Home » Teori Psikologi » Teori Nativisme dalam Psikologi dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan

Teori Nativisme dalam Psikologi dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan

by Khanza Savitra

Dalam dunia psikologi ada sebuah cabang ilmu yang berfokus untuk mempelajari cara pengajaran dan metode pembelajaran dalam pendidikan, ilmu ini dikenal dengan ilmu Psikologi Pendidikan. Ada banyak sekali teori yang dijadikan sebagai bahan rujukan untuk mempelajari ilmu tersebut, salah satunya adalah Teori Nativisme.

Baca juga: Psikologi Sastra

Pengertian Teori Nativisme

Kata Nativisme sendiri merupakan penyerapan kata yang berasal dari natus (lahir) atau nativus (bawaan lahir). Yaitu sebuah pandangan bahwa setiap manusia sudah memiliki kekuatan atau potensi dasar bawaan yang didapatkan secara hereditas (diturunkan secara alami). (Baca juga: Cabang – cabang Psikologi)

Teori Nativisme dalam psikologi pendidikan ini bersumber kepada Leibnitzian Tradition, yaitu tradisi yang memusatkan potensi dalam diri individu manusia. Bahwa setiap hasil perkembangan manusia,  akan ditentukan secara genetik dari garis keturunan orang tuanya.

Atau dengan kata lain, potensi yang muncul tersebut, ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan manusia  itu sendiri dalam tiap proses penerimaan ilmu pengetahuan. Adapun Yang menjadi ciri khas dalam teori ini adalah bahwa lingkungan tidak dianggap memberikan kontribusi apapun terhadap pengetahuan manusia.

Baca juga: Psikologi Keluarga

Menurut Schopenhauer, seorang tokoh yang paling berpengaruh dalam teori Nativisme mengatakan bahwa hakikatnya, “kemauan tiap diri manusia” itu sendirilah yang mewujudkan pembawaan dan bakat yang dimaksudkan. Dengan adanya pemikiran yang demikian, Ajaran Nativisme kerap disebut sebagai aliran pesimisme. Karena bagaimanapun usaha yang dilakukan manusia untuk mengasah kemampuan dalam bidang pengetahuan yang “bukan bawaannya”, selamanya ia tidak akan menguasai bidang tersebut. Namun sebagian filsuf tidak memandang demikian, malah menganggap teori ini sebagai dorongan kepada bakat terpendam yang ada dalam tiap diri manusia.

Baca juga: Psikologi Keperawatan

Tujuan Teori Nativisme

Dengan pemahaman aliran nativisme, maka setiap pendidikan dan perkembangan manusia bertujuan untuk :

  1. Menemukan bakat terpendam yang dimiliki

Dengan faktor-faktor diatas, maka setiap manusia diharapkan untuk mampu menemukan apa yang menjadi potensi diri atau bakat alaminya.

  1. Mengasah kompetensi diri sehingga menjadi ahli

Merujuk pada faktor pertumbuhan anak, maka setiap manusia dapat mengembangkan minat dan bakatnya. Tidak hanya sampai disitu, bahkan tiap manusia akan mencapai label sebagai manusia yang memiliki kompetensi dan berkemampuan menjadi yang terbaik.

  1. Memotivasi tiap individu untuk menentukan sebuah pilihan

Dengan keyakinan pembawaan yang dipaparkan, maka setiap manusia diharapkan mampu berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menjadi pilihan dalam hidupnya.

Baca juga: Kode etik Psikologi

Tokoh Populer Teori Nativisme

Dalam perkembangan teori nativisme, terdapat tokoh – tokoh psikologi yan gturut andil dalam mengembangkan teori nativisme dalam psikologi, diantaranya :

  • Arthur Schopenhauer: Dikenal melalui sebuah karya yang berjudul “The World as Will and Representation”. Baginya, bawaan lahir adalah sebagai yang paling punya kuasa dalam menentukan perkembangan dan kepribadian manusia.
  • Immanuel Kant: Dikenal melalui karya “Kritik der Reinen Vernunft”. Ia memiliki pandangan bahwa akal budi yang berasal dari pribadi manusialah yang menentukan pengharapan manusia.
  • Noam A. Chomsky: Ahli linguistik ini berpendapat bahwa perkembangan bahasa pada manusia tidak didapatkan dari pendidikan manusia itu, namun oleh bawaan biologis sejak lahir dari orang tuanya.
  • Gottfried Wilhemleibnit:  Sama seperti Schopenhauer, baginya perkembangan manusia itu sudah ditentukan sejak manusia itu dilahirkan.

Keempat tokoh diatas berkeyakinan bahwa proses pendidikan tidak mampu mengubah sifat-sifat atau karakter manusia. Atau secara kontroversial, mereka menganggap bahwa pendidikan tidak membawa manfaat yang signifikan kepada manusia. Pemikiran dari kalangan nativisme ini dikenal dengan julukan Pesimisme Paedagogi.

Baca juga: Psikologi Keperawatan

 Metode dengan Pendekatan Teori Nativisme di Indonesia

 Ternyata, pengaruh teori Nativisme juga mempengaruhi beberapa lini pendidikan Indonesia. Salah satunya mungkin dengan adanya penyelenggaraan seminar pengenalan bakat atau pelatihan pengembangan bakat sehingga bakat alamiah tersebut dapat terus diolah dan ditingkatkan.

