Home » Ilmu Psikologi » Sejarah Psikologi Proyektif dan Implementasinya

Sejarah Psikologi Proyektif dan Implementasinya

by Hana Masita

Psikologi proyektif mungkin kurang familiar dan tidak terlalu dikenal oleh masyarakat kebanyakan. Padahal hal-hal yang dipelajari di dalam psikologi proyektif ini termasuk ke dalam hal-hal yang sangat sering kita alami di keseharian, terutama menyangkut dengan kepribadian seseorang.

Secara singkat psikologi proyektif adalah sebuah konsep psikologi dimana manusia memiliki kecenderungan untuk membela dirinya atau menghindarkan diri dari tekanan-tekanan yang tidak menyenangkan dan menyangkan keberadaan tekanan tersebut. Penyangkalan bisa ada di dalam diri saja maupun ditunjukkan kepada orang lain. Lalu, bagaimana sejarah psikologi proyektif ini?

Psikologi proyektif yang sangat erat kaitannya dengan kepribadian seseorang ini awalnya dicetuskan oleh Freud. Menurut Freud, sebagian cara individu untuk mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress ataupun konflik adalah dengan membentuk pertahanan diri yang bisa dia lakukan secara sadar maupun tidak.

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri atau defence mechanism sebagai suatu cara individu memutarbalikkan kenyataan untuk mengatasi kecemasan yang dia alami. Hal ini bisa berarti individu tersebut menipu dirinya sendiri.

Istilah ‘mekanisme’ yang digunakan oleh Freud ini mungkin kurang tepat, namun bisa dimengerti melihat kecenderungan di abad ke-19 dimana manusia dipandang sebagai sebuah mesin yang sangat kompleks.

Sejarah Psikologi Proyektif

Proyeksi dikenalkan pertama kali oleh Freud di dalam tulisannya The Anxiety Neurosis (1894). Di situ beliau memaparkan bahwa psyche akan mengembangkaan suatu kecemasan neurotik bila psyche merasa tidak berdaya untuk mengatasi rangsangan-rangsangan (seksual) yang berasal dari dalam (endogenous) sehingga rangsangan-rangsangan tersebut akan diproyeksikan ke dunia luar (Freud, 1894).

Sementara itu, di dalam karyanya yang lain, On the Defense Neuropsychoses (1896), Freud mengelaborasikan lebih jauh tentang konsep proyeksi ini.

Secara eksplisit, Freud mengemukakan bahwa proyeksi adalah suatu proses memetakan dan melampiaskan dorongan, perasaan dan sentimen seorang individu tersebut lingkungan di luar dirinya, sebagai proses yang sifatnya defensif. Individu yang bersangkutan tersebut pun tidak menyadari munculnya gejala tersebut karena semua terjadi di luar kehendaknya (undesireable phenomena).

Baca juga:

Elaborasi yang lebih jauh lagi bisa dilihat di kasus Schreber, seorang penderita paranoia. Freud mengemukakan bahwa penderita paranoia tersebut memiliki kecenderungan homoseksual. Karena ada super ego yang menekannya, dia mengubah sebuah reaksi-formasi, dari I love him menjadi I hate him.

Adanya proyeksi benci kepada objek yang sebelumnya dia cintai ini merupakan akibat dari super ego yang tidak mengizinkan benci tersebut muncul di kesadaran dan teralisasi. Dia pun merasa bahwa bahaya di dunia luar akan lebih menekannya daripada bahaya dari dalm dirinya sendiri.

Hal ini akan membuatnya meredam rasa bencinya. Jadi, dalam hal ini super ego menghambat pengekspresian rasa benci itu berdasarkan norma-norma sosial yang dia miliki.

Jika di atas adalah paparan Freud mengenai proyeksi, berikut ini adalah definisi proyeksi menurut Healy, Bronner dan Bowers. Menurut mereka proyeksi adalah sebuah proses defensif yang dikendalikan oleh prinsip kenikmatan (pleasure principle), dimana ego yang berpedoman pada dunia di luarnya, akan merasa tercela jika keinginan dan ide alam tidak sadar muncul ke permukaan.

Proyeksi yang pada awalnya berasal dari psikosis dan neurosis diterapkan dalam bentuk-bentuk tingkah laku lainnya, seperti pendapat Freud dalam The Future of an Illusion dan Totem and Taboo, maka menurut Healy, Bronner dan Bowers proyeksi juga adalah mekanisme yang penting dalam pembentukan kepercayaan memeluk agama tertentu. (Baca juga: Sejarah Kesadaran Dalam Psikologi)

Tidak hanya itu, dalam konteks kebudayaan proyeksi disebut memiliki peran dalam prosess defensif terhadap kecemasan. Dalam sumber-sumber psikoanalisis, sering ditemukan bentuk pertahanan atau defense mechanism, dimana proyeksi memegang peranan penting.

