Dalam dunia psikologi, ilmu psikolog sangatlah luas. Dimana ilmu psikologi memiliki banyak anak cabang dan harus dipelajari lebih jauh lagi. Masing-masing ilmu tersebut biasanya dipelajari untuk strata 2 dan menjadi ilmu konsentrasi seorang psikolog. Ada Antropologi, Psikologi Agama, Psikologi Keluarga, Psikologi Lingkungan dan lainnya. Salah satunya adalah psikologi forensik mungkin terdengar aneh dan tidak biasa. Namun psikologi forensik erat kaitannya dengan medikal atau dengan bidang klinis. Apa penjelasannya dan bagaimana cara kerjanya ?
Psikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari subyek dari segi kognitif, afektif dan perilaku dalam kaitannya dengan proses hukum. Dengan kata lain, psikologi forensik merupakan titik temu antara bidang psikologi dan bidang penegakan hukum.
Seorang ahli psikologi forensik seyogyanya memiliki pengertian mendasar akan prinsip-prinsip hukum tertentu, khususnya yang berkaitan dengan kesaksian sebagai saksi ahli di pengadilan. Ia juga harus mampu memformulasikan temuan-temuan psikologis ke dalam bahasa hukum yang dapat dipahami di persidangan. Ini penting, karena pertanyaan-pertanyaan kepadanya sebagai saksi ahli di persidangan biasanya diajukan dalam bahasa hukum, dan bukan bahasa psikologi.
Praktek Psikologi Forensik
Berbeda halnya dengan psikolog klinis pada umumnya, psikolog forensik tidak memandang diri klien atau terdakwa dari sudut pandang si terdakwa itu sendiri, atau ber-“empati”, karena itu bukan bagian dari tugasnya. Menggunakan teknik pengujian dan prosedur wawancara yang tradisional tidak cukup memadai dalam suatu situasi forensik. Yang terpenting adalah menguji bagaimana konsistensi dari informasi faktual yang muncul dari berbagai sumber, dan seorang psikolog forensik harus mampu menghadirkan sumber-sumber yang digunakan itu.
Salah satu tantangan dalam pendekatan psikologi forensik adalah menghadapi klien yang pura-pura sakit, atau malingering. Dalam beberapa kasus, tindakan ini dikategorikan sebagai pelanggaran karena dianggap menghambat proses hukum, dan ada sanksi tersendiri untuk itu.
Baca juga: Psikologi Keperawatan
Jika ada keraguan dari pihak pengadilan apakah seorang terdakwa itu cukup kompeten secara mental untuk menghadiri sidang terhadap dirinya, ditunjuklah seorang psikolog forensik untuk meneliti kondisi kejiwaan orang tersebut. Atas hasil penelitian itu sang psikolog membuat rekomendasi untuk pengadilan. Jika orang tersebut dinilai tidak kompeten, biasanya sang psikolog akan merekomendasikan penanganan psikiatris atas orang tersebut dalam jangka waktu tertentu untuk mengembalikan kompetensi mentalnya, di samping juga untuk mengembalikan kemampuannya melakukan pembelaan diri selama persidangan. Dalam beberapa kasus di mana terdapat ancaman hukuman mati, psikolog forensik dapat ditugaskan meneliti kompetensi mental si terdakwa dalam menghadapi pelaksanaan hukuman mati tersebut.
Dalam kasus-kasus di mana tingkat kewarasan si terdakwa pada waktu melakukan tindak kejahatan itu diragukan, seorang psikolog forensik dapat ditugaskan untuk meneliti dan memastikan hal tersebut. Pada kasus-kasus lainnya, seorang psikolog forensik dapat ditugaskan meneliti dan memastikan seberapa besar risiko seorang terdakwa pelaku tindak kejahatan dapat mengulangi lagi perbuatan tersebut. Terkait hal tersebut, sang psikolog juga memberi informasi dan rekomendasi bagi keperluan vonis, keputusan mengenai masa percobaan, atau pembebasan bersyarat, termasuk di dalamnya seberapa besar kemungkinan pelaku kriminal tersebut dapat direhabilitasi.
Perbedaan antara Evaluasi Forensik dan Terapeutik
Perbedaan antara evaluasi melalui forensik dan terapeutik adalah sebagai berikut:
- Dari segi cakupan, penanganan terapetik lebih luas dan mencakup banyak hal; sedang cakupan penanganan forensik lebih terbatas dan cenderung mengabaikan aspek-aspek klinis dari suatu kasus.
- Psikolog klinis memberi perhatian yang lebih besar pada cara pandang atau perspektif klien, sedang psikolog forensik lebih menitikberatkan pada akurasi, dan cenderung menomorduakan sudut pandang klien.
- Kesukarelaan klien lebih menentukan pada penanganan secara terapetik, sementara penanganan forensik biasanya diijalankan atas perintah hakim atau jaksa, terlepas dari adanya kesukarelaan klien atau tidak.
