Home » Teori Psikologi » 10 Teori Psikologi Dalam Bimbingan Konseling

10 Teori Psikologi Dalam Bimbingan Konseling

by Bernadet Maress

Konseling yang ditemukan pada abad ke-20 bisa muncul karena tuntutan kompleksitas dari kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan, semua manusia pastinya mengalami peristiwa dan juga situasi yang menyebabkan masalah yang terkadang tidak bisa diatas dan bisa menimbulkan tanda tanda stress.

Alternatif yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dibicarakan bersama dengan keluarga, ahli agama, sahabat dan juga guru. Namun sayangnya, tidak semua orang tersebut bisa membantu dalam menyelesaikan masalah sehingga konseling menjadi pilihan terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bimbingan konseling di Indonesia sendiri sudah masuk dalam kurikulum sekolah mulai tahun 1965 dimana bimbingan dan konseling tidak terpisahkan dari keseluruhan sistem pendidikan di sekolah.

Dalam hal ini juga dibutuhkan teori psikologi dalam bimbingan konseling yang akan dipakai sebagai acuan untuk proses memberikan bimbingan yang secara lengkap akan kami bahas dalam artikel berikut ini.

  1. Teori Psikoanalisis

Teori psikoanalisis adalah teori kepribadian yang komperhensif mengenai 3 pokok pembahasan berupa struktur kepribadian, perkembangan kepribadian dan juga dinamika kepribadian. Psikoanalisis yang juga sering disebut dengan Psikologi Dalam ini berpendapat bahwa macam macam tingkah laku dalam psikologi yang dilakukan manusia bersumber dari dorongan yang letaknya jauh di dalam ketidaksadaran. Sedangkan menurut Corey pada tahun 2009, psikoanalisis adalah teori pertama yang ada dalam psikologi terutama yag berkaitan dengan gangguan kepribadian dan juga perilaku neurotik.

Tujuan dari psikoanalisis dalam pola psikoanalisis adalah membuat kesadaran atau conscious akan hal hal yang tidak disadari atau unconscious konseli. Sementara tujuan khususnya adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian individu lewat pengutaraan hal hal yang tidak disadari dengan menitikberatkan pada usaha konselor supaya seseorang bisa menghayati, memahami dan juga mengenal akan pengalaman masa kecil tersebut akan ditata, dianalisis, didiskusikan dan juga ditafsirkan untuk tujuan supaya kepribadian klien tersebut bisa direkonstruksi.

  1. Teori Analisis Transaksional

Teori analisis transaksional atau transactional analysis adalah teori yang memakai setting setiap individu atau kelompok dengan melibatkan kontrak yang dikembangkan konseli dengan cara menyebutkan secara jelas mengenai arah dan tujuan dari proses terapi tersebut.

Pengambilan fokus di tahap awal akan dilakukan oleh konseli dengan maksud untuk menekankan pada kapasitas konseli supaya bisa membuat keputusan yang baru sekaligus sebagai cara menghilangkan kecemasan.

Dalam analisis transaksional ini akan lebih menekankan pada aspek kognitif, rasional dan juga tingkah laku dari kepribadian. Dengan ini, analisis transaksional bisa diartikan sebagai metode yang dipakai untuk mempelajari interaksi antar individu dan juga pengaruh yang bersifat timbal balik yang menjadi gambaran dari kepribadian seseorang.

Tujuan utama dari teori analisis transaksional ini adalah untuk membantu konseli dalam membuat keputusan baru mengenai tingkah laku saat ini dan juga arah tujuan hidup. Individu nantinya akan mendapat kesadaran mengenai kebebasan yang terkekang karena keputusan awal mengenai posisi hidup kemudian bisa belajar menentukan arah hidupnya semakin baik.

  1. Teori Behavioral

Behaviorisme merupakan aliran dalam cabang cabang psikologi yang dibuat oleh John B. Watson tahun 1913 dan kemudian digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Seperti psikoanalisa, behaviorisme adalah aliran yang revolusioner, berpengaruh , kuat dan mempunyai akar sejarah mendalam.

Beberapa filsuf dan ilmuwan sebelum Watson juga membentuk gagasan tentang pendekatan objektif dalam mempelajari manusia atas dasar pandangan yang mekanistik dan juga materialistis yang menjadi ciri utama dari behaviorisme. Behaviorisme melihat jika saat manusia dilahirkan, pada dasarnya tidak mempunyai macam macam bakat apapun dan manusia nantinya akan berkembang atas dasar stimulus yang diterima dari lingkungan.

Tujuan umum dari terapi tingkah laku atau behavioral ini adalah untuk menciptakan kondisi baru sebagai proses belajar dan menggunakan segenap tingkah laku yang akan dipelajari.

  1. Teori Rational Emotive Behavior Therapy

Teori Rational Emotive Behavior Therapy atau REBT merupakan teori belajar kognitif behavior yang lebih menekankan pada keterkaitan antar perasaan, tingkah laku dan juga pikiran.

Teori ini dikembangkan oleh Albert Ellis lewat beberapa tahapan dan menggunakan pandangan dasar jika manusia merupakan individu yang mempunyai tendensi untuk berpikir irasional yang bisa didapat lewat belajar sosial. Selain itu, individu juga mempunyai kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir secara rasional.

