Eksistensialisme merupakan aliran yang berfokus pada manusia terkait ke-”beradaan”-nya. Aliran ini menekankan bahwa manusia lahir ke dunia untuk dapat memberikan manfaat kepada lingkungan sekaligus untuk dapat mengenal lebih dalam mengenai dirinya sendiri. Akan tetapi, sering kali permasalahan yang muncul adalah tidak selamanya keberadaan diri manusia selalu aman atau bisa saja direbut oleh manusia lain.
Dasar dari ilmu mengenai konsep psikologi eksistensial salah satunya berasal dari tulisan-tulisan karya seorang teolog dan filsuf asal Jerman yang bernama Soren Kierkegaard. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa memang terdapat pengaruh filsafat dalam psikologi sebagai pendukung ilmu Berdasarkan suatu sumber, disampaikan bahwa Kierkegaard melihat manusia bukan merupakan sebuah objek dan menentang persepsi subjektif sebagai satu-satunya realita yang dimiliki seseorang.
Teori eksistensialisme secara umum
Secara umum, terdapat dua konsep dasar dari teori eksistensial yang menjadi konsep yang mendasari berbagai konsep eksistensial yang muncul setelahnya, yaitu:
Being in the World
Berdasarkan makna dengan bahasa Indonesia, being in the world lebih tepat didefinisikan sebagai hadir di dunia. Kata “being” berarti hadir atau ada dan kata “in the world” berarti di dunia. Selain itu, being in the world juga dapat disebut dengan dasein dalam bahasa Jerman. Being in the world merupakan konsep fundamental dalam psikologi eksistensial, sebab seluruh struktur eksistensial manusia didasarkan pada konsep ini.
Terdapat tiga bentuk being in the world yang dapat dirasakan manusia, yakni umwelt, mitwelt, dan eigenwelt. Individu yang sehat akan hidup dalam ketiga bentuk being in the world tersebut karena ketiganya merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan.
- Umwelt, yaitu lingkungan sekitar, seperti keterbatasan yang digambarkan dengan kegelapan, malam, dingin, dan pasang surut.
- Mitwelt, yaitu hubungan individu dengan individu lain atau lingkungan manusia, seperti keterbatasan yang digambarkan dengan kekalahan atau kelumpuhan.
- Eigenwelt, yakni manusia itu sendiri, termasuk badannya, seperti alam pikiran.
Non-being
Non-being atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kehampaan merupakan ketakutan yang berasal dari kesadaran atas diri sendiri sebagai makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang. Ketakutan tersebut membuat manusia lari dari kewajibannya untuk membuat keputusan atau membuat keputusan tanpa mempertimbangkan dirinya dan keinginannya.
Terdapat beberapa contoh bentuk dari non-being, seperti kematian, kecanduan mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, konformitas terhadap ekspektasi masyarakat secara buta, melakukan aktivitas sosial secara bebas, perilaku kompulsif, perilaku merusak, dan sikap permusuhan.
Teori eksistensialisme Menurut para ahli
Teori eksistensialisme Kierkegaard
Kierkegaard juga menekankan pentingnya kebebasan dan tanggung jawab yang seimbang. Dengan kata lain, manusia berhak untuk mempunyai kebebasan dalam bertindak dengan memperluas kesadaran dirinya, tetapi juga harus bertanggung jawab terhadap tindakan tersebut. Kebebasan dan tanggung jawab itu akan didapat manusia ketika ia dapat melepas kecemasannya.
Kierkegaard menyampaikan bahwa terdapat tiga tahap eksistensi, yaitu sebagai berikut:
- Eksistensi Estetik
Menurut Kierkegaard, yang sangat penting bagi manusia adalah keadaan dirinya sendiri atau eksistensi sendiri. Dalam keberadaanya tersebut eksistensi manusia bukan statis, melainkan menjadi, yang secara implisit di dalamnya terjadi perubahan dan perpindahan dari kemungkinan pada tingkat kenyataan.
