ini, ego mencoba untuk menemukan obyek lain di dunia nyata yang menggantikan gambaran kebutuhan yang diciptakan oleh id.
Baca juga: Psikologi Kepribadian
Superego
Komponen kepribadian ini adalah yang berfungsi untuk menampung semua standar moral dan cita-cita yang kita peroleh dari orang tua dan masyarakat sekitar, termasuk nilai-nili tentang apa yang benar dan salah dalam masyarakat. Superego memberikan petunjuk untuk membuat penilaian. Superego mencakup berbagai peraturan dan standar perilaku yang diharapkan dalam masyarakat. Mengikuti peraturan ini menimbulkan perasaan bangga.
Superego memuat informasi tentang berbagai hal yang dianggap buruk sesuai dengan standar yang ditentukan oleh orang tua dan masyarakat. Superego bertindak untuk menyempurnakan perilaku manusia dalam masyarakat dengan menekan impuls-impuls mendesak dari id, namun tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat.
Manfaat Psikoanalisis dalam Sastra
Pendekatan psikologi sastra dengan psikoanalisis memungkinkan untuk mengklasifikasikan penulis karya sastra berdasarkan tipe psikologi dan fisiologis. Psikoanalisis juga bisa menguraikan kelainan jiwa hingga ke alam bawah sadar. Intepretasi dari karya sastra sebagai produk hasil analisa psikologi membutuhkan seorang psikolog untuk mencocokkannya dengan berbagai dokumen di luar karya sastra itu sendiri.
Psikoanalisis berguna untuk memberikan penilaian terhadap karya sastra karena psikologi dapat memberikan pemahaman terhadap proses kreatif, misalnya kebiasaan pengarang untuk menulis lalu melakukan revisi dan menulis karyanya kembali.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk hal-hal berikut:
- Melihat ketidakteraturan, perubahan dan distorsi dalam karya sastra.
- Memberikan analisa psikologis terhadap tokoh-tokoh dalam karya sastra.
- Memberikan kesimpulan terhadap kondisi jiwa dari pengarang.
Baca juga: Psikologi Eksperimen
Psikoanalisis dan Proses Kreatif Sastra
Proses kreasi karya sastra menurut teori psikoanalisis dapat dibagi dalam dua cara, yaitu:
1. Sublimasi
Sublimasi berkaitan erat dengan konsep ketidaksadaran. Seperti telah dituliskan di atas, id yang berada dalam ketidaksadaran manusia selalu menuntut pemuasan terhadap kebutuhan dan keinginan dengan segera. Seringkali tuntutan tersebut bertentangan dengan superego yang berusaha untuk mempertahankan kelakuan agar tetap sejalan dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Walaupun dorongan dan impuls dari id tetap menuntut pemenuhan dan harus dipenuhi, namun agar tetap dapat diterima oleh masyarakat sekitar, impuls itu dialihkan ke dalam bentuk yang berbeda misalnya ilmu pengetahuan, aktivitas olah raga atau dalam hal ini karya seni. Proses pengalihan dorongan dari id ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat ini disebut sebagai sublimasi.
Freud dalam torinya menyimpulkn bahwa sublimasi merupakan akar dari kebudayaan manusia. Kreativitas dan kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru terkandung dalam sublimasi. Contoh bentuk hasil dari sublimasi misalnya agama, berbagai macam mesin, peralatan teknik, puisi, novelm cerpen, ilmu pengetahuan dan aktivitas olah raga.
2. Asosiasi
Asosiasi bebas atau asosiasi adalah suatu teknik yang sering dipraktekkan oleh para seniman seperti penulis dan pelukis untuk mendapatkan inspirasi dalam menciptakan karya seni mereka. Bagi para penulis, seorang penulis dapat menggunakan teknik asosiasi pada saat memulai menuliskankarya sastra mereka untuk menuliskan segala hal yang terlintas dalam pikiran mereka.
Setelah semua hal yang ada dalam pikirannya tersebut selesai dituliskan barulah sang penulis akan memeriksa tulisan tersebut sambil membuat perubahan , menambah atau mengurangi dan memberikan berbagai sentuhan akhir.
Seringkali, pada saat penciptaan karya sastra dengan asosiasi ini seorang pengarang memasukkan unsur-unsur yang berasal dari kejadian-kejadian yang dialaminya sendiri, khususnya kejadian yang dialami pada saat masa kanak-kanak atau pikiran dan imajinasinya yang paling liar sebagai wujud dorongan id yang dimunculkan dan ditumpahkan dalam bentuk karya seni.
