Perkembangan emosional dalam psikologi pendidikan bisa diartikan sebagai sesuatu yang mengembang dan menampung lebih serta tidak pada ukuran yang nyata atau tidak/ terlihat akan tetapi bisa diketahui dan dirasakan baik oleh individu tersebut atau oleh orang lain.
Yusuf mengatakan jika perkembangan sosial bisa juga diartikan sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Sroufe mengajukan teori perkembangan sosio emosional dengan membedakan emosi yang terjadi dalam keadaan darurat an juga dalam keadaan tidak darurat.
Kognisi sendiri merupakan pusat emosional pengembangan dari sudut pandang Sroufe dan ia percaya jika area khusus emosi tidak muncul hingga usia dua sampai tiga bulan. Sebelum itu, harus ada kemampuan kognitif yang memadai untuk memungkinkan kesadaran ditambah kemampuan untuk membedakan diri dari orang lain.
Pengertian Perkembangan Sosio Emosional
Sebenarnya, perkembangan sosio emosional adalah kemampuan peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungan dan bagaimana peserta didik menyikapi hal yang terjadi di sekitarnya.
Perkembangan sosial peserta didik ditandai dengan perluasan hubungan selain dengan anggota keluarga dan juga dengan teman sebaya sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bisa bertambah. Umumnya, peserta didik mulai mempunyai kesanggupan untuk menyesuaikan diri dari sikap yang berpusat pada diri sendiri.
Saat ini, ada banyak orang berpendidikan khususnya para remaja yang terlihat menjanjikan namun akhirnya berhenti saat mencapai karir atau tujuan dalam hidup yang termasuk jenis gangguan emosional pada anak.
Para remaja tersebut sebagian besar akan tersingkir dari persaingan karena rendahnya kecerdasan emosi, kemampuan mendengar dan juga mempelajari kehidupan yang tidak seluruhnya dikuasai dan juga cara adaptasi serta komunikasi secara lisan yang dianggap para remaja sesuatu hal yang tidak penting.
Tahap Perkembangan Emosi
Giblin percaya jika terdapat lima tahapan dalam perkembangan emosi, yakni:
- Dari 0 hingga 8 bulan: Terjadi ketidakseimbangan sensorik respons atau sensasi yang intens, penyesuaian refleksif mengikuti, ekspresi mewakili kesenangan atau ketidaksenangan serta istirahat dan ketegangan.
- Dari 9 hingga 12 bulan: Mengembangkan ketidakseimbangan yang dibawa ada atau tidaknya orang lain. Keseimbangan dicapai dengan interaksi dan respon oleh tanggap yang lebih terorganisir.
- Dari 2 sampai 6 tahun: Ketidakseimbangan disebabkan secara langsung dan tidak langsung dari rangsangan dan kesetimbangan kembali lewat keterampilan representasional serta keterampilan emosional.
- Dari 7 sampai 12 tahun: Ketidakseimbangan terjadi lewat persepsi langsung, perbandingan sosial dan respons emosional yang melibatkan pola perilaku karakteristik.
- Sesudah 13 tahun: Ketidakseimbangan datang lewat perbandingan internal dan emosi mulai berkontribusi pada konsep menstabilkan diri.
Fischer, Shaver dan Camochan mulai dari perspektif jika setiap teori perkembangan emosi harus berhubungan dengan bagaimana emosi mengembangkan dan mempengaruhi proses perkembangan dan ada hubungan kecerdasan emosional dengan kepemimpinan.
Untuk membangun teori, pada awalnya mereka tertarik pada keahlian teori Isan yakni organisasi perilaku. Hal yang dipercaya Isan adalah jika emosi dasar ditimbulkan oleh penilaian yang sangat sederhana ketika bayi. Namun sesudah itu, emosi lebih kompleks dan lebih kultural tergantung dari penilaian individu.
Umumnya, Fischer dkk menyetujui jika teori emosi jika emosi primer atau dasar yang bermakna, terorganisir dan adaptif pada bayi.
Sesudah Izard dan Malatesta yang umum, teori umum perkembangan emosional mempertimbangkan masalah yang lebih spesifik yakni emosi pada bayi.
Titik awal mereka adalah salah satu dasar dari ada atau tidaknya perasaan yang dimiliki bayi. Mereka berpendapat jika ini merupakan sebuah pertanyaan dan analisis emosi bisa mengatasi masalah tersebut.
Sosio emosional merupakan perubahan yang terjadi pada diri setiap orang dalam warna afektif yang menyertai setiap kondisi atau perilaku individu. Dalam pembahasan sosio emosional tersebut lebih ditekankan pada sosio emosional remaja.
- Remaja
Tahapan remaja adalah tahap perkembangan individu yang sangat penting diawali dengan matangnya organ fisik atau seksual.
