Psikologi keluarga tidak memiliki definisi khusus dan merupakan gabungan definisi dari psikologi dan keluarga. Psikologi sendiri berkaitan dengan interaksi atau menjalin hubungan dengan orang lain secara sosial dengan memperhatikan pola pikir dan tingkah lakunya. Maka psikologi sendiri akan selalu terlibat di setiap interaksi manusia baik itu dalam lingkung lingkungan sosial, keluarga maupun diri sendiri.
Keluarga dalam Prespektif Psikologi
Psikologi keluarga merupakan pemahaman tentang interaksi atau pola sosial dalam keluarga. Keluarga sendiri terdiri dari beberapa individu yang bisa diidi dari dua generasi, tiga generasi, atau bahkan lebih. Banyaknya individu dalam keluarga ini akan mempengaruhi kualitas interaksi antar individu dan berdampak pada sisi psikologi individu maupun kelompok.
Perbedaan generasi dalam sebuah keluarga juga mungkin memicu suatu keadaan yang kadang baik kadang buruk. Hal inilah yang memunculkan psikologi keluarga dan menyatakan bahwa psikologi dalam keluarga pun juga perlu untuk dipelajari dan diketahui agar tidak terjadi pemikiran atau perilaku negatif dalam sebuah keluarga terkait masing – masing individunya.
Pengertian Psikologi Keluarga
Psikologi memiliki arti keilmuan yang mempelajari tentang jiwa. Keluarga merupakan sekelompok orang yang memiliki hubungan darah satu dengan yang lainnya. Menurut Hill, keluarga diartikan sebagai suatu rumah tangga dengan hubungan darah atau perkawinan dan sebagai tempat yang terselenggaranya fungsi fungsi ekspresif keluarga bagi individu individu di dalamnya. Menurut Burgess dan Locke, keluarga adalam sekelompok individu yang terikat oleh perkawinan atau darah yang memiliki struktur syah, ibu, aak perempuan, anak laki- laki, dan lainnya serta memiliki kebudayaan untuk dipertahankan.
Dari kedua pernyataan definisi diatas, maka psikologi keluarga bisa diartikan sebagai suatu keilmuan yang mempelajari tentang kejiwaan dalam interaksi individu individu dalam sebuah jaringan ikatan darah atau perkawinan. Psikologi keluarga juga bisa diartikan sebagai keilmuan yang mempelajari kejiwaan dalam keluarga.
Perspektif psikologi keluarga merupakan pandangan tentang bagaimana psikologi keluarga ini diterapkan atau pengaruh yang diberikan terhadap keluarga maupun individu di dalamnya. Beberapa hal berikut ini menarik tentang psikologi keluarga :
Keilmuan ini dipersatukan dengan definisi yang berbeda. Psikologi melihat seseorang dari segi kejiwaan dan tingkah lakunya dan keluarga merupakan objek yang dapat dipengaruhi seccara psikologis.
Terapi keluarga salah satunya adalah kebersamaan keluarga sebagai terapi penyemangat, terapi rekreasi dan lain sebagainya.
Keluarga merupakan dasar dari terbentuknya karakteristik tertentu seorang individu.
Keluarga merupakan sebuah sistem yang sangat kuat dan selalu berperan dalam setiap tumbuh kembang individu. Hal ini dapat mengendalikan pembentukan individu dan karakteristiknya atau kepribadiannya.
Keluarga membutuhkan sudut pandang sebagai suatu sistem. Setiap keluarga memiliki masing masing tujuan pencapaiannya. Cara berfikir sistem ini yang kemudian akan memperhitungkan masing masing individu didalamnya namun tetap menuju tujuan utama yang satu.
Genogram sebagai dasar pemahaman dan pembangun persepsi terhadap anggota keluarga lainnya yang masing – masing memiliki status yang berbeda misalnya kakek, nenek, ayah, ibu, kakak, adek.