Baca juga: Psikologi Keluarga
Proses asosiasi ini terkadang dilakukan oleh sebagian penulis dengan melakukan ritual tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Beberapa contoh ritual yang menarik untuk diperhatikan misalnya:
- Schiller mempunyai kebiasaan untuk menaruh apel busuk di meja kerjanya.
- Balzac suka menulis sambil memakai pakaian biarawan.
- Mark Twain dan Marcel Proust mempunyai kebiasaan menulis di atas tempat tidur.
- Emha Ainun Najib suka menulis dengan menggunakan kertas warna warni.
Selain itu, contoh yang lebih umum adalah soal waktu menulis, misalnya ada penulis yang lebih menyukai menulis pada malam hari, sementara penulis lainnya lebih menyukai untuk menulis pada pagi atau siang hari. Demikian juga mengenai tempat menulis, sebagian pengarang lebih menyukai untuk menulis di tempat yang sepi dan sunyi, sementara sebagian lainnya lebih menyukai untuk menulis di tengah keramaian.
Baca juga: Psikologi Kognitif
Analisa Terhadap Tokoh Cerita
Selain aspek penulisnya, analisa psikologi sastra dapat dilakukan terhadap tokoh cerita. Endaswara (2008:104) mengungkapkan beberapa langkah yang diperhatikan pada saat melakukan analisa terhadap sebuah karya sastra:
- Perlunya dilakukan kajian secara menyeluruh baik terhadap unsure intrinsic maupun ekstrinsik, terutama pentingnya penekanan terhadap unsur intrinsic pada unsure tokoh dan perilakunya
- Selain pada tokoh, perlu juga dilakukan kajian terhadap tema dari karya sastra itu sendiri. Analisa sifat dan perilaku tokoh tidak boleh hanya berfokus kepada tokoh utama baik protagonist maupun antagonis. Tokoh-tokoh lain dalam karya sastra yang bersangkutan juga harus diungkap, meskipun terkadang tokoh-tokoh ini dianggap tidak penting dan hanya sebagai pendukung. Yang terpenting adalah pada saat melakukan analisa, peneliti harus dapat mengungkapkan alasan yang masuk akal mengenai watak tokoh dan sebab watak tersebut disematkan oleh penulis kepada tokoh tersebut
- Berkaitan dengan alur cerita, konflik dalam sifat tokoh misalnya phobia, halusinasi atau schizophrenia yang berhubungan dengan jalan cerita dari karya sastra terkait.
Baca juga: Psikologi Anak
Selain itu, hal penting lainnya yang harus diperhatikan pada saat melakukan kajian terhadap sebuah teks adalah agar peneliti tidak hanya terbatas pada penggunaan teori psikologi atau membahas psikologi secara terlalu mendalam dan ilmiah dengan mengesampingkan aspek kesastraan dari teks yang dianalisa.
Analisa Terhadap Kreativitas
Beberapa langkah yang perlu dipahami pada saat melakukan kajian terhadap kreativitas dalah:
- Aspek ekstrinsik yang meliputi cita-cita, aspirasi , keinginan, falsafah hidup, obsesi dan lainnya yang merupakan tuntutan personal. Berkaitan dengan hal ini, maka peniliti dari sebuah karya sastra harus mencari tahu tentang riwayat hidup dari sang penulis sejak masa kanak-kanak hingga saat sang penulis menelurkan hasil karya yang diteliti. Dengan demikian maka peneliti dapat menemukan berbagai pengalaman pribadi yang diekspresikan dalam karyanya tersebut.
- Motif dan tujuan penulisan perlu diteliti dan dibahas lebih lanjut. Dengan analisa pada aspek ini, maka dapat ditemukan apakah penulis memang mengungkapkan mengenai tekanan tertentu seperti tekanan politik atau hanya sekedar mengungkapkan kekecewaan terhadap pemerintah, lingkungan social dan lainnya.
- Peneliti juga perlu mencari adanya keterkaitan antara karya sastra tersebut dengan dampak atau pengaruh psikologis yang diberikannya terhadap pembaca.
Baca juga: Psikologi Forensik
Dan pada akhirnya, ilmu psikologi mampu melakukan pendekatan ke berbagai jenis studi ilmu lainnya. Tidak terkecuali pada ilmu sastra. Ulasan – ulasan diatas merupakan ulasan lengkap terkait psikologi dalam lingkup sastra, ataupun sebaliknya.