Namun, tidak banyak penelitian yang dilakukan mengenai hal ini sehingga Sears pun mengatakan bahwa satu-satunya istilah yang paling tidak jelas definisinya dalam teori psikoanalisis adalah istilah proyeksi.

Implementasi Psikologi Proyektif

Psikologi proyektif paling banyak ditemukan pengaplikasiannya di bidang psikologi klinis. Pengaplikasian ini sering kita kenal sebagai metode proyektif. Di dalamnya terdapat banyak jenis metode tes, termasuk tes Rorschach, TAT, tes Szondi, Sentence Completion Test, EPPS dan lain sebagainya.

Asumsi dasar yang digunakan untuk melandasi tes-tes ini adalah ketika subjek dihadapkan dengan beberapa stimulus yang ambigu (kabur) dan subjek tersebut diminta untuk memberi respon terhadap stimulus, maka subjek akan memproyeksikan need dan press sebagai respon yang tampak. (Baca juga: Manfaat Tes Psikologi dalam Bidang Klinis)

Telah dilakukan penelitian eksperimental terkait fenomena proyeksi ini. Pada eksperimen yang pertama nenerapa subjek diberi beberapa kartu TAT. Eksperimen ini dilakukan dengan kondisi yang terkontrol.

Sementara itu, eksperimen kedua dilakukan dengan beberapa subjek yang dikenai posthypnotic saat menjelaskan gambar di kartu TAT, agar subjek menyadari agresinya. Dari kedua eksperimen ini, subjek menunjukkan tingkah laku sesuai hipotesis proyeksi yang ada. Artinya, agresi pada eksperimen kedua memiliki peningkatan dibandingkan eksperimen yang pertama.

Hal ini bisa terjadi karena ketika subjek ditempatkan pada kondisi posthypnotic, subjek dalam keadaan yang sangat sedih dan depresi. Hal ini mereka tuangkan dalam bentuk proyeksi saat menceritakan gambar di kartu TAT. (Baca juga: Konsep Psikologi Proyektif dalam Studi Kepribadian)

Hingga eksperimen tersebut dilakukan, tidak pernah ditemukan adanya perubahan terhadap konsep proyeksi bahwa kenyataan proyeksi adalah sebuah proses memetakan (melampiaskan ke luar) sentiment yang tidak diterima oleh ego. Eksperimen pun kemudian dikembangkan lagi dengan variasi yang lebih luas, dimana dengan keadaan posthypnotic subjek merasa sangat gembira.

Rasa gembira pun diproyeksikan oleh subjek ke dalam cerita-cerita dalam kartu. Eksperimen yang terakhir ini menunjukkan bahwa konsep proyeksi tidak hanya didasarkan pada mekanisme pertahanan (defense mechanism) karena di dalam diri seseorang tidak terdapat kebutuhan atau usaha ego untuk menekan efek-efek kegembiraan.

Sebenarnya hasil tersebut juga telah diantisipasi oleh Freud dalam Totem and Taboo. Di situ Freud mengemukakan bahwa proyeksi tidak secara khusus terwujud sebagai usaha membentuk pertahanan, karena ternyata, meskipun tidak ada konflik yang dialami oleh subjek proyeksi dapat tetap terjadi.

Proyeksi persepsi yang ada di dalam ke dunia luar adalah sebuah mekanisme yang primitif, yang juga bisa memberi pengaruh pada persepsi indera manusia. Dalam kondisi-kondisi yang penuh dengan ketidakpastian, persepsi di dalam diri seseorang yang berupa idealisme dan emosi, bersama dengan persepsi indera akan membentuk dunia luar.

Baca juga:

Selanjutnya juga dikemukakan bahwa apa yang seseorang proyeksikan ke dunia luar bisa berubah menjadi sesuatu yang berbeda, yang hanya dikenal oleh indera seseorang tersebut. Apa yang diproyeksikan oleh seseorang tersebut bersifat latent, tetapi bisa dimunculkan kembali.

Hal ini juga merupakan coexistence dari persepsi dan memori, atau jika dibuat generalisasi, sesuatu yang latent tersebut adalah keberadaan proses ketidaksadaran psikis yang muncul ke alam sadar.

Pemikiran Freud di atas didasari oleh apercept memory (ingatan masa lalu) yang mempengaruhi saat sekarang terhadap sebuah stimulus. Jadi, intepretasi atas TAT juga berdasarkan asumsi yang dibuat Freud tersebut. Sebagai contoh, persepsi masa lalu yang dimiliki oleh seorang subjek terhadap ayahnya akan mempengaruhi persepsi subjek terhadap figure ayah yang ada di kartu TAT.

Maka, kini sudah jelas bahwa apercept memory akan mempengaruhi reaksi seseorang terhadap stimulus dan hal tersebut tidak dapat didefinisikan secara sempit sebagai sebuah usaha defensif semata, seperti apa yang dipaparkan dalam definisi proyeksi yang semula. Semoga pembahasan ini bermanfaat, ya!

You may also like