Menurut Konopka, masa remaja meliputi remaja awal dari 12 hingga 15 tahun, remaja madya dari 15 sampai 18 tahun dan remaja akhir dari 19 hingga 22 tahun. Periode remaja tersebut dipandang sebagai masa frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun serta perasaan teralineasi atau tersisihkan dari kehidupan sosial orang dewasa.
- Perkembangan Emosi Remaja
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas yakni perkembangan emosi yang tinggi dan ada hubungan kecerdasan emosional dengan kepercayaan diri. Pertumbuhan fisik khususnya organ organ seksual akan berpengaruh pada perkembangan emosi atau perasaan serta dorongan baru yang dialami sebelumnya.
- Perkembangan Sosial Remaja
Pada remaja berkembang sosial cognition yakni kemampuan untuk memahami orang lain. Pemahaman tersebut mendorong para remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka khususnya para teman sebaya. Pada masa tersebut juga berkembang sikap comformity yakni kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti pendapat, opini, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain.
- Problems Sosio Emosional Remaja
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri sehingga ada hubungan kecerdasan emosional dengan kontrol diri. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri tersebut sering menyebabkan berbagai masalah pada remaja.
- Masalah Remaja
Permasalahan pada remaja berhubungan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan agama diantaranya adalah:
- Keterkaitan hidup dalam kelompok kecil yang tidak terbimbing sehingga sangat mudah menyebabkan konflik dan kenakalan remaja yang berbentuk perkelahian, prostitusi, pencurian dan juga bentuk perilaku anti sosial lainnya.
- Melakukan perbuatan yang dilakukan secara sengaja yang justru bertentangan dengan norma agama atau masyarakat.
Implikasi Perkembangan Sosio Emosional Pada Pendidik
Dalam proses belajar, kita tidak menyangkal jika peran intelegensi berpengaruh pada prestasi pembelajaran. Akan tetapi yang timbul saat ini adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam pendidikan difokuskan untuk diukur dari segi kuantitas intelegensi yakni dengan mengukur IQ.
Peran IQ dianggap menjadi hal utama yang berpengaruh pada keberhasilan. Namun yang perlu disadari, IQ hanya pengukur secara kuantitas tentang tingkat intelegensi yang bisa diukir dan bersifat konkret serta konvergen.
Emosi dalam psikologi yang positif bisa mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik. Sebaliknya, emosi yang negatif bisa menghambat belajar dan bahkan bisa menghentikannya. Untuk itu pembelajaran yang berhasil harus dimulai dengan menciptakan emosi yang positif pada diri pelajar atau peserta didik.
Untuk cara meningkatkan kecerdasan emosional yang positif pada siswa bisa dilakukan dengan banyak cara seperti menciptakan lingkungan belajar atau lingkungan sosial yang menyenangkan serta menciptakan kesenangan belajar. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi secara sehat khususnya ketika berhubungan dengan orang lain.
Selain kecerdasan emosi interaksi antar pelajar, lingkungan sekolah juga berpengaruh pada proses belajar. Jika hubungan interaksi yang baik antara pelakar dengan lingkungan sosial, lingkungan masyarakat dan juga lingkungan keluarga serta emosi pelajar bisa disesuaikan dengan lingkungan, maka proses belajar dan pelajar akan berjalan dengan baik.
Untuk itu, sangat keliru jika yang dianggap sebagai keberhasilan adalah IQ yang tinggi. Banyak orang yang bisa berhasil dalam akademik akan tetapi tidak bisa berbuat apapun dengan keberhasilan hidup yang nyata.
Untuk itu, keterlibatan jenis emosi dan keterlibatan pelajar pada lingkungan sosial sangat penting dalam semua aktivitas khususnya jika bisa mengelola emosi tersebut dengan tepat dalam lingkungan sosial atau bisa dikatakan cerdas ketika memakai emosi. Kecerdasan emosi dan bisa berinteraksi dalam lingkungan sosial sangat berperan terhadap keberhasilan seseorang dalam segala aspek.
Pengaruh sosio emosional pada remaja atau diri sendiri merupakan cara untuk mengendalikan diri, memutuskan semua dengan baik dan bisa lebih matang dalam merencanakan semua hal yang akan diputuskan.
Sedangkan pada orang lain adalah bisa menjalin kerja sama dengan baik, saling menghargai dan juga bisa memposisikan diri dengan lingkungan secara baik.
Supaya peserta didik bisa memiliki kecerdasan emosional dalam psikologi yang baik, maka harus dibentuk sejak dini sebab saat tersebut menjadi penentu pertumbuhan dan perkembangan manusia berikutnya sehingga peran orang tua dalam perkembangan sosial emosional anak usia dini sangatlah penting.
Pada usia tersebut, dasar dasar kepribadian anak sudah terbentuk. Menghadapi masalah sosio emosional peserta didik tergantung dari kondisi psikis siswa. Untuk mengembangkan potensi itu, maka dibutuhkan beberapa kegiatan yang bisa menunjang kemajuan perkembangan sosio emosional seperti ekstrakurikuler dan juga bimbingan rohani.