Pendekatan ini dilakukan untuk membuat individu mengubah pikiran irasional menjadi rasional dengan menggunakan teori GABCDE.

  1. Teori Realitas

Teori realitas merupakan jenis terapi dalam psikologi merupakan teori yang dikembangkan oleh William Glasser yang merupakan seorang psikolog asal California. Ciri dari teori ini adalah tidak hanya terpaku pada kejadian masa lalu namun mendorong konseli untuk bisa menghadapi realistas.

Dalam teori ini tidak memberikan perhatian pada motif bawah sadar seperti dalam psikoanalisis namun lebih menekankan pada perubahan tingkah laku agar bisa lebih tanggung jawab dalam menyusun dan melakukan tindakan.

  1. Teori Eksitensial Humanistik

Teori ini pada dasarnya percaya jika setiap individu mempunyai potensi aktif dalam memilih dan membuat keputusan untuk diri sendiri dan lingkungan. Dalam teori ini lebih menekankan pada kebebasan yang bertanggung jawab sehingga individu akan diberi kebebasan secara luas dalam melakukan setiap tindakan asal berani menanggung risikonya dan terhindar dari perilaku abnormal.

Tujuan dari eksistensial humanistik ini adalah memberikan kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan juga pertumbuhan klien, menghapus segala penghambat aktualisasi potensi diri pribadi sehingga membantu klien untuk menemukan dan memakai kebebasan memilih sekaligus memperluas kesadaran diri dan juga membantu klien agar secara bebas bertanggung jawab mengenai arah kehidupan diri sendiri.

  1. Teori Client Centered

Teori Client Centered atau teori terapi yang berpusat pada klien ini sering juga disebut dengan psikoterapi non directive yakni cara perawatabn psikis yang dilakukan dengan cara berkomunikasi antara clien dan konselor supaya bisa mendapat gambaran serasi antara ideal self atau diri klien yang ideal dengan acual self atau diri klien yang sesuai dengan kenyataan.

Tujuan dari konseling person centered adalah untuk membantu konseli dalam menemukan konsep diri dalam psikologis yang jauh lebih positif lewat komunikasi dalam konseling dimana nantinya konselor akan memposisikan konseli sebagai orang yang penting, berharga sekaligus memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa syarat yakni menerima konseli secara apa adanya.

  1. Teori Gestalt

Teori Gestalt adalah terapi eksistensial yang memiliki landasan premis jika setiap individu harus bisa menemukan cara sendiri dalam hidup sekaligus bertanggung jawab apabila ingin mencapai tingkat kedewasaan sekaligus menemukan cara mengatasi stres berat dari masalah.

Dalam teori yang juga disebut dengan experiental ini konseli akan merasakan yang dirasakan, pikiran dan apa yang dilakukan saat konseli sedang berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan dari konseling Gestalt ini adalah untuk menciptakan eksperimen yang akan membantu konseli untuk mencapai kesadaran atas apa yang dilakukan dan bagaimana dilakukan. Kesadaran yang termasuk diantaranya adalah insight, pengetahuan tentang lingkungan, penerimaan diri dan juga tanggung jawab terhadap pilihan.

Selain itu, teori ini juga bertujuan untuk membuat klien mampu melakukan kontak dengan orang lain dan juga memiliki kemampuan untuk menerima, mengenali dan berekspresi tentang perasaan, pikiran serta keyakinan diri.

  1. Teori Elektik

Teori Elektik atau disebut juga dengan konseling integratif merupakan gabungan dari teori konseling dengan pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dalam setiap teori. Menurut Latipun pada tahun 2001, teori ini merupakan teori untuk menyelidiki banyak sistem metode dan teori yang bertujuan supaya bisa paham dan menerapkannya dalam situasi konseling.

Teori eklektik ini memandang jika kepribadian manusia adalah bagian yang terintegritasi, mengalami perubahan dinamis dan juga memiliki macam macam sifat manusia. Setiap individu dipandang sebagai organisme yang mengalami integritas atau ada dalam perkembangan secara continue.

Thorne menyatakan jika tingkah laku manusia akan selalu berubah dan dinamakan dengan hukum perubahan universal dimana tingkah laku sendiri merupakan hasil dari statur organisme tidak statis, status situasi pada perubahan lingkungan interpersoinal dan juga situasi atau kondisi yang umum.

  1. Teori Trait dan Factor

Teori yang dipelopori Wiliamson ini memiliki pandangan terapi perilaku kognitif yang rasional dengan memakai pendekatan untuk menenangkan klien yang kesulitan memakai cara logis rasional untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam teori ini konselor akan diposisikan sebagai pihak aktif untuk membantu klien supaya bisa mengarahkan perilaku pada pemecahan dari masalah.

Menurut teori ini, setiap individu memiliki sistem sifat dengan arti antara satu faktor dengan lainnya akan saling berhubungan. Faktor yang muncul dalam individu ini bisa berupa pembawaan minat dan sikap dari diri sendiri maupun lingkungan.

Teori psikologi dalam bimbingan konseling dengan teori pendekatan pengembangan klasik ini akhirnya memunculkan berbagai teori konseling yang sangat dibutuhkan para konselor sebab teori konseling akan memberikan landasan pemahaman mengenai proses konseling tersebut dalam membantu setiap klien untuk bisa keluar dari setiap masalahnya.

You may also like