Gangguan Psikologi

Depresi dalam Psikologi – Penyebab – Cara Mengatasi

Gangguan depresi dalam psikologi bukanlah perasaan sedih yang berlangsung sesaat saja, melainkan merupakan perasaan sedih dan merasa tidak berarti secara terus menerus. Hal ini juga dapat disertai dengan kurangnya keinginan untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya dirasa menyenangkan. Depresi merupakan suatu penyakit yang kompleks dan melibatkan fisik dan mental. Depresi dapat ditangani dengan menggunakan obat obatan disertai dengan terapi.  (Baca: Teori Psikososial Erikson)

Dalam psikologi, depresi merupakan sejenis penyakit yang melibatkan fisik, mood dan pikiran. Depresi dapat mengganggu kehidupan sehari hari, kegiatan normal dan mengakibatkan rasa sakit bagi penderita dan orang orang sekitar yang peduli kepadanya. (baca: Teori Belajar Behavioristik)

Gangguan depresi bukanlah pertanda dari kelemahan seseorang atau suatu kondisi yang dapat diusir begitu saja dengan keinginan dan kemauan yang kuat. Orang orang dengan gangguan depresi tidak dapat keluar dari situasi yang dialami dengan sendirinya. Tanpa pengobatan, gejala depresi dapat berlangsung selama berminggu minggu, berbulan bulan dan bahkan selama beberapa tahun.  (Baca: Fobia Sosial )

Depresi merupakan suatu penyakit serius yang umum diderita dan kebanyakan orang yang mengalaminya membutuhkan pengobatan untuk sembuh. Pengobatan yang tepat dapat membantu penderita depresi.

Jenis – jenis Depresi

Gangguan depresi dapat dating dalam beberapa bentuk seperti halnya dengan penyakit lain seperti penyakit pada hati. Secara umum ada 3 jenis gangguan depresi yang umum ditemui, namun di dalam ketiga jenis depresi ini terdapat perbedaan dalam gejala, tingkatan dan juga keberlangsungan.

Depresi yang hebat ditandai dengan gabungan dari beberapa gejala yang mengganggu kemampuan penderitanya untuk bekerja, belajar, makan dan menikmati kegiatan yang menyenangkan. Depresi yang demikian dapat terjadi beberapa kali dalam kehidupan manusia. (Baca: Psikologi Cinta).

1. Dysthymic

Sering juga disebut sebagai dysthymia, melibatkan gejala jangka panjang yang berlangsung dua tahun atau kurang. Gejala yang dialami tidaklah terlalu hebat, namun seringkali gejala ini mencegah seseorang dari beraktivitas secara normal ataupun merasa senang. Bayak orang yang menderita dysthymia juga merasakan depresi yang hebat dalam kehidupan mereka. (baca: Teori Psikologi Perkembangan)

2. Depresi Psikotik

Jenis depresi ini terjadi pada saat gejala depresi juga disertai dengan suatu bentuk psikosis, misalnya adalah pemisahan dari kenyataan, halusinasi dan juga delusi

3. Depresi Postpartum

Depresi ini sering kali didiagnosa pada ibu muda yang baru melahirkan. Umumnya depresi ini ditemui dalam jangka waktu 1 bulan sejak seorang wanita melahirkan. Diperkirakan ada sebanyak 10 – 15 persen wanita yang menderita depresi postpartum sesudah melahirkan. (baca: Teori Belajar Humanistik)

4. Seasonal Affective Disorder

Merupakan jenis depresi yang umum ditemui pada orang yang tinggal di tempat dengan 4 musim. Depresi ini umumnya ditandai dengan dimulainya musim dingin di mana terdapat sinar matahari yang lebih sedikit. Pada saat musim semi, gejala depresi umumnya akan mereda atau menghilang. Penanganan yang umumnya dilakukan adalah dengan terapi cahaya. Namun, hamper separuh dari penderita Seasonal Affective Disorder tidak merespon terhadap terapi chaya. Oleh karena itu obat anti depresi dan psikoterapi seringkali digunakan sebagai penanganan.