Dalam Perkembangannya, dinamika eksistensi manusia sendiri terjadi dalam kebebasan dan keluar dari kebebasan. Dengan demikian, eksistensi manusia berada dalam kebebasan karena manusia dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam kehidupannya.
- Eksistensi Etik
Pergeseran dari taraf estetik ke taraf etik yang digambarkan oleh Kierkegaard sebagai orang yang meninggalkan nafsu sementara dan masuk ke segala bentuk kewajiban. Dalam hidup, manusia telah menyadari dan menghayati akan adanya patokan-patokan nilai yang sifatnya umum. Oleh karena itu, manusia secara terus-menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pilihan manusia yang pertama dan senantiasa harus diputuskan, yaitu yang berhubungan dengan persoalan baik dan buruk.
Kemudian dalam waktu yang bersamaan ia harus pula mampu menempatkan diri di antara kedua pilihan. Dengan berbuat dan bersikap terhadap keadaan tersebut, maka keputusannya itu menjadi bermakna. Sebaliknya, jika tanpa pendirian yang tegas mengenai pilihan terhadap keputusan tersebut maka sebenarnya manusia tidak menjalani suatu bentuk eksistensi yang berarti atau bermakna.
Hal tersebut dikarenakan dalam hidup dan kehidupannya manusia itu bebas untuk memilih dan membuat keputusan. Artinya, manusia harus mampu mempertanggungjawabkan dirinya. Dengan kesediaan bertanggung jawab ini kebebasannya untuk memilih dan memutuskan menjadi bermakna pula. Secara ilmu, terdapat teori tanggung jawab dalam psikologi yang berkaitan dengan konsep ini.
- Eksistensi Religius
Bentuk eksistensi religius dapat memberikan suatu sikap dan perilaku manusia yang hakiki dalam menghadapi yang abadi. Segala bentuk keputusan berada di tangan Allah. Allah menyatakan diri dalam kesadaran manusia. Selanjutnya, untuk mencapai taraf eksistensi religius tersebut manusia tidak hanya bisa melakukannya sekali saja melainkan harus diulangi terus-menerus sebagai suatu yang berkesinambungan atau berkelanjutan.
Manusia tidak lagi mempersoalkan kebenaran objektif karena pada eksistensi ini manusia tidak mengidamkan lagi pengertian dan kesaksian dari sesama manusia. Sebaliknya, kebenaran yang dihadapi manusia adalah kebenaran yang Mutlak atau kebenaran yang hakiki.
Teori eksistensialisme menurut Rollo May
Tokoh selanjutnya yang membahas psikologi eksistensial adalah Rollo May. Rollo May merupakan seorang terapis yang praktiknya sangat dipengaruhi oleh aliran eksistensialisme sebagai salah satu aliran-aliran psikologi yang ada. May menemukan sudut pandang baru mengenai manusia, sehingga ia menjadi tokoh psikologi eksistensial yang memiliki pengaruh besar di Amerika.
Psikologi eksistensial secara umum dapat diartikan sebagai cabang ilmu psikologi yang topik bahasannya seputar teori kecemasan, ‘diri’, dan kebebasan sebagai syarat eksistensi manusia. Akan tetapi, Rollo May lebih berfokus pada konsep ‘diri’ sebagai syarat mendasar bagi eksistensi manusia.
Menurutnya, ‘diri’ adalah daya yang dapat membuat manusia mengetahui setiap tindakan yang diambilnya. Daya tersebut perlu dijaga, sebab jika tidak ada daya, maka akan menyebabkan kecemasan. Dalam hal ini, kecemasan menjadi dampak dari kondisi manusia yang kehilangan dirinya, sehingga penting untuk hidup perlu dihayati dengan kebebasan yang dimiliki manusia.
Selain itu, May juga melihat manusia tinggal dalam dunia yang berisi dengan berbagai pengalaman masa kini dan harus mampu bertanggung jawab terhadap diri mereka di masa selanjutnya. Ada atau tidaknya kemampuan dalam bertanggung jawab tersebut kemudian dapat menunjukkan perbedaan antara pribadi yang sehat dan tidak sehat.