Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Anak » Gejala Pada Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Gejala Pada Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

by Wahyu Nur Laili

Psikologi anak merupakan cakupan luas yang menjembatani diri anak pada seluruh aspek perkembangan psikis, kognitif, motorik, dan aspek-aspek yang menjadi indikator perubahan kekayaan intelektual dan mental setiap tingkatan usianya.

Pada proses tumbuh kembang anak, pembentukan tingkat kualifikasi akademik, inteligensi, serta perkembangan sikap-sikap dalam interaksi sosial dirangsang dan didukung melalui wadah pendidikan. Melalui ruang belajar yang mensinergikan pendidik di sekolah dengan peran orang tua di rumah, maka psikologi perkembangan anak dapat dipantau dan dikaji berulang demi mencapai keoptimalan diri.

Meski tidak pasti dialami oleh semua anak, probabilitas terjadinya suatu penyimpangan atau ketidaksempurnaan perkembangan anak dalam proses belajar tidak dapat kita hindari. Dalam beberapa kasus, anak mengalami kesulitan dalam memperoleh dan mengolah stimulus yang diberikan sehingga berdampak pada gangguan tingkat intelektual dan capaian hasil belajarnya. Kondisi ini dapat menjadi warning sign bagi kita untuk mengenal istilah learning disabilities atau kesulitan belajar.

Pengertian Kesulitan Belajar (Learning Disabilities)

Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan anak untuk membaca, memahami, dan mempelajari suatu informasi, meliputi perkembangan bahasa anak usia dini secara lisan dan tulisan yang berkaitan dengan psikologi klinis.

Menurut National Institute of Health, kesulitan belajar dipandang sebagai hambatan atau gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh kesenjangan yang signifikan antara taraf inteligensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dapat dicapai.

Kesulitan belajar disebabkan oleh gangguan neurologis pada sistem saraf pusat otak yang dapat menimbulkan gangguan pada perkembangan anak dalam mengolah bahasa lisan dan tulisan. Jadi, kondisi ini sangat berbeda dengan kelainan fisik. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Cruickshank & Hallahan (1975), bahwa beberapa kondisi kesulitan belajar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang terjadi secara berulang tidak selalu diakibatkan oleh kelelahan atau penyakit.

Kesulitan belajar (learning disabilities) dapat muncul dalam bentuk ketidakmampuan yang berbeda-beda. Mengacu pada informasi yang disampaikan Kemenkes RI, adapun jenis-jenis kesulitan belajar dikategorikan sebagai berikut.

  • Disleksia, ketidakmampuan belajar untuk membaca atau menulis sehingga sulit merangkai kata menjadi kesatuan yang lebih kompleks.
  • Dispraksia, ketidakmampuan organisasi motorik sehingga sulit mengoordinasikan anggota tubuh untuk bekerja sesuai keadaan lingkungan sekitar.
  • Diskalkulia, ketidakmampuan belajar untuk mengenal angka, berhitung, dan memahami konsep matematika.
  • Gangguan verbal, ketidakmampuan dalam memproses secara baik suara dan perintah yang didengar.
  • Gangguan visual, ketidakmampuan dalam menginterpretasi informasi visual, biasanya sulit membedakan objek-objek yang terlihat serupa.
  • Gangguan persepsi, ketidakmampuan belajar untuk mengoordinasikan tangan dengan mata, biasanya ditandai dengan kesulitan membedakan huruf-huruf yang memiliki kemiripan bentuk lambang atau sulit, atau aktivitas motorik halus seperti mempertahankan objek dalam genggaman tangannya.

Gejala-gejala Kesulitan Belajar

Dalam psikologi perkembangan yang ditempuh anak selama menjalani pembentukan karakter dan kemampuan akademik, kesulitan belajar dapat diamati melalui observasi yang maksimal. Kriteria gejala yang dirangkum pula dengan acuan Learning Disabilities Association of America (LDA) dapat menjadi gambaran indikator anak yang mengalami kesulitan belajar.

Gejala Kesulitan Belajar Pada Anak Usia Prasekolah

  • Kelancaran berbicara yang terhambat

Kemungkinan gejala yang dialami anak yaitu mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata secara lisan yang benar dan jelas. Gejala ini dapat menyebabkan keterlambatan kefasihan berbicara ketika anak seusianya sudah belajar tingkatan wicara yang lebih tinggi.

Kesulitan pengucapan kata yang menyebabkan jumlah kosakata yang dikuasai anak sangat terbatas dan tidak bertambah, maka kondisi gejala ini mempengaruhi aspek lain, yakni interaksi sosial anak terhadap anak lainnya. Anak sulit untuk memulai dan menjalin komunikasi dengan anak seusianya.