5. Gangguan Bipolar

Ini merupakan jenis gangguan yang ditandai dengan siklus perubahan mood antara sangat aktif atau mania dan depresi. (baca: Tipe Kepribadian MBTI)

Gejala Depresi

Perlu diingat di sini adalah bahwa tidak semua orang yang mengalami depresi mengalami semua gejala yang ada. Beberapa orang mengalami sejumlah gejala, sementara beberapa orang lainnya mengalami gejala yang lebih banyak. Tingkat keparahan dari gejala gejala tersebut juga berbeda beda dari satu individu ke individu lain dan juga berbeda dari waktu ke waktu. Secara umumnya, gejala depresi adalah sebagai berikut di bawah ini:

  1. Secara terus menerus merasa sedih, gelisah atau merasa hampa.
  2. Merasa tidak ada harapan atau pesimis. (baca: Jenis Emosi)
  3. Merasa bersalah, merasa tidak berharga atau merasa tidak dapat berbuat apa apa.
  4. Hilang minat atau kesenangan pada hobi dan berbagai aktivitas yang sebelumnya memberikan kenikmatan, termasuk sex. (baca: Gangguan Mental Pada Anak)
  5. Tidak berenergi, merasa lelah dan merasa lamban. (baca: Psikologi Pendidikan)
  6. Kesulitan berkonsentrasi, kesulitan mengingat dan kesulitan untuk membuat keputusan.
  7. Insomnia, sering bangun pada pagi hari atau tidur sampai siang hari.
  8. Hilang selera makan dan penurunan berat bada, atau makan berlebihan dan peningkatan berat badan.
  9. Pikiran akan kematian atau bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
  10. Rasa kegelisahan dan merasa lekas marah. (baca: Cabang – Cabang Psikologi)
  11. Gejala fisik yang secara terus menerus dan tidak memberikan respon terhadap pengobatan seerti sakit kepala, gangguan penceraan atau rasa sakit yang kronis. (baca: Trauma Psikologis)

Penyebab Depresi

Secara umum, tidak ada satu hal pun yang dapat disebut sebagai penyebab depresi. Depresi dapat disebut sebagai hasil dari gabungan berbagai macam hal seperti genetic, biokimia, lingkungan dan faktor psikologis. Penelitian memberikan indikasi bahwa depresi merupakan sebuah gangguan pada otak.

Teknologi pencitraan otak seperti magnetic resonance imaging atau MRI menunjukkan bahwa otak para penderita depresi terlihat berbeda dibandingkan dengan otak orang yang tidak menderita depresi. Bagian otak yang berfungsi untuk mengatur mood, berpikir, tidur, selera makan dan tingkah laku tampaknya berfungsi secara abnormal pada penderita depresi. (baca: Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik)

Selain itu, neurotransmitter, sejenis kimia yang digunakan oleh sel sel otak untuk berkomunikasi tampaknya juga tidak seimbang. Walaupun demikian, teknologi ini tidak dapat mengungkapkan mengapa depresi terjadi. (Baca: Cara Menjadi Pribadi yang Menyenangkan )

Beberapa bentuk depresi cenderung berlangsung secara turun temurun. Hal ini memberikan indikasi bahwa depresi merupakan sesuatu yang berkaitan dengan genetika manusia. Walaupun demikian, depresi juga dapat terjadi pada orang tanpa sejarah depresi dalam keluarga. Riset genetika menunjukkan bahwa resiko untuk terkena depresi berasal dari pengaruh beberapa gen yang bersama sama dengan lingkungan dan berbagai faktor lainnya.

Di samping itu, trauma, kehilangan seseorang yang dicintai, hubungan yang sulit atau situasi lainnya yang penuh dengan stress juga dapat menjadi pemicu depresi. Berikut ini adalah penyebab depresi berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. (baca: Kecerdasan Emosional dalam Psikologi)

1. Depresi pada Wanita

Wanita leboh rawan untuk terkena depresi dibandingkan dengan pria. Berdasarkan penelitian, resiko wanita untuk terkena depresi adalah dua kali lipat dibandingkan dengan pria. Biologis, siklus kehiduopan, hormone dan beberapa faktor lainnya yang unik pada wanita mungkin dapat dikaitkan dengan tingkat depresi wanita yang lebih tinggi.

