Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Anak » 17 Dampak Anak Sering Dimarahi – Fisik – Psikis

17 Dampak Anak Sering Dimarahi – Fisik – Psikis

by Ina

Tahukah Anda, bahwa anak pada tahap perkembangan memiliki sel otak yang jumlahnya lebih dari 10 trilyun? Dan setiap bentakana atau amarah dari orang tua mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak sekaligus. Sedangkan pujian, senyuman, kasih sayang mampu meningkatkan pertumbuhan sel otak hingga 10 trilyun. Begitu besarnya peran dan pengaruh orang tua bagi pertumbuhan anak bahkan dalam segi biologisnya.

Memarahi atau membentak anak selain memberikan efek buruk bagi sel otak, juga berkembang pada perburukan emosional, psikologis, dan sikap anak. Baik buruknya perkembangan dan pertumbuhan anak, bergantung pada sikap didikan orang tuanya. Sehingga untuk mendapatkan anak yang berkualitas, perlu didikan yang baikd an penuh kasih sayang. Berikut ini merupakan dampak anak sering dimarahi, yang merupakan dampak negatif, antara lain:

  1. Anak menjadi tidak percaya diri

Akibat seringnya dimarahi oleh orang tua, anak memiliki perasaan selalu salah dan takut salah sehingga anak tidak lagi memiliki rasa percaya diri. Anak tidak percaya diri terhadap apa yang dipikirkannya maupun yang ingin dilakukannya karena perasaan selalu salah dan takut akan dimarahi orang tuanya. Kemudian anak memilih untuk berada di zona yang menurutnya aman dari amarah orang tuanya dengan tidak melakukan apapun.

  1. Anak memiliki sifat egois, dan keras kepala

Perilaku orang tua yang memarahi anaknya terus menerus berdampak pada anak. Anak akan tumbuh egois dan juga keras kepala. Anak berusaha untuk bisa melindungi dirinya sendiri dan membenci perasaan tersakiti dari amarah orang tuanya, sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan juga pribadi yang tidak bisa menerima masukan dari orang lain atau keras kepala.

  1. Anak suka menentang

Kondisi ini menyebabkan anak ingin membela dirinya sendiri yang kemudian muncul perilaku pertentangan. Anak menjadi berani untuk berbicara kasar dan menentang orang tuanya. Sehingga apapun yang dikatakan orang tuanya selalu tidak benar di benaknya dan anak merasa dirinya tidak ingin lagi diatur oleh orang tua dalam hal apapun. Sikap pertentangan ini muncul akibat anak sudah terlalu lelah dimarahi terus menerus seolah dirinya tidak lagi berharga dan memiliki perasaan. Oleh karena itu keinginan untuk bebas dari situasi tidak menyenangkannya membuat dirinya berani menentang.

  1. Anak menjadi apatis, kurang sensitif, dan tidak peduli terhadap sekitarnya

Selaiin itu, beberapa kasus dalam keluarga dimana orang tuanya sering sekali memarahi anaknya, anak tumbuh menjadi pribadi yang apatis. Anak tidak peduli dengan lingkungan disekitarnya maupun orang orang terdekat. Anak tumbuh menjadi kurang sensitif dan kurang peduli. Anak hanya peduli terhadap kesenangannya sendiri dan bagaimana mendapatkan apa yang dia inginkan.

baca juga:

  1. Memiliki pribadi introvert atau tertutup

Beberapa anak yang tumbuh dalam keluarga seperti itu, memperlihatkan sikap introvert atau tertutup. Anak lebih pendiam dan suka menyendiri. Anak merasa bahwa dirinya tidak pernah melakukan hal yang benar, karena sering dimarahi oleh orang tuanya. Anak merasa dirinya tidak memiliki kemampuan apapun untuk bisa membanggakan orang tua dan merasa berbeda dengan teman teman sekitarnya yang memiliki kasih sayang dari orang tua.

  1. Anak menjadi pemarah

Akibat sering dimarahi, anak menjadi jennuh dan ingin keluar dari situasi tersebut. Anak berusaha untuk memberontak dan mempertahankan dirinya dari setiap amarah yang dia terima. Kemudian anak menjadi lebih pemarah dan tidak bisa diatur lagi. Anak lebih suka berada di luar rumah dan jauh dari orang tuanya.

  1. Anak menjadi depresif

Anak dengan tipe yang lembut dan hati yang lemah, akan berespon berbeda dengan kondisi seperti ini. Semakin sering anak mendapatkan teriakan atau amarah dari orang tua, anak menjadi semakin unresponsive, dan larut terhadap kesedihannya. Anak menjadi depresif dan tidak bisa berkembang. Pada kondisi depresif ini, sebaiknya dilakukan konsultasi pada psikiatrid. Kondisi deperesif, sudah berda pada tahap lanjut dari proses perkembangan anak dan terkait dengan sisi kejiwaan anak. Hal ini dapat menjadi hambatan besar bagi perkembangan anak danjuga masa depannya.

  1. Tidak memiliki inisiatif

Anak tumbuh dengan pasif dan tidak mampu memiliki inisiatif atau kreatifitas. Hidupnya hanya melaksanakan apa yang dikatakan orang tuanya dan agar dia mendapat kebenaran dari orang tuanya. Karena terlalu seringnya dimarahi, anak merasa bahwa dirinya tidak pernah berbuat benar dan bingung apa hal benar yang seharusnya dia lakukan. Sehingga pada akhirnya anak memilihuntuk mengikuti apa kata orang tuanya saja untuk mendapatkan situasi aman, dan tidak mampu membuat inisiatif.

