Home » Ilmu Psikologi » Stress Kronis: Pengertian, Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya

Stress Kronis: Pengertian, Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya

by Arby Suharyanto

Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki potensi kejiwaan. Mereka adalah makhluk yang mempunyai unsur akal, hati dan nafsu. Bahwa dengan adanya unsur tersebut, manusia bisa berpotensi memiliki struktur yang biasa kita sebut sebagai struktur kejiwaan manusia. Jika tidak dipelihara dengan baik, maka akal atau kejiwaan ini akan memiliki stress.

Stress ini misalnya berupa stress kronis. Jangan pernah berfikir bahwa orang dewasa dan remaja lah yang sering kali terkena stress kronis. Bahkan anak-anak sekalipun dapat berpotensi memiliki stress kronis.

Masa anak-anak dibagi menjadi dua yaitu masa awal dan masa akhir. Masa awal anak-anak terjadi mulai umur 2-5 tahun dimana terjadi perkembangan antara hubungan orang tua dan anak,  pembiasaan kebersihan dan dispilin, perkembangan seksual, hubungan dengan saudara – saudara kandung, menyadari individualitasnya dan lain-lain.

Akhir masa anak-anak biasanya mulai pada usia 5 atau 6 tahun dimana ditandai dengan pertumbuhan fisik yang kuat dan munculnya kemampuan – kemampuan intelektual yang sangat penting.

Lalu bagaimana ketika dalam menjalani masa keemasan anak-anak seperti ini, mereka didiagnosis memiliki stress kronis? Selain psikologi memang terdiri dari banyak prespektif seperti Psikologi Pendidikan , Psikologi OlahragaPsikologi Kepribadian, psikologi remaja, psikologi sosial, Psikologi Islam, psikologi kesehatan dan seterusnya. Psikologi disini akan membahas Stress Kronis.

Pengertian

Pengertian stress kronis mirip dengan pengertian penyakit lain yang berkaitan dengan pikiran. Banyak anak tidak mempersiapkan dirinya untuk menghadapi stress sehingga gangguan ini sering kambuh dan berulang. Pengertian yang awalnya merupakan pengertian stress akan menjadi bahaya jika dibiarkan dan menjadi kronis.

Stress kronis tidak hanya berupa gangguan mental, namun sudah merembet hingga terlihat pengertian fisik dan emosional. Anak yang mengalami stress kronis akan kehilangan banyak waktu dan tenaga untuk mencoba menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam tubuhnya. Jika tidak ditangani dengan benar stress jenis ini bisa merujuk kearah gangguan jiwa.

Penyebab

Sejarah Kesehatan Mental telah lama diketahui. Berbagai macam penafsiran manusia mengenai kondisi mental seseorang menimbulkan berbagai macam cara untuk mengatasinya pula. Misalnya, orang yang menderita Stress Pasif Agresif,  atau Stress Kepribadian Histrionik, dianggap sebagai hal yang mistis. 

Faktor kesehatan mental pada anak biasanya dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor dari diri anak sendiri serta faktor eksternal yaitu faktor dari lingkungan. Penyebab stress kronis secara pasti memang belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menjadi penyebab stress kronis sebagai berikut :

  • Keturunan

Gen adalah unit biologis dasar hereditas yang berisi instruksi untuk fungsi dari setiap sel dalam tubuh. Masing-masing anak memiliki genetiknya masing-masing. Stress kronis mungkin saja diturunkan dari orang tua kepada anak – anaknya melalui gen.

  • Keadaan tubuh

Stress kronis sering dikaitkan dengan otak seseorang yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter membantu sel – sel saraf di otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Jika bahan kimia tidak seimbang atau tidak bekerja dengan baik apalagi terjadi cacat atau cedera pada daerah – daerah otak tertentu maka bisa dikaitkan dengan beberapa stress kronis.

  • Trauma Psikologis

Beberapa stress kronis mungkin juga dipicu oleh trauma psikilogis, seperti penyalahgunaan emosional, fisik, atau seksual, kerugian awal yang penting (seperti kehilangan orang tua), dan penelantaran.

  • Stres Lingkungan

Faktor dari luar yang bisa menimbulkan stress kronis adalah stres lingkungan. Peristiwa stress atau traumatic dapat mumicu stress pada seseorang dengan kerentangan terhadap stress kronis.

Gejala

Diagnosis adalah suatu hasil yang menggabungkan pernyataan faktor-faktor dinamik dan etilogis, serta perkiraan prognosis dan identifikasi biasa dari kondisi pasien berdasarkan salah satu wujud klinis yang diterima. Diagnosis ini diambil dari beberapa pendekatan yang sangat komprehensif muali dari pendekatan dari dokter, psikologis, psikiater, dan pekerja sosial- yang bekerja sebagai satu tim.

Anak-anak yang mengalami stress kronis dipelajari dari proses wawancara dengan orang tua, sanak saudara, teman-teman, dokter keluarga, catatan-catatan di rumah sakit, laporan-laporan laboratorium, catatan sekolah dan penyelidikan-penyelidikan sosial. Singkatnya diagnosis diambil dari gambaran latar belakang yang mempengaruhi gejala stress kronis tersebut.

Cara Mengatasi

Langkah-langkahnya secara sederhana bisa dilihat sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Dokter

Dokter biasanya bertugas untuk melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis sebagai wujud untuk menemukan faktor-faktor organik yang mungkin menjadi faktor-faktor penyebab yang penting bagi stress kronis. Pemeriksaan medis dan tes fisiologi ini memang bisa dilakukan psikiater, tetapi dalam prakteknya pemeriksaan ini hampir selalu dilakukan oleh dokter.