Riset telah menunjukkan bahwa berbagai jenis hormon yang mempengaruhi kimia dalam otak dapat mengendalikan emosi dan mood. Beberapa wanita mungkin lebih rentan terhadap bentuk premenstrual dysphoric disorder atau lazim dikenal dengan PMDD. (baca: Ciri – ciri Pubertas)

Wanita yang menderita PMDD umumnya mengalami depresi, kegelisahan, mudah marah dan perubahan mood secara drastic. Hal ini umumnya terjadi 1 minggu sebelum menstruasi. Dengan demikian maka ini akan mempengaruhi kemampuan wanita penderita PMDD untuk beraktivitas dengan normal. (Baca: Cara Mengatasi Anak Pemarah)

Para wanita dengan PMDD tidak selalu memiliki hormon yang berubah dengan drastic, tetapi mereka biasanya memiliki respon yang berbeda terhadap perubahan ini. Mereka mungkin juga memiliki riwayat gangguan mood lainnya dan perbedaan dalam kimia otak yang menyebabkan mereka untuk menjadi lebih sensitive terhadap perubahan hormon yang berhubungan dengan menstruasi. Para ilmuwan menyelidiki dengan mendalam bagaimanakah siklus peningkatan dan penurunan estrogen dan hormon lainnya dapat memberikan pengaruh kepada kimia otak yang dikaitkan dengan depresi. (baca: Kode Etik Psikologi)

Sebagai contoh, para wanita sangat rentan untuk terserang depresi sesudah melahirkan. Saat sesudah melahirkan merupakan saat di mana banyak terjadi perubahan hormon dan perubahan fisik. Hal tersebut juga ditambah lagi dengan tanggung jawab baru untuk mengasuh anak. Kesemua faktor tersebut dapat menjadi suatu beban yang berlebihan.  (Baca: Cara Mendidik Anak Hiperaktif)

Banyak dari para ibu muda yang mengalami masa singkat “baby blues”. Namun, selanjutnya pada sebagian dari mereka, ada juga yang mengalami depresi postpartum yang merupakan sebuah kondisi yang lebih serius dan membutuhkan pengobatan secara aktif serta dukungan emosional.

Sejumlah penelitian menganjurkan bahwa wanita yang mengalami depresi postpartum sebelumnya telah pernah mengalami gangguan depresi. Pengobatan yang diberikan oleh ahli terapi yang simpatik serta dukungan emosional dari keluarga merupakan hal yang paling utama untuk membantu para ibu muda agar dapat segera memulihkan kondisi fisik dan mentalnya serta merawat sang bayi dan menemukan kesenangan di dalamnya.

Banyak wanita juga menghadapi stress tambahan yang berasal dari lingkungan kerja dan tanggung jawab yang harus diemban oleh mereka di rumah. Orang tua tunggal dan merawat anak dan orang tua, penyiksaan, kemiskinan dan kesulitan dalam hubungan juga merupakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental para wanita. Walaupun demikian, namun beberapa wanita yang mengalami tantangan hebat mengalami depresi, sementara beberapa wanita lainnya dengan tantangan yang serupa tidak mengalami depresi. (Baca: Prospek Kerja Lulusan Psikologi)

2. Depresi pada Pria

Para pria diperkirakan ada sekitar 6 juta pria di Amerika Serikat yang menderita gangguan depresi setiap tahunnya. Riset dan bukti klinis mengungkapkan bahwa baik pria mauoun wanita dapat mengalami gejala umum depresi. Sering kali mereka memiliki pengalaman yang berbeda akan gejala depresi dan memiliki cara yang berbeda pula untuk menangani gejala yang dialami.

