Home » Teori Psikologi » Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli dan Penerapannya

Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli dan Penerapannya

by Site Default

Psikologi merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mencoba untuk memahami tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai macam situasi. Hal ini tentunya berkaitan dengan tindakan manusia yang paling mendasar. Sungguh hal paling mendasar yang membedakan manusia dibandingkan dengan hewan adalah kemampuan manusia untuk melakukan analisa terhadap keadaan yang dihadapi dan menggunakan pengalamannya tersebut untuk kemudian hari. Dengan kata lain kemampuan manusia untuk belajar adalah salah satu factor paling utama yang membedakan manusia dengan hewan.

Baca juga: Psikologi Pendidikan

Di dalam ilmu psikologi terdapat berbagai teori yang mencoba untuk menjelaskan mengenai proses manusia dalam belajar. Teori teori tersebut di antaranya adalah teori belajar klasik, teori belajar kontruktifisme, teori belajar kognitif dan teori belajar sosial.

Teori belajar kognitif merupakan sebuah teori yang luas dan mencoba untuk menjelaskan tentang proses berpikir dan berbagai proses mental. Selain itu, teori belajar kognitif juga menjelaskan  bagaimana berbagai proses mental ini dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari internal dan eksternal untuk menghasilkan pembelajaran secara individu.

Pada saat proses kognitif bekerja secara normal, maka akuisisi dan penyimpanan pengetahuan akan bekerja dengan baik dan semestinya. Namun, pada saat proses kognitif ini tidak efektif, maka penundaan dalam proses belajar dan berbagai kesulitan dalam belajar akan dapat terlihat.

Baca juga: Psikologi eksperimen

Proses yang terjadi menurut teori belajar kognitif adalah observasi, pengkategorian dan pembentukan pendapat umum tentang lingkungan kita. Gangguan yang terjadi dalam proses kognitif alami akan menyebabkan masalah dalam perilaku suatu individu dan hal yang menjadi factor kunci dalam menangani masalah ini terletak pada bagaimana mengubah proses yang terganggu tersebut.

Contohnya adalah bagaimana seseorang dengan gangguan perilaku makan sesungguhnya mempercayai bahwa mereka memiliki berat badan yang berlebih. Beberapa dari mereka merupakan hasil dari gangguan kognitif yang terjadi sebagai akibat dari persepsi terhadap berat badan mereka sendiri yang terganggu.

Dua macam Teori Kognitif

Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana otak manusia, yang merupakan jaringan paling hebat untuk memproses dan mengintepretasikan informasi yang digunakan oleh manusia pada saat mempelajari berbagai hal. Secara umum, teori belajar kognitif dapat dibagi dalam 2 bagian besar yang lebih spesifik, yaitu: Teori kognitif social dan Teori kognitif behavioral atau perilaku.

Pada saat kita mendengar kata belajar, maka yang biasanya kita maksud adalah “melakukan proses pemikiran dengan menggunakan otak”. Konsep yang paling mendasar dari belajar ini merupakan pandangan yang paling utama dari teori belajar kognitif. Teori ini sendiri telah banyak digunakan untuk menjelaskan berbagai proses mental yang memberikan pengaruh dan mempengaruhi berbagai faktor. Faktor faktor intrinsik dan ekstrinsik nantinya akan mempengaruhi proses belajar dari suatu individu. (Baca : Teori Cinta Sternberg)

Teori belajar kognitif menunjukkan bahwa dengan berbagai proses berbeda yang berhubungan, proses belajar dapat dijelaskan dengan pertama melakukan analisa secara mendalam terhadap bermacam proses mental yang terjadi. Selain itu, teori belajar kognitif juga menganjurkan bahwa dengan proses kognitif yang efektif maka proses belajar akan menjadi lebih mudah dan informasi baru akan dapat disimpan dalam ingatan untuk waktu yang sangat lama.

Di sisi lain, proses kogntif yang tidak efektif akan menimbulkan berbgai kesulitan dalam proses belajar yang akan dapat dilihat dalam kehidupan suatu individu. Berikut ini adalah merupakan teori teori dalam teori belajar kognitif:

1. Teori Kognitif Sosial

Dalam teori kognitif sosial ini ada 3 variabel yang harus dipertimbangkan. Variabel variabel ini adalah:

  1. Faktor perilaku.
  2. Faktor lingkungan atau disebut juga faktor ekstrinsik.
  3. Faktor personal atau dikenal juga sebagai faktor intrinsic.

