Toxic relationship dikenal sebagai istilah yang merujuk pada suatu hubungan yang tidak sehat. Keadaan ini tidak hanya terjadi pada percintaan dalam hubungan pasangan kekasih, tetapi juga mungkin terjadi dalam hubungan anak dan orang tua dalam sebuah keluarga, yang dikenal dengan sebutan toxic parenting.
Kerap kali orang tua tidak menyadari bahwa pola asuh yang diterapkan secara keliru membuat kita merasa tertekan, hingga tak jarang berujung trauma psikologis dan gangguan emosional yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita.
Toxic Parents dan Dampak Pola Asuh Terhadap Mental Anak
Toxic parenting adalah tipe pola asuh yang memposisikan orang tua sebagai pengendali kontrol penuh terhadap hak-hak anak atas kemauan pribadi orang tua. Toxic parents biasanya menerapkan pentingnya ilmu parenting bagi tumbuh kembang anak dengan cara menunjukkan perilaku manipulatif, suka mengatur pilihan anak, suka menghina dan merendahkan, egois, destruktif, hingga tindakan abusive.
Toxic parents cenderung menerapkan pola asuh otoriter atau strict parents sehingga tidak menghargai anak sebagai individu bebas membatasi hak anak untuk hidup dalam keluarga yang sehat. Apabila ini dibiarkan, kondisi mental, psikologis, dan alam bawah sadar anak akan terluka.
Dampak buruk yang diakibatkan oleh toxic parenting tersebut dapat memicu rasa insecure dalam diri anak, seperti tidak merasa berharga, kehilangan motivasi untuk menjalani hidup, cenderung menyalahkan diri sendiri, atau bisa jadi justru menjadi brutal dan tidak terkendali, depresi, dan gangguan mental berkelanjutan yang membutuhkan proses panjang untuk menyembuhkan diri.
Bimbingan dalam mengupayakan mekanisme mencintai diri sendiri merupakan langkah awal yang sangat diperlukan demi mengembalikan kesehatan mental kita. Cara-cara yang kita lakukan dengan bijaksana dapat membantu proses penyembuhan diri untuk menghindari kondisi-kondisi yang merugikan diri kita sendiri. Berikut cara menghadapi toxic parents.
1. Validasi Perasaan Tidak Nyaman
Langkah bijaksana pertama yang harus kita lakukan sebagai anak yang memiliki toxic parents adalah memvalidasi perasaan yang timbul selama menjalani kehidupan sehari-hari. Cara ini dilakukan dengan mengakui bahwa kita mungkin merasa sakit hati, sedih, kecewa, dan tidak nyaman sehingga kerap merasa tidak dapat menjalani hidup dengan normal.
Bahwa suatu kewajaran apabila kita merasakan ketidaknyamanan ketika terjadi perbedaan pola pikir antara kita dan orang tua. Validasi perasaan menjadi faktor penting bagi anak karena tindakan melawan atau denial terhadap perasaan dan pikiran hanya akan memperburuk ketenangan batin.
2. Temukan Orang yang Membuatmu Merasa Aman
Menemukan orang-orang yang menerima keterbukaan pikiran akan sangat membantu kita untuk menghadapi gangguan emosional yang dialami.
Kita perlu memberanikan diri untuk bercerita kepada orang-orang terpercaya yang membuat kita merasa aman. Bisa jadi teman dekat, saudara, atau konsultasi dengan psikolog. Ceritakan mengenai apa yang terjadi, pandangan kita terhadap situasi yang terjadi, dan harapan kita.
Mengutarakan pendapat dan perasaan kita kepada orang lain tidak berarti kita egois, durhaka kepada orang tua, atau manja. Justru, cara ini merupakan pertolongan pertama yang menunjukkan niat baik kita untuk mau berubah dan berkembang menjadi pribadi yang lebih berkualitas.
3. Memaafkan Orang Tua
Menghadapi toxic parents mungkin memunculkan sikap segan, takut, hilang respect, hilang kepercayaan, dan bahkan sampai pada perasaan benci. Perasaan tersebut sangat masuk akal. Akan tetapi, alangkah baiknya kita berusaha memaafkan sikap dan tindakan orang tua dalam bentuk pola asuh yang keliru.
