Home » Teori Psikologi » Teori Fanatisme Dalam Psikologi – Pengaruh – Analisis – Cara Mengatasi

Teori Fanatisme Dalam Psikologi – Pengaruh – Analisis – Cara Mengatasi

by Bernadet Maress

Fanatisme atau fanaticism merupakan pendapat atau pandangan ekstrim tentang sebuah pemikiran atau objek tertentu yang sering dihubungkan dengan sebuah konsep kepercayaan, dogma atau paradigma. Fanatisme sendiri tidak akan menarik jika yang dibahas hanya mengenai pakaian, elektronik, aksesoris atau gaya hidup, namun akan terjadi dalam pandangan ideologi, politik, issue, agama dan beberapa hal menarik lain untuk diperbincangkan. Yang dimaksud dengan menarik untuk diperhatikan adalah pada saat objek tertentu mengarah pada ideologi atau politik tertentu sehingga akan terjadi perdebatan atau argumentasi yang sengit karena melakukan perbandingan. Hampir bisa dipastikan jika pandangan dan pendapat setiap individu dalam objek tertentu bisa diperdebatkan karena terjadi perbedaan analisa karena perbedaan sudut pandang baik dari kualitas, moralitas, kebenaran, nilai, manfaat, kaidah dan juga variabel lain sehingga akhirnya muncul macam macam tingkah laku dalam psikologi yang fanatik. Berikut akan kami berikan ulasan mengenai teori fanatisme dalam psikologi selengkapnya untuk anda.

Tema Komunalitas Fanatisme

Fanatisme hampir bisa selalu terlihat dan juga dipelajari sebagai sebuah fenomena komunal atau bersama sama dimana akan banyak orang yang memperlihatkan hal yang sangat menarik yakni mereka merasa jika memiliki sebuah komunitas yang akan mengikuti perubahan dan juga perkembangan objek yang mereka miliki. Dalam penelitian oleh Seregina, Koivisto dan juga Mattila diketahui jika unsur aspek yang ada hingga batas tertentu di dalam semua aspek fanatisme. Tema tema fanatisme tersebut dibedakan menjadi dua yakni:

  1. Menjadi Penggemar Untuk Orang Lain

Ini akan terlihat dan juga digambarkan sebagai penggemar untuk orang lain yang memiliki tujuan utama dalam situasi tersebut agar bisa masuk dan memanfaatkan teman sekaligus ikut aktif dalam mengkomunikasikan beberapa nilai dan identitas orang lain sebagai bentuk teori penyesuaian diri.

  1. Fanatisme Untuk Diri Sendiri

Menjadi penggemar untuk diri sendiri dan sebelum masuk dalam bagian komunitas adalah keinginan individu sendiri dimana terlihat dari individu yang banyak membeli barang atribut atau koleksi yang dimiliki tanpa adanya paksaan dari orang lain sebagai penggemar untuk diri sendiri pada fans sebab mempunyai makna yang jauh lebih pribadi pada diri sendiri dan kemudian melekat yang juga dilakukan sebagai cara membahagiakan diri sendiri.

Konformitas

Konformitas adalah perilaku tertentu yang dilakukan karena orang atau kelompok lain melakukan sebuah tindakan yang sama, sehingga individu juga akan melakukannya meski orang tersebut menyukai atau tidak menyukai apa yang sebenarnya sedang terjadi yang dilakukan sebagai salah satu cara menjadi pribadi yang menyenangkan. Konformitas bukan sekedar bertindak sesuai dengan tindakan orang lain, akan tetapi juga dipengaruhi  dari bagaimana ia bertindak. Konformitas menurut penelitian Sherif dan Asch dalam sebuah kelompok terdapat acuan yang sebenarnya membuat seseorang bisa menyesuaikan diri, perilaku, tindakan dan juga perbuatan dalam beberapa hal seperti:

  1. Pengaruh Sosial Normatif

Normatif atau normative influence merupakan agar diterima, menghindari sebuah penolakan dan juga keinginan agar bisa disukai orang lain ataupun kelompok. Pengaruh normatif ini sejalan dengan keramaian untuk menghindari sebuah penolakan agar bisa tetap dinilai baik oleh orang lain atau diterima.

  1. Pengaruh Informasional

Pengaruh informasional atau keinginan untuk bertindak benar dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, keinginan diri sendiri agar bisa menjadi benar. Pengaruh informasional ini akan mendorong seseorang agar bisa secara diam diam untuk menerima pengaruh orang lain sebab hal ini didasari dengan kecenderungan untuk bergantung pada orang lain sebagai sebuah sumber informasi dari berbagai aspek dunia sosial sebagai cara membangun sikap kritis.

Teori Fanatisme

Filsuf George Santayana yang merupakan seorang penulis Spanyol mendefinisikan fanatisme sebagai melipatgandakan usaha ketika sudah lupa dengan tujuan utama. Sedangkan Winston Churchill yang merupakan seorang tokoh politik sekaligus pengarang asal Inggris berkata jika seorang fanatisme tidak akan pernah bisa mengubah pola pikir dan juga tidak akan mengubah haluan sehingga tidak bisa mengambil manfaat berpikir positif karena sikap fanatik yang dimilikinya.

Sikap fanatik tidak akan memberikan keuntungan apapun, fanatisme selalu diartikan sebagai sebuah hal negatif dan juga mengkotak kotakkan pikiran manusia yang pada akhirnya hanya akan menjadi bahan tertawaan orang lain. Sikap fanatisme umumnya akan dimiliki oleh beberapa orang yang kurang realistis pada dunia luar sehingga lebih menutup mata dan telinga mereka rapat rapat tentang semua hal diluar hal yang mereka yakini. Selain itu, mereka beranggapan jika diri mereka sendiri yang paling benar sedangkan orang lain adalah salah.