Tiga bariable dalam teori kognitif social ini dapat dikatakan saling berkaitan satu dengan lainnya. Ketiganya merupakan variabel yang secara bersama sama membantu proses belajar untuk terjadi. Suatu pengalaman individu akan bergabung dengan berbagai macam determinan yang menentukan perilaku serta faktor lingkungan.

Dalam interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, keyakinan manusia, idea dan kompetensi kognitif akan dimodifikasi dan diubah oleh berbagai rupa faktor eksternal. Contoh contoh faktor eksternal ini misalnya adalah orang tua yang memberikan dukungan, lingkungan yang penuh dengan stress atau bisa juga seperti udara yang panas dan berdebu atau ilkim yang dingin. (Baca juga : Psikologi Warna)

Demikian juga halnya dalam interaksi antara seseorang dengan perilaku. Dalam hal ini, proses kognitif seseorang akan mempengaruhi perilakunya. Dmikian pula halnya adalah kinerja dari perilaku yang demikian akan mengubah bagaimana cara seseorang berpikir.

Pada akhirnya adalah interaksi antara lingkungan dengan perilaku. Faktor eksternal dapat mengubah bagaimana seseorang berperilaku. Demikian juga sebaliknya, perilaku seseorang juga dapat mempengaruhi dan memberikan perubahan terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya.

Dengan demikian maka model ini secara jelas mengimplikasikan bahwa agar proses belajar yang efektif dan mendorong k earah yang positif dapat terjadi, maka suatu individu seharusnya memiliki karakteristik personal yang bersifat positif, menunjukkan perilaku yang semestinya dan juga berada di dalam lingkungan yang memberikan dukungan.

Sebagai tambahannya, teori kognitif sosial menyebutkan bahwa pengalaman baru harus dievaluasi oleh suatu individu yang berada dalam tahap belajar dengan menggunakan metode untuk melakukan analisa perbandingan terhadap pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Perlu diingat bahwa pengalaman yang pernah dialamu sebelumnya yang digunakan dalam analisa ini harus memiliki determinan yang sama.

Oleh karena itu, maka menurut teori kognitif sosial, proses pembelajaran sendiri merupakan hasil dari evaluasi yang seksama dan mendalam terhadap pengalaman yang dialami sekarang ini dibandingkan dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya

Konsep dasar

Dengan demikian maka teori kognitif social memiliki beberapa konsep dasar. Konsep konsep dasar yang diusung oleh teori kognitif social ini tidak hanya dapat dilihat pada individu yang telah dewasa, namun dapat juga diamati pada bayi, anak anak dan remaja. Konsep dasar dalam teori kognitif social adalah:

1. Pembelajaran dengan Observasi

Secara singkatnya ini merupakan suatu proses untuk memperoleh pelajaran dari orang lain yang dilakukan dengan mengamati apa yag mereka lakukan. Proses ini dapat dikatakan merupakan cara yang efektif bagi suatu individu untuk memperoleh pengetahuan baru dan juga mengubah perilaku. (baca juga: Antropologi)

2. Reproduksi

Reproduksi di sini merupakan suatu proses yang mana di dalamnya memiliki tujuan untuk secara efektif meningkatkan perilaku yang berulang dengan cara meletakkan suatu individu dalam lingkungan yang nyaman. Pengulangan perilaku ini juga didukung dengan berbagai materi yang tersedia untuk memberikan motivasi bagi individu tersebut untuk mempertahankan pengetahuan baru dan perilaku yang telah dipelajari. Selain itu lingkungan tersebut juga harus mendukung bagi individu untuk mempraktekkan perilaku yang telah dipelajari tersebut. (Baca juga : Konsep Diri Dalam Psikologi)

3. Kemajuan diri

Hal ini menjelaskan tentang arah tujuan di mana seorang pembelajar meningkatkan pengetahuan barunya. Pengetahuan yang baru diperoleh dan perilaku barunya tersebut harus dimajukan dengan praktek. Teori kognitif sosial percaya bahwa semakin sering seorang individu melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan baru atau perilaku baru yang diperolehnya akan membantu individu tersebut untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan perilaku barunya secara lebih efektif. (Baca: Psikologi Anak)

4. Penanganan Emosional

Dalam teori kognitif social, suatu mekanisme penanganan yang baik akan sangat bermanfaat untuk mencegah lingkungan yang penuh dengan stress dan karakteristik personal yang bersifat negative. Hal ini akan menuntun kepada proses belajar yang lebih efektif, terutama pada orang dewasa. (Baca: Teori Psikologi Kepribadian)

