Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Anak » 5 Cara Mengatasi Anak yang Takut Dengan Orang

5 Cara Mengatasi Anak yang Takut Dengan Orang

by Wahyu Nur Laili

Berbeda dengan perilaku anak yang mengarah pada karakter kepribadian introvert, social anxiety yang dialami anak ditunjukkan dengan rasa malu bahkan takut dengan orang lain atau lingkungan sosial secara luas. Cara mendidik tipe kepribadian anak introvert pun cukup berbeda dengan bagaimana orang tua mengatasi anak yang mengalami social anxiety.

Ketakutan Anak yang Mengalami Social Anxiety dalam Big Life Journal menyebutkan bahwa anak yang takut menghadapi situasi yang melibatkan kehadiran orang lain, biasanya takut pula melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan yang membuat dirinya sendiri merasa malu dan dipermalukan.

Ini berkaitan dengan kesensitifan anak terhadap respon atau komentar orang lain terhadap tindakan yang dilakukan oleh anak di depan mereka. Perasaan takut ini bisa berlanjut ke arah yang membuat anak menjadi kehilangan motivasi untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi dirinya.

Trauma psikologis bisa men-trigger munculnya social anxiety pada anak, seperti pengalaman buruk yang anak terima dari teman atau lingkungannya. Maka, sebagai orang tua, kita perlu memahami pendekatan yang sesuai untuk mengatasi anak yang takut dengan orang lain.

Untuk membuat dirinya merasa aman, anak yang mengalami social anxiety akan menghindari risiko-risiko dari proses interaksi sosial yang potensial membuat dirinya merasa down, panik, dan bereaksi yang ekstrim. Anak cenderung tidak tertarik mencoba hal-hal baru dan lebih memilih kegiatan yang tidak membutuhkan atensi dari orang lain.

1. Terapkan Metode PACE

Cullins (2022) mengatakan bahwa orang tua dapat mendekati anak dengan menerapkan metode PACE, yakni Playfulness, Acceptance, Curiosity, dan Empathy.

  • Playfulness ditunjukkan melalui sikap orang tua yang santai dan tidak memojokkan anak sehingga anak merasa bisa terbuka dan lebih rileks di depan orang tua. Sikap yang terlalu mengkritik anak dengan bahasa dan gesture yang kasar dan menuntut akan membuat anak semakin merasa tertekan.
  • Acceptance atau validasi perasaan merupakan sikap yang sangat penting ketika anak mengalami social anxiety sehingga anak merasa bisa mencurahkan isi kepalanya kepada orang tua kapanpun anak mengalami serangan panik ketika takut dengan orang lain.
  • Curiosity ditunjukkan melalui sikap orang tua yang ingin tahu seperti apa perasaan dan pikiran anak ketika mengalami ketakutan. Orang tua menggali sebanyak-banyaknya informasi mengenai sumber ketakutannya sehingga orang tua dan anak sama-sama berusaha memahami situasi yang dihadapi.
  • Empathy merupakan landasan penting yang harus ada dalam setiap jenis pola asuh orang tua kepada anaknya. Mengerti dan memberikan dukungan penuh pada anak yang takut dengan orang lain membuat anak pelan-pelan tidak merasa sendirian dan belajar untuk tidak selalu menyalahkan dirinya sendiri.

2. Kenalkan Konsep Growth Mindset

Orang tua yang membiarkan anaknya dihantui oleh rasa takut bertemu dan berinteraksi dengan orang lain tentu akan membuat perkembangan anak berhenti di satu titik tertentu. Buruknya, jika anak selalu menunjukkan ketakutannya, maka kemungkinan teman-temannya bisa melakukan bullying selama di sekolah.

Begitu juga sebaliknya, pengaruh bullying pada psikologi anak bisa menyebabkan terjadinya ketakutan terhadap orang lain atau social anxiety. Perlu mengajarkan anak mengenai konsep growth mindset kepada anak, yaitu keyakinan atau pola pikir untuk terus berupaya berkembang menjadi karakter yang lebih baik karena setiap manusia pasti bisa berubah.

Mindset bahwa kesalahan atau kegagalan adalah hal yang sangat normal terjadi perlu ditanamkan pada diri anak sehingga anak berani mengeksplorasi dunianya dengan macam-macam kegiatan yang bermanfaat untuk perkembangan kognitif dan psikomotoriknya.

3. Dorong Anak untuk Menganalisis Pikirannya Sendiri

Seperti yang dipaparkan pada Raising Children, penerapan “detective thinking” bisa membantu orang tua dalam mendidik anak. Ketika anak dalam kondisi merasa takut dengan orang lain, beri stimulus seperti “Apa yang kamu takutkan dari orang tersebut?” agar anak menguatarakan penyebab ketakutannya.

Pertanyaan ini bisa terus berlanjut menjadi suatu rangkaian analisis untuk mengidentifikasi secara detail ketakutan anak. Misalnya, “Bagaimana kamu tahu kalau kamu sedang ditertawakan?”, dan pancing anak hingga anak mulai menyadari bahwa apa yang ditakutkan tidak pernah terjadi. Kalaupun terjadi, anak cukup perlu melaluinya dengan percaya diri karena apa yang dilakukannya tidak salah.

4. Simulasi Menghadapi Situasi yang Ditakutkan Anak

Pada umumnya, anak lebih banyak merasa takut ketika hendak melakukan kegiatan-kegiatan belajar di sekolah, misalnya ketika guru bertanya, diinstruksikan maju ke depan kelas, menjadi bagian dari sebuah lomba atau pertandingan, dan hal-hal yang mengundang perhatian banyak orang. Setelah mengerti sumber ketakutan anak, maka orang tua bisa membantu anak untuk belajar mempersiapkan kegiatan yang akan anak lalui di sekolah.

Biasanya, anak menjadi anxious karena anak tidak tahu harus berbuat apa. Apabila berhubungan dengan keaktifan di kelas, pastikan orang tua mengajarkan dasar-dasar pengetahuan dan cara berbicara ketika melakukan unjuk diri di depan teman sekelas dan guru.

Setidaknya, latihan yang dilakukan anak dengan orang tua di rumah bisa membantu anak melakukan instruksi dari guru, meski anak tetap merasa takut. Terlebih, persiapan yang dibantu orang tua bisa memunculkan rasa percaya diri dan keberanian pada diri anak.

5. Biasakan Mengajak Anak ke Lingkungan yang Ramai Orang

Sebagai orang tua, kita perlu membiasakan anak kita untuk bertemu dengan banyak orang dari berbagai lingkungan, Bisa dari komunitas, pertemuan keluarga besar, tempat kerja, acara seminar, dan lain-lain. Di dalam pertemuan tersebut, biasanya anak akan diajak berbicara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti “Namanya siapa?”, “Sekolah di mana?”, dan lainnya.

Melalui intensitas interaksi sederhana tersebut, lama-kelamaan kapasitas ketenangan anak dalam menghadapi orang lain akan semakin bertambah. Anak mulai bisa mengendalikan rasa paniknya dengan belajar merespon ucapan orang lain dengan bebas sehingga kadar ketakutan anak bisa berkurang secara signifikan.

You may also like