Individu dalam keluarga merupakan cerminan keluarga tersebut. Meskipun tidak semua perilaku individu merupakan apa yang diajarkan dalam aturan aturan yang di tetapkan dalam keluarga tersebut, namun adanya sikap positif atau negatif dari individu akan mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. Misalnya, apabila ada keluarga yang baik, dan salah satu anaknya terjerat kasus narkoba. Keluarga yang biasanya sangat ramah, suka bersosialisasi, maka seketika bisa berubah menjadi tertutup, tidak sering bertemu orang, sering absen dalam pekerjaan, dan lainnya.
Terapi psikologi banyak yang bisa diterapkan dalam keluarga baik yang mempengaruhi individu saja atau untuk keseluruhan. Terapi psikologi dalam keluarga ini bisa memberikan sudut pandang yang lebih luas, pemikiran dan hati yang lebih sabar dan membuka diri. Contoh terapi psikologi yang bisa diterapkan yaitu terapi manajemen konflik, terapa manajemen stres, dan lainnya. Masing masing terapi memiliki tujuan dan metodenya yang berbeda beda dan menarik.
Terapi psikologi dalam keluarga bisa diaplikasikan sendiri oleh individu dan juga ada yang membutuhkan bantuan orang lain. Terapi terapinya kebanyakan memiliki metode yang mudah dan bisa diaplikasikan secara luas tidak hanya dalam keluarga namun juga dalam masyarakat juga bisa.
Psikologis yang merupakan ilmu kejiwaan tentu memperhatikan tentang persepsi psikologis seseorang. Dalam keluarga pun juga dibutuhkan kesadaran akan peratian terhadap hal ini. Jangan sampai aturan aturan yang dibuat memberatkan salah satu individu dan memicu adanya stres permanen.
Misalnya, seorang remaja yang dituntut untuk selalu mendapatkan juara kelas, sedangkan hal tersebut bertentangan dengan keinginan individu yang ingin bermain atau bertentangan dengan keadaan lingkungan misalnya banyak temannya yang juga pintar. Tuntutan semacam itu bisa memicu tekanan stres yang berangsur angsur memburuh dan timbullah gangguan psikologis kronik. Jika hal tersebut sampai terjadi, pendekatan yang dilakukan mungkin lebih sulit dan membutuhkan bantuan tenaga medis dan psikolog.
baca juga :
Dari berbagai paparan tentang psikologi dalam keluarga tersebut serta peranannya dalam menyelesaikan masalah atau konflik dalam keluarga, terungkap betapa pentingnya peran psikologi keluarga. Psikologi keluarga menitikberatkan pada pemahaman tentang kejiwaan dan tingkah laku setian individu dalam keluarga, serta respon yang dimiliki apakah konstruktif atau destruktif dan juga peran keluarga yang mempu memberikan perubahan terhadap mental dan perilaku individu yang nantinya akan dibawa ke kehidupan bermasyarakat.
Pribadi atau individu yang baik berasal dari lingkungan keluarga yang baik begitu juga sebaliknya jika lingkungan keluarganya tidak baik maka individu tersebut juga akan menjadi pribadi yang buruk dalam kehidupan sosialnya.
Keluarga merupakan faktor penting dalam tumbuh kembang anggotanya. Bekal psikologi keluarga membantu dalam membina anggota keluarga, menyelesaikan konflik dengan pemikiran terbuka dan luas, melindungi anggota keluarga dari perbedaan budaya sosial yang destruktif, membentuk karakteristik individu yang konstruktif, dan menjalin komunikasi yang lebih efektif.
Baca juga: Antropologi
Sebelum mengenal lebih dalam tentang psikologi dalam keluarga, maka perlu adanya pemahaman terkait fungsi keluarga seperti yang diutarakan loleh Soelaeman, 1994 berikut ini :
1. Fungsi Edukatif
Fungsi ini mencakup hal tentang pendidikan anggota keluarga dan pembinaan oleh oleh anggota keluarga yang lainnya. Keluarga juga merupakan lingkungan pendidikan sebagai bagian dari pembelajaran yang paling pertama dan utama bagi individu di dalamnya. Pendidikan dalam keluarga dimualai sejak dini dari masih kecil hingga dewasa. Pendidikan yang paling berpengaruh terhadap kejiwaan dan perilaku individu misalnya anak, adalah keluarga.