5. Kemampuan Mengatur Diri Sendiri

Berdasarkan konsep ini, manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilakunya. Menurut teori kognitif social, bahkan pada saat manusia berada dalam suatu lingkungan yang tidak mendukung sekali pun, manusia tetap dapat mengendalikan perilaku yang dimilikinya. (Baca: Hakikat Manusia Dalam Perspektif Psikologi)

2. Teori Kognitif Behavioral atau Perilaku

Pada dasarnya teori kognitif perilaku ini menjelaskan tentang peranan dan pengaruh dari kognisi atau mengetahui dalam menentukan dan memperikirakan tentang pola tingkah laku dari suatu individu. Dasar dari teori ini dikembangkan oleh Aaron Beck.

Teori Kognitif Behavioral mengataan bahwa para individu cenderung untuk membentuk suatu konsep pribadi yang akan memberikan pengaruh terhadap tingkah laku yang mereka tunjukkan. Konsep konsep ini dapat bersifat positif dan negatif. Selain itu, berbagai macam konsep ini juga dapat mempengaruhi lingkungan di mana seseorang berada.

Selanjutnya teori kognitif behavioral ini menjelaskan tentang tingkah laku manusia dan proses belajar dengan menggunakan apa yang disebut dengan “triad kognitif”.

Baca :

Seorang psikolog akan mencoba untuk mengubah pola pemikiran dari pasien yang berpikir bahwa mereka memiliki kelebihan berat badan dengan tujuan untuk mengurangi perilaku tidak sehat yang dihasilkannya.

Baca juga : Cabang – Cabang Psikologi

Sejarah Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif mulai berkembang secara pesat sejak tahun 1950an terutama pada pertengahan tahun 50an. Perkembangan psikologi kognitif dalam psikologi modern sendiri dimulai ejak tahun 1948 pada saat Norbert Wiener menerbitkan bukunya yang berjudul “Cybernetics: or Control and Communication in the Animal and the Machine”. Dalam bukunya tersebut, Wiener memperkenalkan istilah istilah baru seperti input dan output.

Lebih lanjut, juga pada tahun 1948, Tolman menerbitkan risetnya yang berkaitan dengan pemetaan kognitif, yaitu melatih tikus tikus untuk berjalan dalam sebuah labirin. Dengan melalui eksperimennya tersebut, Tolman mengambil kesimpulan bahwa hewan juga memiliki representasi internal dari tingkah laku.

Baca juga: Psikologi Keluarga

Kemudian lahirnya psikologi kognitif sendiri sering kali ditujukan pada peristiwa yang terjadi pada tahun 1956, yaitu pada saat terbitnya buku dari George Miller yang berjudul “The Magical Number 7 plus or Minus 2”. Perkembangan dari psikologi kognitif sendiri didukung dengan pendirian Center for Cognitive Studies atau Pusat untuk Penelitian Kognitif di Harvard. Pusat penelitian ini didirikan oleh Miller bersama dengan Jerome Bruner pada tahun 1960. Jerome Bruner sendiri merupakan salah satu pengembang teori kognitif yang terkenal.

Secara resminya, pendekatan kognitif dalam psikologi dapat dikatakan dimulai pada tahun 1967. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya buku dari Ulrich Neisser yang berjudul “Cognitive Psychology”. Dalam buku ini, Neisser menempatkan istilah psikologi kognitif dalam penggunanaan secara luas dan umum. Lebih lanjut, definisi dari kognisi menurut Neisser memberikan gambaran dari suatu konsep yang progresif pada saat itu akan konsep dari proses kognitif.

Baca juga: Psikologi Industri dan Organisasi

Istilah kognisi sendiri mengacu kepada berbagai macam proses yang mana rangsangan indera yang diterima kemudia diubah , dikurangi, ditambahkan, disimpan, diambil kembali dan digunakan. Hal ini berhubungan dengan berbagai proses bahkan pada saat mereka beroperasi walaupun tanpa adanya stimulasi yang relevan, seperti gambar dan halusinasi. Dengan definisi yang demikian luas, maka menjadi jelas bahwa kognisi melibatkan seluruh hal yang manusia mungkin untuk lakukan.

Dengan demikian maka fenomena psikologi secara keseluruhan merupakan fenomena kognitif. Walaupun psikologi kognitif berkaitan dengan seluruh aktivitas manusia dan bukan hanya sebagian darinya.