  • Kesulitan mengenal dan memproses kata dan angka

Gejala berikutnya yaitu kesulitan untuk mempelajari bentuk-bentuk huruf dan angka sehingga dalam proses pembelajaran anak sulit menyerap huruf, angka, kata, dan kata yang berhubungan dengan konteks pengetahuan, seperti penamaan hari, bulan, benda, dan istilah lainnya.

Berkaitan dengan gejala ketidakmampuan tersebut, maka anak sulit merangkai huruf menjadi satu kata utuh, merangkai kata menjadi suatu kalimat sederhana. Kesulitan ini dapat menghambat anak untuk menerjemahkan perasaan atau pikiran yang ingin disampaikan kepada orang lain melalui lisan. Selain itu, karena pemahaman mengenai kata tidak dicapai secara optimal, maka anak cenderung tidak mengerti terhadap suatu instruksi atau perintah yang diberikan kepada anak.

  • Kesulitan memegang dan mengerjakan sesuatu

Anak cenderung mengalami gejala kesulitan dalam mengolah daya berpikir dalam menghadapi suatu pekerjaan, misalnya memegang alat tulis untuk mengikuti instruksi menggambar suatu pola atau menyesuaikan bentuk benda dengan lubang yang harus dimasuki.

  • Kegelisahan

Semua indikator kesulitan belajar yang dialami anak akan menimbulkan gejala perasaan gelisah yang sangat besar. Perasaan tidak nyaman ini dapat dipicu karena anak tidak dapat memahami situasi pembelajaran yang sedang dihadapi. Gejala kegelisahan ini dapat juga dimungkinkan berkaitan dengan konsentrasi anak yang terpecah.

Gejala Kesulitan Pada Anak Usia Sekolah

  • Kesulitan menghubungkan suara dan bentuk huruf

Anak mengalami gejala kesulitan dalam menyinkronkan bentuk huruf dengan suara dari pelafalan huruf tersebut. Perbedaan medium tulis dan suara ini tidak mampu diingat oleh anak.

  • Kesalahan pengejaan yang terus berulang

Anak yang sudah menginjak bangku sekolah akan menemui banyak sekali kata-kata baru yang lebih kompleks dan rumit. Gejala kekonsistenan kesalahan pengejaan dapat membingungkan anak ketika berusaha membaca rangkaian kata yang diajarkan. Kesulitan mengeja bacaan juga dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam merangkai huruf menjadi kata yang lebih padat.

  • Lambat ketika mempelajari hal baru

Gejala kesulitan dalam memahami suatu bacaan akhirnya dapat menumpuk tugas yang belum selesai di dalam pikiran anak sehingga pelajaran mengenai hal baru sulit untuk ditangkap oleh anak. Kondisi ini dapat menurunkan daya ingat anak.

  • Kesulitan mempelajari angka dan tanda

Pengenalan angka di bangku sekolah mulai beragam. Gejala yang dapat dialami pada tahap ini mulai dari kesulitan mengoperasikan matematika dasar hingga penggunaan angka pada objek di sekeliling anak, seperti waktu yang memiliki aturan angka tertentu. Selain itu, anak cenderung sulit untuk mengingat makna lambang atau tanda khusus dalam matematika dasar.

  • Hiperaktif

Gejala yang mungkin muncul adalah perilaku yang sangat aktif melakukan sesuatu secara impulsif, tetapi tidak dapat berkonsentrasi pada satu aktivitas. Akhirnya, anak bisa jadi tidak dapat menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan hingga tuntas. Kecenderungan ini dapat berkaitan dengan gejala emosional yang dapat terjadi apabila perilaku anak dihentikan atau dilarang.

  • Emosional

Perilaku yang random dan tidak memiliki kejelasan tujuan dapat merangsang gejala emosional pada diri anak. Gangguan emosional ditunjukkan dengan respon penolakan, mudah tersinggung, mudah murung, menghindari orang lain, dan dapat mengakibatkan terjadinya pertengkaran. Lebih lanjut, respon penolakan bisa berujung pada hasrat untuk melanggar aturan atau instruksi, membolos sekolah, yang berakibat pada demotivasi belajar.

Tidak semua gejala akan dialami oleh anak yang mengalami kesulitan belajar. Tidak semua pula anak yang kesulitan belajar memiliki IQ atau tingkat pengetahuan yang rendah. Bisa jadi, dalam bidang tertentu anak justru memiliki penguasaan yang sangat baik.

Untuk itu, pola asuh usia din dan peranan keluarga dalam pendidikan anak yang bersinergi dengan pendidik dalam lembaga pendidikan merupakan faktor penting dalam menghadapi situasi kesulitan belajar. Diperlukan kerja ekstra untuk memperhatikan secara terus menerus perkembangan dan pemilihan metode belajar yang sesuai dengan kompetensi anak agar hak anak untuk mendapatkan kesempatan membentuk nilai dirinya dapat terpenuhi dengan maksimal.

You may also like