Para pria sering kali lebih mudah untuk mengenali kelelahan, mudah marah dan kehilangan minat pada pekerjaan dan hobi serta gangguan pada tidur. Walaupun demikian, pria cenderung kurang peka terhadap timbulnya rasa sedih, perasaan tidak berharga dan rasa bersalah yang berlebihan.(Baca: Psikologi Agama) Beberapa ilmuwan mempertanyakan mengenaik definisi umum dari depresi dan kecukupan dari metode yang digunakan untuk mendiagnosa gejala depresi yang dialami oleh pria. (baca: Karakter Phlegmatis)

Depresi juga dapat mempengaruhi kesehatan fisik pria dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan wanita. Suatu penelitian membuktikan bahwa walaupun depresi sering dikaitkan dengan meningkatnya gejala penyakit jantung koroner baik pada pria maupun wanita, tetapi hanya menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pada pria.

Walaupun umumnya pria lebih mudah mengenali gejala depresi, namun daripada mencari pertolongan atau pengobatan yang tepat, para pria lebih sering beralih ke alkohol dan obat obatan terlarang. (Baca:  Psikologi Konseling)

Beberapa pria sering mengalihkan gejala depresi yang dialaminya dengan bekerja secara berlebihan untuk menyembunyikan gejala yang dialaminya dari keluarga, teman dan dirinya sendiri. Namun terkadang pria juga bereaksi dengan mengambil resiko secara berlebihan dan melakukan hal hal yang membahayakan bagi dirinya.

Di Amerika Serikat sendiri pria memiliki kecenderungan empat kali lipat dibandingkan dengan wanita untuk melakukan bunuh diri pada saat depresi. Ini menunjukkan bahwa para pria sering kali tidak mendapatkan diagnosa yang memadai yang mungkin dapat mencegah terjadinya bunuh diri.

Walaupun pria lebih mudah mengenali depresi, tetapi pria cenderung lebih enggan untuk mencari pertolongan. Oleh sebab itu, maka diperlukan dukungan dan bantuan dari para anggota keluarga. Selain itu, di tempat kerja juga dibutuhkan bantuan dan dukungan dari para rekan kerjanya untuk meyakinkan penderita depresi bahwa gejala yang dialaminya tersebut merupakan suatu jenis penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat. (Baca: Teori Psikologi Kepribadian)

3. Depresi pada Manula

Banyak orang yang sering salah mengerti bahwa depresi merupakan hal yang wajar pada manusia lanjut usia atau manula. Pada kenyataannya kebanyakan dari para manusia lanjut usia cukup memiliki kepuasan terhadap kehidupan mereka. Walaupun demikian, terkadang depresi dapat berkembang dan hal tersebut sering kali dianggap sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. (baca: Hakikat Manusia dalam Prespektif Psikologi)

Depresi yang terjadi pada manusia lanjut usia sering kali tidak tampak dengan jelas karena para warga senior sering menunjukkan gejala yang berbeda dan tidak terlalu jelas. Selain itu para manusia lanjut usia sering kali juga lebih jarang untuk mengalami dan mengakui perasaan sedih.  (Baca: Psikologi Kepribadian )

Tambahan lagi adalah para manusia lanjut usia juga sering memiliki kondisi kesehatan seperti penyakit jantung, stroke atau kanker yang juga dapat menimbulkan gejala depresi. Di samping itu, terkadang mereka juga memakai obat obatan yang efek sampingnya dapat berkontribusi kepada depresi.

Beberapa manusia lanjut usia juga daoat mengalami apa yang disebut sebagai depresi vascular atau yang disebut juga sebagai depresi arteriosclerotic atau juga depresi subcortical ischemic. Depresi vascular dapat terjadi pada saat pembuluh darah berkurang kelenturannya sehingga menjadi kurang fleksibel dan mengeras dan juga menyempit. Pengerasan pada pembuluh darah membuat berkurangnya aliran darah ke berbagai bagian tubuh termasuk otak. Mereka yang mengalami depresi vascular sering kali cenderung beresiko juga untuk terkena penyakit jantung lainnya atau stroke. (Baca: Tipe Kepribadian Manusia)

Mayoritas para manusia lanjut usia yang mengalami depresi akan membaik pada saat mereka menerima pengobatan dalam bentuk obat anti depresan, psikoterapi atau kombinasi dari keduanya. Penelitian telah membuktikan bahwa penanganan berupa pengobatan dan kombinasi pengobatan dan terapi berjalan efektif dalam mengurangi tingkat depresi yang terjadi pada para manusia lanjut usia. (baca: Kecerdasan Interpersonal)

Penanganan dengan psikoterapi saja juga dapat secara efektif meningkatkan periode tanpa depresi, terutama pada para manusia lanjut usia dengan depresi minor. Penanganan depresi pada manusia lanjut usia dalam bentuk psikoterapi terutama sangat efektif pada para manusia lanjut usia yang tidak mampu atau tidak menginginkan untuk menggunakan obat anti depresan.