Baca juga: Psikologi pendidikan

Salah satu contohnya adalah tes sidik jari yang digunakan untuk mengetahui kepribadian dan karakter anak. Konon, metode in isudah dikembangkan sejak ratusan tahun lalu. Salah satu tokoh yang menggeluti pola-pola sidik jari sebagai alat untuk menemukan minat dan bakat itu bernama John. E. Purkinje. Ia mengklasifikasikan adanya tiga pola utama, yaitu Busur (arch), Pusaran (Loop) dan lengkung (whorl).

Ilmu sidik jari ini berkembang dengan berdasar kepada teori epidermal (pola garis pada permukaan kulit). Ilmu ini juga dikembangkan oleh Dr. Harold Cummins yang kemudian menamakan ilmu ini dengan Dermatoglyphics yang berarti ukiran pada kulit. Nama-nama lain yang menghubungkan secara ilmiah antara kode genetik dengan kecerdasan manusia diantaranya : J.C.A Mayer (1788), Govard Bidloo (1865), dan Noel Jaquin (1958). Mereka membuat kesimpulan kalau sidik jari dapat merupakan representatif karakter dan psikologis manusia.

Baca juga: Psikologi eksperimen

Analisa sidik jari diklaim dapat membawa  manfaat sebagai berikut :

  1. Mampu menemukan karakteristik gaya belajar seseorang.
  2. Mampu mengidentifikasi bakat atau talenta bawaan.
  3. Membangun rasa percaya diri orang tersebut dari hasil tes.
  4. Menghindari adanya “kesalahan” dalam menentukan sesuatu yang bukan menjadi bakat alaminya.

Baca juga: Psikologi Faal

Penilaian Kelemahan dari Konsep Teori Nativisme dalam Psikologi

Jika pada sub tujuan teori nativisme dalam pendidikan dan perkembangan manusia kita bisa melihat keunggulan dari aliran ini, maka teori ini pun mengandung kelemahannya tersendiri. Ini bisa dilihat bahwa pada Teori Nativisme, sifat dan karakter manusia sudah tidak bisa lagi diubah walaupun kita berupaya mengubahnya.

Kemudian, hal ini dikarenakan sifat-sifat tersebut sudah merupakan turunan secara genetis atau diwarisi dari orang tuanya. Selain itu, konsep nativisme juga seolah-olah memandang pendidikan dari luar sebagai sesuatu yang bersifat pesimistis.

Baca juga: Psikologi Konseling

Beberapa Faktor yang Berpengaruh pada Perkembangan Manusia

Ada tiga faktor utama yang dianggap berpengaruh pada perkembangan manusia, yaitu :

Faktor Genetik

Faktor hereditas atau genetika yang diwariskan dari kombinasi kedua orang tuanya. Sehingga ketika anak dilahirkan, mereka akan memiliki bakat dari ayah dan ibunya. Ada banyak sekali contoh yang bisa kita temui dalam keseharian kita. Misalnya saja, seorang guru yang dilahirkan dari orang tua yang berprofesi sebagai guru.

Baca juga: Psikologi Keluarga

Faktor Kemampuan Anak

Faktor ini bersumber dari kemampuan anak tersebut menggali minat dan bakat yang dimilikinya. Jika anak tidak memiliki motivasi atau tuntutan untuk menemukan bakatnya, atau tidak dibantu untuk menemukan apa yang menjadi minat dan bakatnya, tentu ia akan sulit apa yang menjadi potensi dasar dirinya. Contohnya adalah seorang anak yang tertarik untuk mengikuti club futsal untuk mengembangkan bakat fisiknya.

Baca juga: Psikologi Industri dan Organisasi

Faktor Pertumbuhan Anak

Tidak terlalu berbeda dengan yang sebelumnya faktor pertumbuhan ini mengacu pada dorongan terhadap anak untuk mengetahui apa yang menjadi minat bakatnya dalam setiap fase tumbuh kembangnya. Dengan demikian, si anak akan bereaksi atau memberikan respon terhadap apa yang dilakukannya guna mengembangkan kemampuan dirinya.

Baca juga: Psikologi Forensik

Kesimpulan

 Aliran Nativisme merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa kesuksesan proses penerimaan ilmu pengetahuan manusia ditentukan secara hereditas oleh individu itu sendiri.

Teori ini menganggap jika setiap manusia memiliki bakat yang baik sejak lahir, akan tumbuh menjadi pribadi yang  baik. Begitu  juga sebaliknya jika terlahir memiliki bawaan jahat, maka akan tumbuh menjadi manusia yang jahat.

Baca juga: Psikologi Kognitif

Teori ini banyak digunakan dalam meneliti kemampuan berbahasa (lingual) seseorang. Dalam penelitian itu, topik yang menjadi isu utama adalah “Apakah kemampuan bicara dan berbahasa seorang anak itu sudah terprogram sejak lahir, ataukah dipengaruhi oleh lingkungannya?”.  Karena menurut Chomsky, bahasa itu terlalu rumit untuk dipelajari jika hanya mengandalkan metode peniruan.

Baca juga: Psikologi Sosial

Meskipun begitu, walau dalam kehidupan nyata kita menemukan bahwa secara fisik seorang anak akan mirip dengan orang tuanya, atau secara bakat-pun memiliki kesamaan bakat dengan ayah dan ibunya, genetika bukanlah satu-satunya hal yang menentukan arah pertumbuhan manusia. Akan tetapi ada unsur-unsur lain yang membentuk perkembangan dan pembentukan karakter manusia itu.

Baca juga: Psikologi Anak

Semoga pengetahuan tentang teori nativisme dalam dunia psikologi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

You may also like