Latar belakang keluarga, pendidikan, proses tumbuh kembang, dan hal-hal lain mungkin mengakibatkan cara didikan yang kurang tepat. Membentuk sebuah keluarga juga merupakan proses yang terus bergerak. Bisa jadi anak yang melakukan kesalahan, bisa jadi orang tua.
Dengan belajar memaafkan orang tua, kita tetap dapat berbakti dan bertanggung jawab sebagai anak kepada orang tua, meski harus melalui permasalahan yang harus dipecahkan bersama.
4. Diskusi Mengenai Batasan
Sebagai bagian dari keluarga, hal yang sangat normal apabila kita mencoba mengkomunikasikan suatu permasalahan bersama untuk melihat sudut pandang dari semua anggota keluarga. Upayakan kita dapat dengan santun menyampaikan pandangan terkait batasan diri, bahwa setiap anak memiliki hak untuk memilih keputusan yang akan diambil.
Hal ini bukan berarti melarang orang tua memberikan arahan, melainkan menyepakati bahwa pilihan anak yang bersifat positif semestinya mendapatkan dukungan positif pula dari orang tua.
5. Beranikan Diri Untuk Menolak
Membahagiakan orang tua adalah impian semua anak. Akan tetapi, dalam beberapa kondisi, kita berhak untuk menolak kemauan orang tua yang tidak sesuai dengan hati kita. Dengan cara dan kemampuan yang kita miliki, kita tetap dapat membahagiakan orang tua tanpa merugikan perkembangan diri kita sendiri.
6. Hindari Ekspektasi Orang Tua Dapat Mengubah Pola Pikir
Kekecewaan besar akan kita rasakan apabila kita menuntut dan memaksa orang tua toxic untuk cepat berubah menjadi orang tua dengan pola asuh yang ideal.
Toxic parenting bisa disebabkan oleh banyak faktor, misalnya orang tua memiliki pengalaman traumatis semasa kecilnya, pola pikir yang sudah terlanjur terbentuk dari lingkungan keluarganya, dan kemungkinan lain.
Hal ini cukup menyadarkan kita bahwa kita mungkin tidak dapat secara tiba-tiba mengubah kebiasaan pola pikir orang tua yang cenderung selalu merasa benar. Ekspekstasi yang berlebihan dapat meracuni pikiran kita apabila harapan yang kita inginkan tidak terjadi. Meski begitu, selalu ada peluang baik apabila kita berani untuk berdiskusi dan speak up mengenai perasaan kita.
7. Kenali Potensi dan Keinginan Diri
Orang tua yang toxic cenderung menyetir anak ke arah yang diinginkan oleh orang tua tanpa berusaha mendengarkan rencana yang dimiliki anak.
Untuk mengatasi itu, kita perlu mulai mengenali potensi yang kita miliki sehingga kita mampu merencanakan opsi-opsi apa yang membawa kita menuju pencapaian versi kita.
Kenali juga keinginan kita yang mungkin tidak sejalan dengan keinginan orang tua, alasan apa yang mendasarinya, apakah keinginan kita berdampak positif dalam meningkatkan kualitas diri kita, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
8. Sibukkan Diri dengan Kegiatan Positif
Proses self-heal dalam menghadapi toxic parents harus dibarengi oleh mekanisme coping yang bijaksana dan positif. Mencintai diri sendiri tidak hanya sebatas proses menerima segala keadaan yang ditakdirkan untuk kita alami, tetapi juga berkembang menjadi sesuatu yang jauh lebih berharga.
Kesibukan dapat merangsang produksi hormon-hormon baik di dalam tubuh, meng-upgrade kualitas dan nilai diri, menciptakan circle atau lingkungan pertemanan baru yang memberikan pengalaman dan kenangan baik, dan memperbesar peluang-peluang positif yang akan datang ke kehidupan kita (bisa berupa rezeki, prospek kerja di masa depan, sahabat, dll).
Harapannya, dimulai dari pencapaian yang berhasil kita raih, orang tua perlahan-lahan membuka hati dan pikiran orang tua bahwa salah satu pondasi fundamental di dalam sebuah keluarga adalah kepercayaan dan dukungan positif yang berlaku dua arah.