Usia remaja merupakan fase rentan yang kadangkala membuat para orang tua overthinking dengan perkembangan sosial dan pergaulan anaknya. Ini disebabkan karena orang tua mengerti bahwa setelah meninggalkan masa kanak-kanaknya, anak mulai mengenali rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Bahkan, berkaitan dengan faktor lingkungan masyarakat tertentu, konsep pacaran sudah masuk di dalam obrolan anak-anak usia fase Laten (7-10 tahun).
Masa pubertas pada anak remaja dialami dengan kematangan sistem kerja organ reproduksi tubuh yang disertai dengan produksi hormon seksual. Pengaktifan libido atau pemicu minat terhadap lawan jenis menjadi semakin aktif. Oleh Sigmund Freud, fase psikoseksual ini dinamakan dengan istilah fase Genital.
Disebutkan oleh beberapa sumber terpercaya, sebenarnya orang tua dapat sedikit banyak mengenali ciri-ciri perubahan psikologis pada remaja yang dapat diamati dari perilaku atau tingkah laku anak, seperti:
- Lebih peduli terhadap penampilan diri
- Mulai selektif dalam hal gaya berpakaian
- Mulai intens berkumpul bersama teman
- Sering meminta izin untuk keluar bersama teman
- Memiliki interest atau minat baru
- Sering tersenyum ketika bermain handphone
Untuk melindungi anak kita dari kemungkinan buruk, berikut beberapa cara mengatasi anak remaja yang pacaran.
1. Menerima Anak yang Sedang Mengalami Fase Perkembangannya
Sebagai orang tua yang pernah muda, menerima perubahan seksual dan cara pandang anak pada usia remaja adalah cara awal yang bijaksana. Tidak mungkin kita melawan naluri alamiah tersebut sementara kita tahu bahwa menyukai lawan jenis adalah sifat bawaan setiap manusia.
Apalagi, setelah anak melalui fase remajanya, anak akan tumbuh kembang menjadi anak yang dewasa. Seperti ketika memutuskan memiliki anak, orang tua harus siap dengan segala sifat-sifat hormonal yang akan membawa anak pada perkembangan psikis dan kognitif yang lebih matang.
2. Membiasakan Talk-Time pada Waktu Luang
Satu-satunya pondasi terbesar di dalam pertahanan keluarga adalah komunikasi. Cara ini dapat dilakukan dengan membiasakan berkumpul dan berbagi curahan hati bersama di saat-saat yang luang. Kebiasaan ini membangun rasa keterbukaan diri anak kepada orang tuanya sehingga orang tua juga bisa memantau dan membimbing proses hidup anak melalui kegiatan tersebut.
Cara ini juga sekaligus bisa meningkatkan ikatan yang kuat antara anak dan orang tua sehingga apapun yang anak alami, anak tidak akan sungkan untuk berbicara dengan orang tua. Kesempatan ini juga bisa diambil oleh orang tua untuk menanyakan motif anak memutuskan berpacaran. Khawatirnya, anak remaja kita memilih pacaran karena merasa kurang mendapatkan perhatian dari orang tua.
3. Mengenali Pacar atau Teman Dekat Anak
Apabila orang tua dan anak sudah terbiasa sharing mengenai banyak hal, biasanya anak tidak akan malu untuk menceritakan kedekatannya dengan seseorang atau ketika anak sedang menyukai seseorang. Cara bijaksana yang bisa dilakukan orang tua adalah kepo dan berusaha mengenal orang yang sedang dibicarakan oleh anak.
Dengan mengenali seseorang yang membuat anak kasmaran, anak menjadi tahu bahwa orang tua peduli terhadap kehidupan sosialnya sehingga tidak memiliki alasan untuk menutup diri di waktu selanjutnya. Sekaligus, orang tua bisa memahami bahwa anak berada di lingkungan pertemanan yang baik atau buruk.
4. Memberi Batasan yang Tegas, Hukuman Hanya Jika Melewati Batas
Mungkin terkait batasan dan tindakan yang dilakukan ketika anak remaja kita pacaran akan berbeda, tergantung dari ideologi dan prinsip parenting setiap orang tua. Secara umum, cara yang harus diterapkan oleh semua orang tua adalah memberi batasan yang tegas kepada anak tentang waktu berpacaran.
Apabila alasan orang tua tidak memperbolehkan anak remaja berpacaran karena takut proses belajar anak terganggu, atau menyebabkan menurunnya pencapaian prestasi anak di sekolah, maka cara yang tepat adalah membatasi waktu untuk bermain handphone apabila sudah menginjak jam malam.
Pemilihan jamnya bisa beragam, yang terpenting orang tua memberi batasan antara jam belajar dan jam bermain. Orang tua mendidik pula cara meningkatkan prestasi belajar anak sehingga fokus anak lebih mengarah ke pendidikan, bukan pacaran. Hindari memberikan reaksi yang memicu anak untuk menutup diri, seperti marah, membentak, menuduh pada perbuatan-perbuatan buruk yang sebenarnya tidak dilakukan oleh anak.