Baca juga: Psikologi eksperimen
2. Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi pertumbuhan anak. Begitu juga dengan lingkungannya, keluarga merupakan yang pertama memperkenalkan anak pada lingkungan sosial yang lebih besar di sekitarnya. Keluarga juga mengajarkan bagaimana menjadi masyarakat yang baik dan proses interaksi sosial dengan orang orang disekitarnya. Orang tua memperkenalkan cara menyapa orang, cara menghormati orang yang lebih tua, sopan santun, dan lain sebagainya.
3. Fungsi Perlindungan
Keluarga juga memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan yang akan melindungi anggota keluarganya dari tindakan – tindakan tidak baik dari norma sosial yang menyimpang. Keluarga berfungsi melindungi anggotanya dari segala ancaman bahaya maupun kemungkinan hal buruk yang bisa saja terjadi.
Baca juga: Psikologi sastra
4. Fungsi Afeksi
Anak akan sangat peka pada usianya yang masih kecil. Mereka mengamati ekspresi, gaya interaksi, perilaku, emosi dari orang tua mereka saat berkomunikasi dengan mereka. Rasa cinta, kehangatan akan terpancar dari seluruh respon motorik pada orang tua yang akan menyalur pada seluruh anggota keluarga lainnya. Sikap orang tua mencerminkan pertumbuhan anak. Karena buah tidak akan jauh dari pohonnya sehingga peran orangtua yang buruk mungkin juga akan menular pada buah hatinya.
5. Fungsi Religius
Keluarga menjadi tempat pertama yang memperkenalkan terhadap budaya beragama. Keluarga mengajarkan kaidah ajaran agama yangbaik kepada anak dan bagaimana melaksanakannya sebagai umat yang beragama. Agama menjadi dasar seseorang untuk berbuat baikd an menjadi pribadi yang baik.
Baca juga: Psikologi Keperawatan
6. Fungsi Ekonomi
Sistem perekonomian sangat dibutuhkan dalam keluarga untuk memenuhi setiap kebutuhan anggotanya. Fungsi ekonomi uga berperan dalam menambah rasa tanggung jawab, saling mengerti, solidaritas, dan keterikatan antar anggota keluarga.
7. Fungsi Rekreasi
Fungsi rekreasi ini sebagai tempat melepaskan penat anggota keluarga dari hiruk pikuk aktivitas di luar rumah. Keluarga dan rumah merupakan tempat terbaik untuk menghilangkan stres tersebut. Kebahagiaan bisa diciptakan dalam kondisi rumah yang kondusif dan kasih sayang. Apapun kegiatan yang dilakukan bersama keluarga merupakan kegaitan yang menyenangkan.
Baca juga: Psikologi Abnormal
8. Fungsi Biologis
Keluarga sebagai fungsi biologis merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan fisiologis seperti makan, kelelahan, kesehatan, dan lainnya.
Keluarga merupakan barier atau garda terdepan yang memberikan pendidikan, perlindungan, kenyamanan, dukungan, dan hal hal positif lainnya terhadap perkembangan seorang individu. Keluarga merupakan awal dari lahirnya sosok individu yang baik maupun yang tidak baik.
Pembinaan oleh keluarga dilakukan terus menerus sepanjang jalur kehidupan individu dalam keluarga tersebut. Pendidikan dari keluarga diberikan mulai dari budi pekerti, tata krama, agama, kehidupan sosial, dan lainnya untuk mencapai generasi yang berkualitas dengan penuh tanggungjawab, memiliki perilaku positif dan berdampak baik pada masyarakat, dan mampu menjadi penerus yang baik.
Proses pembentukan karakter dan perilaku tersebut memiliki unsur psikologis yang selalu diperhatikan. Setiap tahapan tumbuh kembang dan setiap ajaran atau didikan keluarga akan memunculkan respon individu yang berupa penerimaan, penolakan, keraguan, dan lainnya serta pengaruh lingkungan dan kelompok di luar keluarga seperti teman bermain juga mempengaruhi proses tersebut. Maka dari itu pentingnya memahami psikologi keluarga terhadap respon dan tumbuh kembang anggota keluarga diperlukan.