Kemudian, pada tahun 1968, Atkinson dan Siffrin lalu mengembangkan model yang menjelaskan tentang proses dari memori. Perkembangan ini dilanjutkan oleh Newell dan Simon yang pada tahun 1972 lalu mengembangkan “General Problem Solver”.

Baca juga: Psikologi Kognitif

Proses Mental dalam Psikologi Kognitif

Fokus utama dari para psikolog yang mengusung teori pembelajaran kognitif adalah proses mental yang mempengaruhi tingkah laku dari manusia. Proses mental yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Perhatian

Definisi perhatian menurut ilmu psikologi merupakan suatu keadaan kesadaran yang terfokuskan pada suatu perangkat dari informasi yang tersedia secara perseptual. Fungsi kunci dari perhatian adalah untuk mengidentifikasi data yang tidak relevan dan memfilter informasi tersebut. Dengan demikian maka data penting yang ada akan dapat diditribusikan kepada proses mental lainnya. Contohnya otak manusia dapat secara berkesinambungan menerima informasi suara, visual, rasa dan sentuhan.

Otak manusia dapat menangani hanya sedikit dari seperangkat informasi ini dan ini dapat tercapai melalui proses perhatian.

Baca juga: Psikologi Anak

Perhatian cenderung mengacu pada informasi yang bersifat visual ataupun pendengaran. Satu titik focus utama yang berkaitan dengan perhatian di dalam bisang psikologi kognitif adalah konsep dari perhatian yang terbagi. Sejumlah penelitian terdahulu yang mempelajari tentang kemampuan seseorang yang mengenakan headphones untuk memahami pembicaraan yang bermakna pada saat dihadapkan dengan pesan yang diterima dari telinga yang lain. Hal ini dikenal dengan pendengaran dikostik.

Hal utama yang ditemukan melalui penelitian ini melibatkan pemahaman yang lebih dalam akan kemampuan pikiran untuk memberikan fokus kepada satu pesan dan pada saat yang sama juga tetap memiliki kesadaran akan informasi yang diterima dari telinga yang tidak diberikan perhatian secara sadar.

Contoh dalam eksperimen ini adalah misalnya para peserta yang diberikan headphone akan diberitahu bahwa mereka akan mendengarkan dua informasi yang berbeda di masing masing telinga. Kemudian, mereka hanya diharapkan untuk memberikan perhatian mengenai informasi yang terkait dengan bola basket. Pada saat eksperimen dimulai, pesan tentang bola basket akan diperdengerkan melalui telinga kiri dan pesan lainnya akan diperdengerkan melalui telinga kanan.

Setelah beberapa waktu, informasi terkait bola basket akan dipindahkan ke telinga kanan dan informasi lain yang tidak relevan akan diperdengarkan di telinga sebelah kiri. Pada saat ini terjadi, para peserta umumnya mampu untuk mengulangi seluruh pesan pada saat eksperimen berakhir terlepas dari saat mereka mendengarkan pesan tersebut. Kemampuan untuk memberikan perhatian kepada satu pembicaraan pada saat banyak pembicaraan berlangsung dikenal dengan “cocktail party effect”.

Baca juga: Psikologi Sosial

2. Ingatan

Seara umum ada 2 macam ingatan yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Para psikolog dalam bidang psikologi kognitif lebih sering memperlajari ingatan jangka pendek.

a. Ingatan jangka pendek

Ingatan ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengingat informasi pada saat dihadapkan dengan gangguan. Kapasitas ingatan secara umum dikenal sebagai 7 kurang atau lebih 2 adalah merupakan kombinasi dari ingatan jangka pendek dan ingatan jangka pnjang.

Dalam salah satu eksperimen klasik yng dilakukan oleh Ebbinghaus, ditemukan bahwa informasi dari awal dan akhir dari daftar sejumlah kata yang disusun secara acak lebih sering diingat dibandingkan dengan kata yang berada di tengah. Hal ini dikenal sebagai “serial position effect”. Ini merupakan kurva yang berbentuk U dan dapat diganggu dengan kata kata yang menraih perhatian, umumnya dikenal dengan “Von Restorff Effect”.

Banyak model dari ingatan jangka pendek yang telah dibuat. Salah satu model yang paling terkenal adalah model yang dibuat oleh Baddeley dan Hitch. Model ini memberikan pertimbangan terhadap stimulus visual dan pendengaran. Ingatan jangka panjang digunakan sebagai suatu referensi dan merupakan pusat pemrosesan untuk menggabungkan dan memahami semuanya.