Atau melarang secara radikal anak untuk bersosialisasi dengan teman, yang seharusnya merupakan hak anak untuk membangun relasi pertemanan. Beri hukuman yang logis dan tidak berlebihan apabila anak melakukan perbuatan menyimpang dari norma agama dan sosial.
5. Memberi Gambaran Fakta Buruk Mengenai Kesalahan Pergaulan
Memberikan informasi mengenai gambaran fakta sosial yang menunjukkan dampak buruk dari pergaulan yang salah merupakan cara preventif yang harus dilakukan oleh para orang tua, Melalui kabar berita yang banyak beredar di TV nasional dan media informasi digital diharapkan menjadi referensi anak melalui perspektif yang lebih luas.
Anak diajarkan untuk berhati-hati dan berpikir jangka panjang, bahwa sikap-sikap anak yang dilakukan dalam berpacaran sejak remaja ternyata sangat berpengaruh terhadap masa depan. Baik atau buruknya, anaklah yang merasakan sakit dan senangnya. Orang tua hanya mampu mengarahkan dan memberikan petunjuk untuk diserahkan sepenuhnya pada anak yang menjalani hidupnya sendiri.
6. Memberikan Pandangan Tentang Sosok Pribadi Lawan Jenis yang Baik
Selain menerima fakta psikoseksual yang dialami anak, orang tua perlu memberikan pandangan pada anak tentang sosok pribadi lawan jenis yang baik. Meski tidak memperbolehkan pacaran, orang tua tetap perlu menerapkan cara ini, yakni memberikan informasi tentang bagaimana bentuk sifat toxic dari lawan jenis yang bisa merugikan diri anak kita. Beri informasi tentang pengaruh toxic relationship dengan kesehatan mental.
Bimbing anak remaja kita bersikap tegas untuk memilah mana pernyataan yang perlu ditanggapi dan mana keinginan orang lain yang tidak perlu dipenuhi. Anak akan mengerti bahwa kita tidak harus mengikuti semua keinginan dari lawan jenis yang juga suka dengan kita hanya atas dasar perasaan saling suka.
7. Ajarkan Konsep Harga Diri
Cara bijaksana yang berikutnya adalah mengajarkan pemahaman mengenai konsep teori harga diri dalam psikologi manusia pada anak remaja kita. Penting untuk diketahui bahwa pergaulan yang salah (termasuk gaya berpacaran yang salah) akan merusak dan menghilangkan nilai diri kita sebagai manusia yang cerdas.
Konsep harga diri berkaitan sangat erat dengan keselamatan dan kehormatan diri anak. Melalui ajaran ini, orang tua dapat sekaligus memberi pengetahuan mengenai otoritas privasi tubuh setiap orang yang tidak boleh dilanggar oleh orang lain.
Beri penekanan yang tegas bahwa kemungkinan buruk apapun yang disebabkan oleh kelalaian kita melindungi diri, yang merasakan kerugiannya hanya diri kita sendiri. Jadi, penting bagi anak mengerti atas konsekuensi dari tindakan yang sengaja anak remaja lakukan dan bagaimana anak bisa menumbuhkan kekuatan menjaga diri dari perbuatan lawan jenis yang buruk.
8. Ajarkan Pula Rasa Hormat Kepada Lawan Jenis
Sama seperti cara kerja harga diri, cara berikutnya yang bisa dilakukan orang tua adalah mengajarkan rasa penghormatan kepada lawan jenis. Jadi, selain menuntut kewajiban lawan jenis untuk menghormati, didik anak remaja kita untuk menghormati lawan jenis sebagai sesama manusia yang beradab.
9. Mendidik Pemikiran Anak dengan Ilmu Agama
Setiap keluarga menganut kepercayaan dan agama yang berbeda, maka cara mendidiknya pun disesuaikan dengan pola pikir orang tua. Secara umum, hal yang tidak kalah penting dalam mengatasi anak remaja yang pacaran adalah membekali anak dengan ilmu agama dan ajaran-ajaran kebaikan yang dibawanya.
Beri pemahaman mengenai konsep kebaikan dan keburukan sesuai keyakinan untuk memperluas cara berpikir anak dalam menjalani proses perkembangannya. Biasanya, semakin dini diajarkan, maka ilmu agama akan menjadi mindset yang akan terus dipegang oleh anak.
Jadilah orang tua yang terus peduli terhadap proses hidup yang dijalani anak remaja kita dengan cara-cara yang mengutamakan perasaan dan psikis anak. Terutama terhadap perkembangan psikologi pada masa pubertas anak. Dengan begitu, anak kelak akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang bisa bertanggung jawab dengan lingkungannya dan diri sendiri.