  1. Anak menjadi trauma

Suara keras yang selalu dia dengar setiap hari, kata kata kasar yang keluar dari mulut orang tuanya, situasi amarah yang membuat jantungnya selalu berdegup kencang. Semua hal itu benar benar merusak mental perkembangan anak. Selain berjuta juta sel otak yang mati, hal tersebut membekas dalam ingatan anak dan menjadi luka seumur hidupnya. Hal ini menghambat perkembangan anak lebih jauh dan lebih baik lagi. Anak menjadi trauma terhadap suara keras, dan jantungnya lebih mudah berdebar kencang saat mendengar teriakan.

baca juga:

  1. Menjadi penakut

Anak tumbuh menjadi penakut. Anak takut akan melakukan kesalahan dan merasa dirinya tidak mampu melakukan banyak hal dengan benar. Anak akan terus merasa takut untuk melakukan hal hal baru, dan kemudian dia tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki sklill apa apa. Bahkan untuk berinteraksi sosial dan hidup dalam masyarakat pun akkan membuatnya ketakutan. Dia takut tidak akan diterima oleh orang disekitarnya, merasa dirinya tidak sama, dan lainnya. Berbaggai ketakutan muncul dalam benaknya yang nantinya mengganggu dalam kehidupan sosial.

  1. Tingkat kecerdasan menurun

Anak yang sering dimarahi dan nmendapat tekanan, memiliki tingkat kecerdasan yang menurun. Isi pikiran dan hati anak hanyalah untuk mendapat kesenangan, kenyamanan, dan tempat yang tenang bagi dirinya sehingga dia tidak lagi bisa berfikir dan berusaha yang terbaik untuk meningkatkan prestasi dirinya di sekolah. Anak dengan background keluarga yang sering marah marah, cenderung tidak begitu baik dalam prestasi akademis.

  1. Meniru perilaku orang tuanya

Semakin dewasa, anak akan tumbuh tidak berbeda dari orang tuanya. Apabila orang tuanya sering memarahi, memukul, berteriak atau lainnya, maka kebanyakan dia akan meniru sikap tersebut kemudian hari. Anak menjadi pribadi yang kasar dan bersikap bossy terhadap teman temannya.

  1. Memiliki etika sosial yang buruk

Munculnya sikap egois, kurang peduli, tidak sensitif, dan lainnya menjadi hambatan bagi anak untuk beradaptasi dan berinteraksi sosial. Anak tumbuh menjadi seseorang dengan etika sosial yang kurang bagus dan cenderung bersikap seenaknya sendiri. Anak tidak mampu memahami etika sosial yang boleh dan tidak boleh. gaya berbicara keras, logat bicara tidak memiliki etika sopan santung, dan juga meremehkan orang tua dan tidak sanggup berbicara sopan kepada orang yayng lebih tua.

  1. Tidak mampu bermimpi besar

Anak  hanya berfikir tentang keenangannya sendiri dan bagaimana dia bsia mendapatkan apa yang dia inginkan. Anak tidak lagi mampu berfikir tentang masa depan yang terencana dan masa depan cerah dengan cita cita atau mimpi besar. Anak merasa hal seperti itu adalah mustahil dan tidak mungkin. Sehingga dia tumbuh untuk melakukan hal apapun asal dirinya bahagia. Kebahagiaan yang jarang jarang dia dapatkan dari keluarganya, sehingga dia akan mencarinya sendiri untuk dirinya.

baca juga:

  1. Jantung anak mudah kelelahan

Ketakutan akan suara keras, amarah, bentakan dan lain sebagainya dari orang tua menimbulkan kondisi fisiologis yang melemah. Misalnya, jantung anak menjadi mudah kelelahan. Anak menjadi tidak bisa berada dalam situasi yang panik, situasi serius, atau situasi lainnya yang memiliki tingkat tekanan tinggi. Anak juga menjadi lebih mudah kaget dan lebih sering ketika mendengar bunyi yang keras. Anak menjadi kalem, tidak suaka aktivitas berat, dan lemah.

  1. Lebih banyak melamun

Anak menjadi lebih banyak melamun karena merasa terus ditekan. Anak merasa bingung harus berbuat apa, dan merasa hampa tidak memiliki tujuan. Anak mudah merasa kosong dan lebih suka menyendiri. Anak lebih mudah terpaku pada sesuatu dan larut dengan dunianya sendiri. Terkadang orang lain sulit untuk memahaminya.

  1. Lebih mudah merasa sedih atau stres

Anak tumbuh dengan tingkat tekanan yang terus menerus dia dapatkan dari orang tuanya. Tekanan ini menumpuk dan terus menumpuk menjadi beban pikiran dan hati bagi anak. Anak menjadi lebih sering sedih dan stres. Anak tumbuh dengan jiwa yang lemah dan tidak mampu mengendalikan atau menyemangati dirinya sendiri. anak menjadi mudah stres. bahkan untuk hal yang kecil pun dan menurut orang lain tidak terlalu penting, anak justru akan memikirkannya terus dan jatuh dalam kondisi diri yang menekan dirinya sendiri sampai dia sulit tidur atau mengalami gejala stres lainnya.

baca juga:

Dampak anak sering dimarahi orang tua sangatlah banyak dan semuanya negatif. Perkembangan anak akibat hal ini terus menerus memperburuk kondisi psikologi anak dan bisa sampai jatuh dalam kondisi depresif. Kondisi depresif ini sangat banyak sekali terjadi di zaman sekarang. Meskipun banyak faktor yang menjadi pennyebab, namun kurang nya dukungan dari orang tua dan kesalahan didik dari orang tua sering kali menjadi penyebab utama. Peran orang tua sebagai pendidik sangat lah berat untuk dapat menciptakan anak generasi muda yang berkualitas, sehingga tidak hanya fisiknya saja yang harus dijaga dan dirawat namun juga pikiran dan hatinya juga.

You may also like