Cara mendidik dan membimbing anak dalam keluarga merupakan faktor keberhasilan untuk menentukan tinggi rendahnya kemandirian anak. Menurut Desmita (2010) hubungan orang tua-anak, yang mengacu pada suasana hubungan sosial dalam keluarga, pelaksanaan aturan, pengakuan orang tua, kelancaran komunikasi, pemberian dan hukuman.
Semakin tinggi pola pendidikan otoritatif orang tua maka memungkinkan anak memiliki tingkat kemandirian yang tinggi, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemandirian anak maka semakin rendah pula pola pendidikan otoritatif (authoritative) orang tua.
Pola pendidikan otoritatif dilihat dari psikologi perkembangan adalah orang tua yang menghargai individualitas anak tetapi juga menekankan batasan-batasan sosial. Pola asuh adalah tentang hubungan antara ayah dan ibu, yang mempengaruhi perilaku orang tua.
Peran orang tua dalam pendidikan anak di masa kecil kehidupannya sangat penting. Persepsi terhadap pola asuh otoritatif adalah penilaian anak terhadap sikap orang tua yang mendorong anak untuk lebih bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan kegiatan dan interaksi anak dapat langsung, bebas dan mandiri, orang tua yang hangat dan menyemangati anak, suasana terbuka dan menyemangati yang terdapat dalam pola pendidikan otoritatif menjadikan remaja lebih berkembang dan mampu mengatasi konflik dengan orang lain.
Aspek-aspek pola pendidikan otoritatif orang tua adalah penerapan peraturan, pengakuan orang tua, kelancaran komunikasi, pemberian hadiah dan hukuman.
Penerapan pola pendidikan otoritatif (authoritative) yang perlu diketahui sebagai berikut:
1. Pemberian pengawasan dan pengontrolan terkait bermain game
Orang tua tentunya akan terlibat langsung untuk memantau kegiatan apa saja yang biasa dilakukan anaknya. Mereka memberi kebebasan anak untuk memilih kegiatan dan aktivitas yang disukai, namun harus berdampak positif. Meski demikian orang tua tentunya juga tidak akan melarang anak untuk bermain game.
Orang tua akan memberikan kesempatan anak menikmati permainan namun dengan aturan dan batasan yang jelas. Ketika dirasa kapasitas bermain game telah berlebihan, maka orang tua tidak segan untuk kemudian mengingatkan dan mengarahkan anaknya agar menghentikan permainan.
2. Mengajarkan anak untuk mandiri
Pola otoritatif mendorong anak untuk mandiri, seperti mengerjakan tugas sekolah sendiri, menyiapkan peralatan sekolah sendiri, dan mengerjakan pekerjaan lainnya dengan sendiri tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Tujuan dari penerapan ini adalah bisa memberikan manfaat pendampingan orang tua untuk pendidikan anak yang baik secara maksimal.
Orang tua biasanya hangat dan penuh kasih sayang terhadap anaknya, dapat menerima alasan atas semua tindakan anak dan mendukung kegiatan konstruktif anak. Anak-anak yang terbiasa dengan pola asuh otoritatif memiliki efek positif.
Diantaranya, anak merasa bahagia, memiliki pengendalian diri dan kepercayaan diri, mengatasi stress, memiliki keinginan untuk sukses dan berkomunikasi dengan teman dan orang dewasa. Anak-anak lebih kreatif, lancar berkomunikasi, tidak pelit dan berjiwa besar.
3. Melatih anak mengambil keputusan sendiri dan memecahkan masalah sendiri
Penerapan model otoritatif berpengaruh positif terhadap pola asuh perkembangan anak selanjutnya, karena anak selalu terlatih untuk mengambil keputusan dan siap menerima konsekuensi dari segala keputusan yang diambil. Dengan demikian potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal, karena anak melakukan segala aktivitas sesuai dengan kemauan dan kemampuannya. Walaupun orang tua membimbing dan mengarahkan ketika anak melakukan hal-hal negatif yang dapat merusak kepribadian anak.