Pengenalan dini dan penanganan yang cepat terhadap depresi yang dialami oleh para manusia lanjut usia akan membantu untuk meningkatkan kualitas hidup para manusia lanjut usia. Selain itu juga akan membuat mereka lebih menikmati kehidupan mereka. Hal ini juga merupakan hal yang membantu bagi keluarga dan para perawat. (baca: Cara Mengenali Potensi Diri)

Penanganan Depresi

Seperti yang telah disebutkan di atas depresi memiliki berbagai macam bentuk dan taraf. Satu hal yang pasti adalah, depresi dengan taraf yang paling parah sekalipun merapakan sebuah jenis gangguan yang dapat diobati. Seperti halnya dengan banyak jenis penyakit lainnya, semakin cepat gejala depresi dikenali berarti semakin cepat sebuah penyakit dapat ditangani. Penanganan yang lebih awal memberikan hasil yang lebih efektif dan mengurangi kemungkinan depresi untuk kembali terjadi. (Baca: Konsep diri dalam Psikologi)

Penanganan yang tepat terhadap depresi dapat dimulai dengan pemeriksaan secara fisik oleh dokter. Obat obatan tertentu dan juga berbagai kondisi medis seperti infeksi virus dan gangguan pada kelenjar tiroid dapat menyebabkan gejala yang serupa dengan depresi. Oleh sebab itu, dengan pemeriksaan oleh dokter maka gejala gejala tersebut dapat disingkirkan baik dengan pemeriksaan semata ataupun disertai dengan pemeriksaan laboratorium.

Bila penyebab fisik untuk depresi dapat disingkirkan maka berikutnya adalah pemeriksaan psikiologis akan dilakukan. Pemeriksaan psikologis meliputi pemeriksaan status mental yang dapat dilakukan oleh seorang dokter atau sang dokter dapat juga memberikan referensi kepada ahli kesehatan mental yang professional. (Baca: Teori Belajar Kognitif)

Dalam pemeriksaan psikologis, sang pasien akan diminta untuk mengungkapkan berbagai hal seperti riwayat depresi dalam keluarga, termasuk penanganannya. Di samping itu, sang pasien juga akan diperiksa untuk riwayat gejala yang berlangsung, seperti sudah berapa lama gejala berlangsung, seberapa parah gejala yang dialami serta apakah pasien pernah mengalami berbagai gejala yang ada sebelumnya.

Selain itu sang pasien juga akan diberi pertanyaan apakah gejala yang timbul telah ditangani sebelumnya dan bila iya, jenis penanganan yang sudah pernah diterima. Hal yang umum ditanyakan pada akhir sesi adalah tentang penggunaan minuman beralkohol dan obat obatan terlarang serta apakah sang pasien permah emikirkan tentang kematian atau bunuh diri.

Setelah diagnose didapatkanm seorang pengidap depresi dapat ditangani dengan berbagai metode yang ada. Penanganan yang paling umum diberikan adalah pengobatan dan psikoterapi. (Baca: Psikologi Industri dan Organisasi)

1. Pengobatan

Pemberian obat anti depresan biasanya bertujuan untuk menormalisasi tingkat kimia dalam otak yang lazimnya disebut neurotransmitter. Beberapa jenis neurotransmitter yang paling utama dipengaruhi oleh pemberian anti depresan adalah serotonin dan norepinephrine. Beberapa obat anti depresan ditujukan kepada neurotransmitter lainnya yaitu dopamine. (baca: Gejala Penyakit Alzheimer)

Hal yang perlu diingat oleh pasien adalah, agar obat anti depresan dapat bekerja dengan efektif, maka pasien perlu untuk menggunakan obat obatan tersebut sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam resep dan digunakan dengan waktu yang teratur. Pasien baru dapat merasakan efek yang meringankan gejala depresi sesudah penggunaan obat dengan teratur dan sesuai dosis selama masa waktu 3 sampai dengan 4 minggu.