Baca juga: Psikologi Forensik

b. Ingatan jangka panjang

Konsep modern dari ingatan secara umum biasanya adalah tentang ingatan jangka panjang yang terbagi dalam 3 sub kategori, yaitu:

Ingatan Procedural

Ingatan yang diperoleh sebagai hasil dari melakukan tindakan tertentu. Hal ini seringkali diaktifkan oleh suatu level kesadaran yang rendah atau membutuhkan tingkat kesadaran yang minimal. Ingatan procedural meliputi inforasi yang bersifat stimulus dan ransangan yang diaktifkan melalui asosiasi dengan tugas dan aktivitas rutin tertentu. Seseorang biasanya menggunakan pengetahuan procedural pada saat mereka secara otomatis memberikan tanggapan terhadap situasi atau proses tertentu. (Baca juga: Psikologi Konseling)

Ingatan Semantik 

Seluruh kumpulan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan seperti bentuk dari menara Eiffel atau nama teman sekelas pada kelas 6 SD mewakili pengetahuan semantic. Akses pada ingatan semantik bervariasi dari sedikit hingga sangat membutuhkan usaha tergantung dari berbagai macam variabel termasuk, tetapi tidak terbatas kepada ingatan yang terbaru, jumlah asosiasi yang dimiliki dengan ingatan lainnya, frekuensi ingatan tersebut diakses dan tingkatan makna dari ingatan tersebut. (Baca juga: Psikologi Faal)

Ingatan Episodiak

Ingatan yang bersifat autobiografi yang dapat disebutkan secara eksplisit. Ingatan ini memuat semua ingatan yang memiliki waktu, seperti kapan seseorang menggosok gigi terakhir kali, atau di manakah seseorang pada saat ia mendengar suatu kejadian penting. Ingatan episodiak secara umumnya membutuhkan tingkat kesadaran yang mendalam, karena ingatan ini menggabungkan ingatan semantic dengan informasi tentang waktu untuk membentuk ingatan ini. (Baca juga: Psikologi Keperawatan)

3. Persepsi

Pembentukan persepsi melibatkan indera fisik seperti indera pengelihatan, indera penciuman, indera penciuman dan indera perasa serta proses kognitif. Proses kognitif digunakan untuk mengintepretasikan rangsangan yang diterima oleh seluruh indera tersebut.

Pada dasarnya, manusia memahami lingkungan sekeliling mereka melalui intepretasi dari stimulus yang diterima. Para psikolog terdahulu seperti Edward B. Tichener mulai bekerja dengan persepsi dalam pendekatan mereka yang bersifat strukturalis terhadap ilmu psikologi.

Dewasa ini, perspektif akan persepsi dalam psikologi kognitif cenderung berfokus kepada cara tertentu di mana pikiran manusia mengintepretasikan stimulus yang diterima oleh indera dan bagaimanakah intepretasi tersebut mempengaruhi perilaku. (Baca juga: Kode etik Psikologi)

4. Bahasa

Para psikolog telah sejak lama memiliki minat terhadap proses kognitif yang melibatkan bahasa. Tepatnya adalah sejak tahun 1870an pada saat Carl Wenicke mengajukan sebuah model untuk proses mental dari bahasa.

Karya tentang bahasa yang lebih kini bervariasi dengan luas. Para psikolog kognitif mempelajari akuisisi bahasa, pembentukan komponen individual dari bahasa seperti phonem, bagaimana penggunaan bahasa terlibat dalam mood serta berbagai bidang lainnya yang terkait.

Karya yang signifikan yang terbaru berkaitan dengan akuisisi bahasa dan bagaimanakah itu digunakan untuk menentukan apakah seorang anak memiliki atau beresiko memiliki gangguan dalam belajar. (Baca juga: Psikologi Sastra)

Metakognisi

Metakognisi secara luas merupakan suatu pikiran di mana seseorang memiliki pemikiran tersendiri. Secara lebih spesifik metakognisi mencakup hal hal seperti seberapa efektif seseorang memonitor kinerja mereka dalam melakukan tugas tertentu, pemahaman seseorang akan kemampuan mereka akan tugas mental tertentu, kemampuan untuk mengaplikasikan strategi kognitif. (Baca : Perilaku Abnormal)

Demikian penjelasan terkait teori belajar kognitif.

You may also like