Sikap fanatisme sangat bertentangan dengan benchmark yang adalah salah satu cara agar seseorang bisa lebih maju dalam kehidupan. Orang fanatik akan lebih menolak untuk melakukan segala hal yang baru. Sikap fanatisme ekstrim tentunya sangat tidak baik sebab mereka hanya menganggap diri mereka yang paling benar dan tidak mengerti bagaimana cara menghilangkan sifat egois yang dimilikinya.

Analisis Terhadap Fanatisme

Fanatisme sering terlihat di berbagai lapisan masyarakat baik di negara maju atau berkembang, pada kelompok intelektual atau kelompok awam dan lapisan masyarakat manapun. Berikut adalah beberapa analisis terhadap fanatisme yang penting untuk diketahui. 

  1. Pendapat Ahli Ilmu Jiwa

Mereka mengatakan jika sikap fanatisme adalah sifat natural atau fitrah dan fanatisme merupakan konsekuensi logis dari kemajemukan sosial atau heterogenitas dunia sebab sikap fanatik tidak mungkin terjadi tanpa disebabkan pertemuan dua kelompok sosial.

  1. Pendapat Lainnya

Sedangkan menurut pendapat lain mengatakan jika fanatisme bukanlah fitrah dari manusia namun merupakan hal yang direkayasa tidak seperti macam macam sifat manusia yang merupakan hal alami. Alasan dari pendapat ini adalah anak anak bisa bergaul dengan sebayanya tanpa membedakan warna kulit atau agama. Anak anak bisa bergaul secara alami sebelum ditanamkan pandangan dari orang tua atau masyarakat. Jika fanatik adalah bawaan manusia, maka sudah pasti secara bersamaan akan terlihat di berbagai area di dunia dengan berbeda beda penyebab.

  1. Teori Sigmund Freud

Seperti yang dimaksud Sigmund Freud menyatakan jika fanatisme berakar dari tabiat agresi seperti disaat ia menyebut insting Eros atau ingin tetap hidup dan insting Tanatos atau siap untuk mati.

  1. Teori Berakar Dari Pengalaman

Teori lain mengatakan jika fanatisme berakar dari pengalaman hidup aktual. Pengalaman berupa kegagalan, ciri ciri depresi berat dan frustasi khususnya masa anak anak bisa menumbuhkan tingkatan emosi seperti dendam atau agresi pada kesuksesan dan kesuksesan tersebut dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal terkadang akan tidak disukai oleh orang lain yang sukses dimana perasaan ini lalu berkembang menjadi perasaan terancam dari orang sukses yang akan menghancurkan dirinya. 

Munculnya kelompok ekstrim dalam sebuah masyarakat biasanya diawali dengan tersingkirnya sekelompok orang dalam sistem sosial baik ekonomi atau politik. Jalan pikiran orang fanatik diawali dari perasaan jika orang lain tidak menyukai dirinya dan bahkan sampai merasa mengancam eksistensi dirinya. Perasaan tersebut kemudian semakin berkembang dan menjadikan orang tersebut frustasi, rasa takut, tidak percaya pada orang lain yang kemudian berkembang menjadi rasa benci sebab tidak bisa menemukan cara menghilangkan kecemasan. Sebagai orang yang merasa terancam secara psikologis, maka ia akan terdorong untuk membela dirinya sendiri dari ancaman tersebut dan dengan prinsip yang lebih baik akan kembali menyerang sebelum diserang sehingga membuat orang tersebut menjadi agresif.

Cara Mengatasi Fanatisme

Mengingat fanatisme bisa memiliki akar atau dasar yang berbeda beda, maka untuk penanganannya juga dilakukan dengan cara yang berbeda.

  • Untuk pengobatan dengan sifat sekedar mengurangi atau mereduksi sikap fanatik, maka harus menyentuh masalah yang menjadi penyebab timbulnya perilaku fanatik tersebut.
  • Untuk perilaku fanatik yang terjadi karena banyak faktor, maka dalam waktu yang sama ada berbagai cara yang harus dilakukan secara bersamaan atau simultan.

Perilaku fanatik ini bisa terjadi karena adanya masalah ketimpangan ekonomi, maka pengobatannya juga harus berhubungan dengan ekonomi. Sedangkan untuk perilaku fanatik yang terjadi karena tekanan perasaan, tanda tanda stress,  terancam atau terpojok, maka untuk pengobatannya juga harus dilakukan dengan cara menghilangkan penyebab terjadinya perasaan tersebut.

Metode Konselor pada Klien Fanatik

Sebenarnya, semua orang memiliki pandangan fanatik tidak merasa butuh nasehat dari orang lain selain dari orang sesama mereka. Untuk itu, konselor yang harus berusaha dengan aktif untuk melakukan pendekatan pada klien. Sedangkan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh seorang konselor pada klien fanatik sebagai cara menyikapi fanatisme ekstrim diantaranya adalah:

  • Mengajak untuk berpikir rationil: Umumnya, orang fanatik tidak berpikir rationil ketika memandang masalah yang ia yakini adalah benar. Apabila ia bisa kembali berpikir rationil dalam bidang yang ia yakini, maka secara otomatis sikap fanatik yang dimiliki akan mulai memudar.
  • Memberikan contoh akibat dari fanatik: Memberikan contoh yang pernah terjadi akibat dari perilaku fanatik juga bisa dilakukan konselor. Biasanya perilaku fanatik akan berakhir dengan kekacauan, kegagalan bahkan berakhir dalam sel penjara. Seseorang yang sudah tersadar dari kekeliruan pandangan fanatik umumnya akan menertawakan diri mereka sendiri atas kepicikan yang terjadi di masa lalu.

You may also like