Sistem organ tubuh diteliti baik dengan pemeriksaan langsung maupun dengan penyelidikan secara umum di laboratorium untuk mengurangi adanya kondisi-kondisi fisik yang berhubungan dengan masalah stress kronis.

Sedangkan tes fisiologi dilakukan oleh dokter saraf jika stress tingkah laku menunjukan kemungkinan adanya stress pada otak atau saraf tulang belakang, misalnya, terdapat dugaan ada kerusakan otak (karena luka atau infeksi).

2. Pemeriksaan Psikolog

Psikolog bertugas melakukan wawancara-wawancara dengan pasien anak yaitu dengan menyampaikan dan menjelaskan hasil serentetan tes psikologi yang membantu dalam menilai kemampuan-kemampuan dan dinamika kepribadian individu.

3. Pemerikasaan Pekerja sosial psikiatri

Pekerja sosial psikiatri melakukan serangkaian teknik-teknik wawancara dan kunjungan lapangan, menyiapkan sejarah hidup pasien yang meliputi catatan perkembangannya, prestasi sekolah, penyesuaian diri dalam masyarakat, status ekonomi, dan faktor lain yang terkait pada anak-anak.

Wawancara adalah suatu perlakuan tatap muka antara pasien dan ahli klinis biasanya dilakukan oleh psikolog dan pekerja sosial psikiatri. Hal ini diawali dengan pemberitahuan lewat telepon oleh pasien untuk menentukan kapan wawancara itu diadakan.

Wawancara dilakukan sebagai suatu peluang awal untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah dan sejarah pasien. Atas dasar informasi inilah, psikolog dan pekerja sosial psikiatri mungkin memperoleh kesan diagnostik awal dan memberikan penilaian yang tepat.

Format wawancara yang diberikan mungkin berbeda antara ahli yang satu dengan yang lainnya namun umumnya mencakup topik-topik seperti: mengidentifikasi data, gambaran masalah yang dikemukakan, sejarah psikososial, sejarah medis atau psikiatri dan masalah medis atau pengobatan.Setelah melakukan wawancara, psikolog dan pekerja sosial psikiatri melakukan penilaian terhadap fungsi kognitif pasien berupa pemeriksaan status mental (mental status examination).

4. Melalui Suasana afek dan hati (mood)

Yaitu suasana afek yang mengacu pada ketepatan emosi-emosi atau perasaan-perasaan yang dikaitkan dengan objek-objek atau ide-ide. Kemudian melaui suasana hati yaitu emosi-emosi kuat yang diperlihatkan selama wawancara, seperti kesedihan, kecemasan, atau kemarahan. Emosi dalam Psikologi bisa membentuk seseorang menjadi pribadi yang berbeda, dimana tak hanya emosi yang kuat namun juga dominan bisa menyebabkan seseorang berubah kepribadiannya.

5. Psikiater

Psiakiater sendiri mempunyai wewenang untuk menyelidiki status mental pasien anak dalam hubungannya dengan semua penemuan yang telah dilakukan oleh pihak diatas. Meskipun dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menetapkan diagnosis stress kronis melalui pendekatan interdisipliner. Namun, tanggung jawab terakhir untuk menentukan diagnosis dengan tepat dan menyusun program perawatan terletak pada seorang psikiater.

6. Pemeriksaan Tingkat intelektual

Ahli klinis juga menilai tingkat umum fungsi intelektual anak-anak berdasarkan cara berbicaranya pasien yakni cara berbicara dan kemampuan untuk mengungkapkan ide-idenya dengan jelas, tingkat pengetahuan umum, serta status sosial-ekonomis yang diperoleh.

Cara Mencegah

  • Penilaian Fisik: Melaui kelayakan penampilan umum anak-anak, gaya merawat dirinya sendiri, cara mengenakan pakaian dan lain-lain.
  • Pengamatan Tingkah laku: Penilaian tingkah laku verbal dan nonverbal pasien dimana pemeriksaan tersebut mencatat tanda-tanda stress psikologis.
  • Pemeriksaan Ingatan: Yakni ingatan anak-anak terhadap peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa-peristiwa yang sudah lama terjadi.
  • Penilaian Sensorium: Yaitu penilaian seluruh perlengkapan panca indra individu untuk menganalisa fokus perhatian anak-anak, kapasitas untuk konsentrasi, dan tingkat kesadarannya tentang dunia.
  • Pengamatan Persepsi: Yaitu suatu proses psikologis dimana kemampuan anak dalam menafsirkan informasi yang diberikan oleh pancaindra.
  • Pemeriksaan Pikiran: Pemeriksaan proses-proses pikiran anak-anak yang mengacu pada bentuk dan isi pikiran yakni apakah pikiran tersebut logis dan koheren.

Setelah anak-anak didiagnosis menderita stress kronis hendaknya pihak-pihak di sekitarnya harus senantiasa berusaha mengupayakan kesembuhannya. Dalam lingkungan sekolah hendaknya guru dan teman-temannya lebih berperan dalam membantu penyembuhannya. Kata-kata yang diucapakan oleh guru kepada anak didik ibarat panah yang dilepaskan dari busurnya.

Kata-kata yang diucapkan oleh guru kepada anak didik akan menentukan masa depan mereka dan berpengaruh pada kesehatan mentalnya. Dari pihak keluarga pun harus senantiasa bersabar dan lebih terbuka dengan anak-anak yang mengalami stress ini agar mereka merasa dihargai dan dapat sembuh lebih cepat.

Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih

You may also like