Baca juga: psikologi konseling
Psikologi keluarga baik untuk diketahui, dipahami, dan diaplikasikan pada keluarga atau individu dalam keluarga. Psikologi keluarga diperlukan oleh semua anggota keluarga dan memiliki banyak manfaat sebagai berikut ini:
Baca juga: Kode etik psikologi
Ruang lingkup psikologi keluarga yaitu sebagai berikut :
Baca juga: Psikologi Anak
Konflik memiliki definisi pertentangan yang cukup keras. Penyebab konflik merupakan adanya komunikasi yang tidak efektif antara beberapa pihak. Konflik dipicu karena adanya perbedaan pola pikir, kepentingan, nilai dan tujuan, perbedaan lainnya yang tidak mampu dinegosiasikan dan diselesaikan dengan mudah.
Konflik keluarga pun juga merupakan adanya pertentangan antara anggota anggota keluarga baik itu antar suami istri, orang tua dengan anak, atau lainnya dengan saling menyerang dengan kata kata, bahasa tubuh atau perilaku, berlaku kaku atau tegang, permusuhan, bahkan perceraian dalam rumah tangga. Bentuk konflik dalam keluarga pun bermacam maca mulai dari konflik hubungan perkawinan, konflik ekonomi, konflik, pekerjaan, konflik yang berasal dari tingkah laku anak, konflik urusan rumah tangga, dan lainnya.
Konflik dalam keluarga bisa terjadi dikarenakan keterbatasan kemampuan diri untuk menyesuaikan diri, mengatasi masalah, dorongan emosional yang terlalu tinggi, dan lainnya. Konflik yang terjadi terus menerus dapat berdampak pada krisis keluarga yang semakin parah sampai pada perceraian, kekerasan rumah tangga, gangguan mental anggota keluarga, dan lainnya.
Berbeda dengan konflik di lingkungan yaitu diluar keluarga. Hal yang membedakan antara konflik keluarga dan lingkungan adalah aspek intensitas, aspek durasi, dan aspek kompleksitas. Keluarga merupakan bagian yang paling dekat dengan individu sehingga adanya konflik dalam keluarga bisa memicu intensitas dan durasi stres yang jauh lebih lama, lebi hmembekas, dan lebih terasa berat.
Dalam keluarga konflik yang sering terjadi berkaitan dengan anak. Fase anak yang paling beresiko besar terjadinya konflik dengan keluarga yaitu pada saat anak berada di usia remaja, dimana mereka mulai tidak nyaman dengan peraturan rumah, terbawa pengaruh teman – temannya, memimpikan kebebasan, dan lainnya. Konflik semacam ini cukup krusial yakni apabila orang tua tidak bisa memahami dan menyelesaikan masalah, maka dapat berdampak pada buruknya tumbuh kembang anak ke arah negatif.
Penyelesaian konflik yang bisa dilakukan orang tua dalam hal ini adalah menggunakan fungsi keluarga yang berarti melindungi, berkomunikasi, berkompromi, mengalah, dan mengantisipasi setiap respon yang terjadi. Penyelesaian konflik yang konstruktif akan berdampak positif bagi anak. Seberat apapun konflik yang terjadi di dalam keluarga, tempat terakhir yan gmereka tuju adalah keluarga.
Rasa nyaman dan cinta setiap anggota keluarganya mengalahkkan rasa amarah dan permasalahan yang ada, sehingga apabila hubungan baik bisa dijalin secara konstruktif kembali, hal tersebut tidak akan bermasalah bagi perkembangan individu.
Berbeda, apabila sikap penyelesaian masalah yang dilakukan bersifat destruktif, dampak yang ditimbulkan bisa jadi negatif. Dampak negatif inilah yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak terkait perilaku, gaya bicara, cara berfikir dan bersikap, dan lainnya. Dampak fungsi pembinaan yang buruk tersebut akan menghasilkan seorang individu yang buruk juga di dalam kehidupan bermasyarakat.