Walaupun telah mengalami peringanan gejala, namun pasien harus melanjutkan penggunaan obat sesuai dengan masa waktu yang dianjurkan oleh dokter mereka. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terulang kembalinya gejala depresi. Pengobatan hanya boleh dihentikan sebelum waktu yang ditentukan oleh dokter. Beberapa jenis obat obatan perlu untuk dihentikan secara perlahan lahan untuk memberikan waktu penyesuaian bagi tubuh. (Baca: Tahap Perkembangan Emosi Anak)

Walaupun obat anti depresi sebetulnya tidak menyebabkan kecanduan atau membentuk kebiasaan, tetapi menghentikan penggunaan obat anti depresi secara mendadak dapat menyebabkan terjadi kembalinya gejala gejala depresi. Pada beberapa individu yang mengalami depresi kronis dan berulang, obat anti depresi mungkin harus digunakan untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan.

Kemudian, apabila sebuah pengobatan tidak dapat berfungsi dengan baik, dokter mungkin mengubah pengobatan ke pengobatan lainnya dan pasien harus terbuka untuk menerima obat lainnya. Penelitian terbaru membuktikan bahwa pasien yang tidak menunjukkan perbakan kondisi sesudah penggunaan obat pertama memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk sembuh sesudah mereka mengubah pengobatan mereka atau menambah obat baru ke dalam jenis obat yang mereka gunakan saat ini.  (Baca: Kepribadian Ganda)

2. Psikoterapi

Ada banyak jenis psikoterapi, termasuk di dalamnya adalah psikoterapi jangka pendek yang berlangsung 10 sampai 20 minggu. Ada juga psikoterapi lainnya yang bersifat jangka panjang yang lebih tergantung kepada kebutuhan individu. Dua jenis utama psikoterapi yang paling efektif dalam menangani depresi adalah Terapi kognitif-perilaku dan Terapi interpersonal. (baca: Tipe Kepribadian Melankolis)

Dengan mengajarkan cara berpikir dan berperilaku yang baru, terapi kognitif-perilaku membantu para pasien mengubah cara berpikir dan berperilaku yang negative, yang mungkin berkontribusi terhadap depresi mereka. Terapi interpersonal membantu orang untuk mengerti dan mengatasi hubungan pribadi yang bermasalah yang mungkin menyebabkan atau memperparah depresi mereka. (Baca: Big Five Personality)

Bagi para penderita depresi taraf ringan dan sedang, sering kali psikoterapi merupakan metode penanganan yang terbaik. Namun demikian, untuk depresi parah dan pada beberapa orang, psikoterapi mungkin tidak cukup. Penelitian telah mengindikasikan bahwa pada remaja, kombinasi dari penggunaan obat dan psikoterapi merupakan cara penanganan depresi yang paling efektif dan mengurangi kemungkinan terjadi kembalinya depresi.

Demikian penjelasan lengkap terkait gangguan mental Depresi dalam Psikologi.

Berikut ini Sake Prama Wisakti S. Psi, Psikolog di Rs dr. Dradjat Prawiranegara mengenai depresi.

Share
Published by
Site Default

Recent Posts

Chrometophobia (Fobia Uang): Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…

1 month ago

Anemophobia : Pengertian, Gejala, Penyebab, dan Cara Pengobatannya

Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…

1 month ago

Pantophobia : Pengertian, Gejala, Penyebab dan Cara Pengobatannya

Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…

2 months ago

Heliophobia : Pengertian, Penyebab, Gejala, Komplikasi dan Pengobatannya

Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…

2 months ago

Somniphobia : Gejala, Penyebab dan Cara Pengobatannya

Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…

2 months ago

Cibophobia : Pengertian, Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya

Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…

2 months ago