4. Pola pendidikan bersifat rasional dan bertanggung jawab
Komunikasi atau interaksi yang dibangun dalam kehidupan sehari-hari orang tua, terutama dalam kaitannya dengan kepedulian terhadap situasi dan kondisi anak baik di rumah maupun di luar rumah (termasuk sekolah), memerlukan peran serta orang tua dalam membantu, membimbing dan mengajar anak. menyelesaikan masalah.
Misalnya ketika anak mendapat tugas yang menurut anak cukup banyak dan menyita waktunya, sehingga anak merasa tidak berdaya. Bantuan orang tua diberikan dalam bentuk komunikasi, yang diungkapkan dalam perkataan dan tindakan anak-anaknya: “Anakku, tugas guru adalah mengajar, dan guru ingin mengetahui penguasaan anak didiknya dalam pelajaran yang diberikan.
Salah satu caranya dengan memberikan tugas. Anak yang baik bertanggung jawab atas tugas yang diberikan. Orang tua yang tingkah lakunya melalui perkataan dan tindakan seperti itu sering berkata, menunjukkan dan mendengarkan, mengajari anak untuk berpikir dan bertindak secara rasional bertanggung jawab. Anak menghadapi permasalahannya tanpa menyalahkan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Perilaku dan tindakan pengasuhan seperti itu dapat meningkatkan semangat dan kepercayaan diri anak dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Serta berpikir rasional dan percaya diri merupakan indikator kemandirian.
5. Memberikan kehangatan dalam keluarga
Kehangatan yang diberikan oleh orang tua pola pendidikan otoritatif berupa penerimaan terhadap anaknya. Orang tua dengan pola pendidikan otoritatif sangat mencintai dan menerima anaknya justru pola pendidikan otoritatif tidak menerapkan strict parents, orang tua bersikap lebih terbuka kepada anak hangat, dan peduli. Selain itu, kehangatan yang diberikan juga diimbangi dengan kekuatan orang tua.
6. Orang tua lebih menghargai pendapat anak
Orang tua dengan pola pendidikan otoritatif sangat menghargai pendapat anak inilah pentingnya pola asuh pada anak usia dini. Orang tua dengan pola asuh ini akan menghormati setiap keputusan yang diambil oleh anaknya, dan orang tua dengan pola asuh ini menghargai potensi yang ada pada anaknya dengan memberikan kesempatan anak untuk mengungkapkan pendapat, kesempatan berdiskusi dan ikut membuat keputusan yang dihasilkan dari musyawarah (diskusi).
7. Tuntutan Orang Tua
Adanya harapan dan tuntutan terhadap anak merupakan salah satu ciri dari model pendidikan ini. Orang tua dengan model pendidikan otoritatif memberikan standar dan pedoman yang konsisten sesuai dengan keterampilan dan kemampuan anaknya. Tujuan dari persyaratan dan standar ini adalah untuk mengarahkan anak pada perilaku yang baik.
8. Hukuman dan pelanggaran yang dilakukan
Ketika anak melakukan pelanggaran, orang tua dengan pendidikan otoritatif memberikan hukuman yang bijaksana sesuai dengan perilaku yang ditimbulkan oleh anaknya. Namun dalam konteks kehangatan dan sportivitas, karena dilarang menghukum, jika berdampak buruk justru memperburuk, membuat sedih, mengecewakan, bahkan membuat anak tertekan.
9. Meluangkam waktu untuk komunikasi dengan anak
Jika waktu diberikan untuk komunikasi yang intensif, anak merasa tenang, aman dan mampu merespon orang tua secara positif Orang tua memberikan dukungan sosial dan mendorong anak untuk melakukan aktivitasnya dengan berani. Tujuannya agar kegiatan ini dapat merangsang perkembangan emosi anak dengan mendorong mereka melakukan semua aktivitas-aktivitas anak dengan berani tanpa takut salah dan selalu mengawasi anak bermain.