Psikologi keluarga disini memiliki fungsi agar orang tua lebih bisa memahami , lebih bisa berfikir dan berperilaku tenang dalam menghadapai konflik. Orang tua memiliki peran untuk menimbang nimbang atau memprediksi dampak buruk yang mungkin terjadi sehingga tidak sampai hal tersebut terjadi.
Psikologi keluarga memprioritaskan hubungan antar individu terjalin harmonis, komunikasi yang interaktif dan efektif, dan juga cara berperilaku yang adaptif. Jika setiap keluarga mampu mengimplementasikan psikologi keluarga ini, maka kedamaian dan kesejahteraan dalam keluarga akan bisa dicapai dengan mudah.
Baca juga: Psikologi Forensik
Pemecahan masalah dalam suatu konflik keluarga, harus didasari pada kesepakatan bersama yang sudah berjalan dalam keluarga tersebut. Misalnya seperti aturan aturan yang sudah disepakati dan berlaku untuk semua anggota keluarga dan juga sudah dilaksanakan, maka aturan aturan tersebut bisa dijadikan kunci mediasi konflik yang cukup efektif. Berikut in beberapa hal yang bisa dijadikan strategi mengurangi konflik.
Aturan aturan dalam keluarga misalnya, dilarang berkata kata kasar atau mengumpat, menghargai orang yang lebih tua, bersikap sopan atau yang lainnya. Aturan atau norma demikian ini sudah cukup memberikan batasan pada anggota keluarga dalam menyatakan amarahnya atau pendapatnya dengan cara yang lebih baik. Orangtua bersikap terbuka dan mau mendengarkan keluhan pendapat dan apa yang dirasakan oleh anak. Bersikap adil dan respon positif orang tua sangat dibutuhkan.
Kedua belah pihak sama sama mau mendengarkan keluhan atau perasaan masing masing. Pendapat yang diutarakan juga perlu terbuka dan tidak ada yang disembunyi- sembunyikan agar lebih jelas. Fokus pada inti permasalahan dan berusaha memahami cara pikir masing masing individu.
Misalnya pada konflik antara orang tua dengan anaknya. Orang tua memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak dan berbagai permasalahan yang pernah mereka alami. Berasal dari cerita kehidupan yang sudah dilalui dan berbagai nasehat hidup akan memberikan proses perubahan pola pikir dan membuka pandangan baru yang lebih luas untuk sang anak.
Proses brainstorming ini jangan terlalu jauh bercerita tentang pengalaman yang tidak ada hubungannya dengan konflik saat ini. Berikan waktu pada anak untuk mencoba menelusuri konflik dari berbagai sudut pandang lainnya, dan kemungkinan buruk dan baiknya. Berikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan hasil penelusurannya tersebut dan memilih mana yang lebih baik. Pastikan dia memahami hal tersebut dan menghasilkan kesimpulan yang baik.
Setiap hasil pemikiran atas sudut pandang tadi, tidak boleh semuanya diambil. Pilih salah satu yang dianggap baik oleh anak dan juga dari sudut pandang orangtua hal tersebut juga baik. Dengan kata lain, persetujuan atas keduanya bisa didapatkan dan penyelesaian konflik bejalan dengan baik.
Jika kesepakatan sudah didapatkan, yakinkan anak bahwa hal tersebut merupakan hal yang harus dilakukan kembali apabila konflik yang sama terjadi atau konflik lainnya terjadi. Terapkan hal tersebut menjadi sebuat aturan atau kesepakatan yang sudah disetujui dan apabila hal yang sama terjadi, kesepakatan tersebut bisa menjadi alasan sebagai dasar. Jangan lupa tanyakan bagaimana perasaannya setelah kesepakatan itu terjadi dan bagaimana tindak lanjut dirinya setelah konflik ini teratasi.
Baca juga: Psikologi Kognitif
Semoga artikel ini dapat menambah wawasan Anda mengenai psikologi keluarga dan mampu menerapkannya pada keluarga Anda untuk masa depan dan tumbuh kembang individu yang semakin baik.
Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…
Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…
Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…
Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…
Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…
Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…