- Pada penanganan secara terapeutik, klien memiliki otonomi dan kebebasan yang lebih besar menyangkut tujuan dari penanganan tersebut, dan kepentingan klien lebih diperhatikan; sementara tujuan penanganan forensik dibatasi oleh ketentuan hukum terkait kasus yang ditangani.
Berikut ini adalah beberapa cara kerja psikologi forensik dalam menangani suatu peristiwa kriminalitas dan sebagainya, antara lain:
- Membutuhkan Data Otentik
Dalam psikologi forensik, mereka membutuhkan data yang otentik. Sebenarnya sama halnya dengan cabang psikologi lainnya. Biasanya pengambilan data untuk mereka pasien yang menderita Gangguan Mood Dalam Psikologi, atau gangguan besar lainnya.
- Digunakan khusus Hukum dan permasalahan hukum
Forensik berkaitan dengan kriminalitas ataupun permasalahan dimana pasien atau objek ataupun klien biasanya meninggal secara tidak wajar. Sehingga untuk memperjelas alibi atau kasus yang ada mengapa kematian terjadi biasanya menggunakan psikologi forensik untuk menunjang.
- Bisa untuk yang terlibat kriminalitas
Sebenarnya bukan hanya bisa, psikologi forensik sama seperti ilmu psikologi lainnya yang membantu menunjang adanya masalah dalam kasus atau sebuah kejadian. Dalam psikologi lain seperti Fakta Psikologi Remaja yang tiba-tiba menyebabkan kriminalitas atau kenakalan bisa ditelaah penyebabnya mengunakan psikologi.
- Forensik dasarnya untuk membantu kasus
Forensik biasanya untuk membantu kasus, bukan untuk menyalahkan pihak A ataupun B. Biasanya forensik untuk menunjang bukti saja bahwa ia rangkaian kejadiannya seperti yang digambarkan Jaksa ataupun misalnya pengacara.
- Tidak bisa menyalahkan pelaku secara sepihak
Meskipun mengungkap bukti, psikologi forensik tidak memiliki hak untuk menyalahkan pelaku secara sepihak saja. Karena bukan ranahnya atau keleluasannya untuk menyatakan bahwa pelaku A dan B. Biasanya untuk menentukan tersangka kejahatan dilakukan analisis lebih jauh.
- Dibutuhkan observasi mendalam
Observasi mendalam dibutuhkan untuk menilai manusia, terutama yang menilai banyak karakter layaknya Psikologi Pendidikan yang melibatkan banyak anak-anak atau banyak karakter dalam objeknya. Termasuk psikologi forensik, bahkan terkadang dalam forensik melibatkan manusia namun sudah meninggal dan tidak bisa diobservasi secara verbal.
- Tidak bisa dilihat secara mendasar/harus menyeluruh
Sangat tidak boleh menilai atau menyimpulkan sesuatu secara mendasar saja dalam psikologi, karena hal tersebut akan menyesatkan anda.
- Subjek dan objek sudah pasti
Subjek dan objek dalam psikologi forensik biasanya sudah pasti karena rujukan dari dokter ataupun dari lembaga hukum. Tidak seperti psikologi lainnya yang subjek masih mengambang. Seperti mereka yang mengalami Gangguan Jiwa Pada Manusia Modern yang objeknya universal dan luas.
- Psikologi forensik dilakukan sesuai tahapan/tidak sembarangan
Sama seperti psikologi lainnya forensik juga mengutamakan tahapan dan tidak sembarangan dalam melakukan pekerjaan khususnya jika menyangkut mengenai nyawa seseorang dan sebuah kejadian yang membahayakan.
- Psikologi forensik harus dilakukan psikolog
Meskipun menyangkut forensik dan sejenisnya, psikologi forensik tetap harus dikerjakan oleh psikolog. Bukan oleh polisi ataupun dokter. Karena masing-masing sudah punya “jobdesk” nya dan tidak ada pencampuran dalam hal tersebut.
- Mendukung bukti atau sebuah kejadian yang ada
Seperti yang sudah dibahas, forensik hanya mendukung bukti dari sebuah kejadian namun jarang sekali menjadi bukti tunggal, biasanya menjadi bukti pendukung ataupun bukti utama.
- Psikologi forensik berbeda dengan klinis dan berbeda dengan cara kerja kepolisian
Psikologi forensik nyatanya berbeda dengan klinis dan kepolisian. Jika klinis lebih kepada sebuah kesehatan dari objeknya, sedangkan forensik menjabarkan berbagai temuan yang ada yang nantinya akan berkaitan dengan hukum tanpa ada keberpihakan atau pernyataan bahwa mereka pelaku atau non pelaku.
Meskipun di Indonesia banyak orang yang belum menerapkan atau belum membiasakan bahwa ada Psikologi forensik namun perlu diketahui bahwa sudah banyak masyarakat Indonesia yang mempelajari mengenai psikologi forensik. Terkait perkembangan ilmu pengetahuan, nyatanya psikologi forensik masih benar-benar dikembangkan dan masih benar-benar diminati. Sehingga tak ada masalah untuk anda yang tertarik atau ingin belajar, jangan takut untuk tidak mendapatkan profesi atau pekerjaan.