Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Perkembangan » 13 Pengaruh Budaya Terhadap Gangguan Jiwa

13 Pengaruh Budaya Terhadap Gangguan Jiwa

by Arby Suharyanto

Gangguan mental atau jiwa masyarakat merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan di dunia kesehatan. Di Indonesia sendiri masalah kesehatan mental masih menjadi topik utama yang diperhatikan karena saat ini masalah kesehatan mental di Indonesia bisa di bilang memprihatinkan.

Tingginya angka prevalensi gangguan jiwa tidak diimbangi dengan tersedianya jumlah profesi yang menangani dan fasilitas pelayanan yang memadai. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya mempunyai seorang anggota keluarga dengan gangguan kesehatan jiwa. (Baca juga mengenai teori budaya dalam psikologi).

Setiap empat orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan, seorang diantaranya mengalami gangguan jiwa dan sering kali tidak terdiagnosa secara tepat sehingga tidak memperoleh perawatan dan pengobatan dengan tepat (WHO, 2001). Hal tersebut menunjukan masalah gangguan jiwa di dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius dan menjadi masalah kesehatan global. Dan  data tersebut diatas, kini jumlah itu di perkirakan sudah meningkat. (Baca juga mengenai emosi dalam psikologi lintas budaya).

Karena masalah kesehatan mental ini sangat penting maka perlu dikaji lebih dalam terkait pengaruh nya dari berbagai sudut pandang. Salah satunya mengkajinya  dalam sudut pandang budaya masyarakat. Suatu permasalahan seringkali dipengaruhi oleh budaya yang melatar belakangi, baik dalam proses memahami masalah atau pun dalam menyelesaikan masalah. (Baca juga mengenai cara menyikapi budaya asing).

Banyak hal dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh budaya, kesehatan mental dan gerakan kesehatan mental adalah salah satu contohnya. Terjadi pergeseran paradigma dalam pemahaman gerakan kesehatan mental, yang mana saat ini gerakan kesehatan mental  lebih mengedepankan pada aspek pencegahan gangguan mental serta bagaimana peran komunitas dalam membantu optimalisasi fungsi mental individu. (Baca juga mengenai konsep psikologi lintas budaya).

Dalam kesehatan mental, faktor kebudayaan juga memegang peran penting. Apakah seseorang itu dikatakan sehat atau sakit mental bergantung pada kebudayaannya (Marsella dan White, 1984). Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh (Wallace, 1963) meliputi : (Baca juga mengenai posisi budaya dalam psikologi).

  • Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan mental.
  • Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental.
  • Berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, dan
  • Upaya peningkatan dan pencegahan gannguan mental dalam telaah budaya

Kompendium yang paling baik dari Leighton dan Hughes mengenai pengaruh budaya terhadap gangguan mental dengan memakai konsep pengertian budaya menurut Hallowell sebagai realita psikologis dari corak dan emosi yang dianut bersama (shared), dapat dikemukakan berikut ini:

  1. Budaya bisa memberi corak pada gangguan–gangguan.
  2. Budaya bisa menciptakan tipe–tipe kepribadian yang khusus rentan terhadap gangguan–gangguan tertentu.
  3. Beberapa budaya diperkirakan menciptakan lebih banyak kasus-kasus dalam suatu gangguan psikiatrik tertentu karena praktek–praktek membesarkan anak-anaknya (child rearing).
  4. Budaya diperkirakan mempengaruhi gangguan psikiatrik melalui tipe–tipe sanksi dan restriksi pada perilaku yang diterima.
  1. Budaya bisa membiarkan “malfunctioning” dengan memberinya peranan– peranan yang penting (perstigeful). (Devereux, Kroeber dan Kluckkhon).
  2. Budaya diperkirakan menciptakan gangguan psikiatrik yang berbeda dalam tingkatan penduduk melalui peranan–peranan yang mempunyai daya tekanan (stressful) batin yang tinggi ( Linton ).
  3. Budaya bisa diperkirakan menciptakan gangguan psikiatrik melalui indoktrinasi dari anggota–anggotanya dengan suatu sentimen tertentu (Leighton).
  4. Budaya yang kompleks sendiri, diperkirakan menciptakan gangguan psikiatrik (Freud: Civilization and its Discontents).
  5. Budaya mempengaruhi corak–corak kesopan-santunan peraturan perkawinan secara selektif (Laubscher mendiskusikan perkawinan antar kemenakan dan timbulnya skizofrenia).
  6. Budaya melalui corak–corak hygine yang salah, bisa menimbulkan keadaan toksik dan defisiensi nutrisi yang mempengaruhi fungsi mental.

Selain pendapat Hollowell, ada pengaruh budaya lain yang menyebabkan gangguan jiwa, diantaranya adalah,

  1. Perubahan budaya yang cepat dan penyakit kejiwaan kehilangan budaya lama, misalnya pada urbanisasi dan modernisasi,
  2. Kontak dan interaksi antar budaya, misalnya kawin antar suku, agama, ataupun transmigrasi.
  3. Selain itu, budaya juga mempengaruhi bentuk pengobatan yang ditujukan ke gangguan mental itu sendiri.

Salah satu contoh adanya pengaruh budaya dalam kesehatan mental adalah melalui penelitian yang dilakukan oleh Hamdi Muluk (Psikologi UI) dan J. Murniati (Psikologi Unpad) yang membahas teoretik tentang konsepsi kesehatan mental menurut konsepsi kultural etnik Jawa dan Minangkabau. Kerangka pembahasan memakai tentatif hipotesis oleh Naim (1980) tentang dua pola kebudayaan; J (Jawa) dan M (Minangkabau).

Pola J yang dicirikan oleh hirarkis, feodalistis, dan paternalisitik, sementara pola M berciri masyarakat yang tribal, bersuku-suku, demokratis, fraternalistik dan desentralistis. Analisis terhadap isi prinsip kebudayaan yang ideal (ideal culture) memperlihatkan perbedaan yang mendasar dalam melihat konsep kesehatan mental.

Jawa mengartikan keselarasan sebagai sesuatu yang harus dibatinkan, dimana konflik-konflik yang timbul diredam dan dialihkan, bahkan disublimasi kedalam bentuk lain, antara lain dengan laku batin atau kebatinan. Melalui kebatinan ini manusia Jawa berusaha mencapai manuggaling kawulo-gusti; suatu keadaan yang sempurna. Kondisi demikian mencerminkan keadaan yang fit dari psikis seseorang yaitu kondisi mental yang sangat sehat.

Sementara etnik Minangkabau tidaklah memandang konflik sebagai hal yang harus dipendam, sebaliknya malah dibiarkan terbuka dan harus dicari penyelesaian dengan mufakat terbuka. Ketegangan diperbolehkan, untuk mendorong kompetisi asal masih dalam prinsip alua jo patuik dan raso jo pareso. Pemecahan konflik tidak harus dibatinkan, tapi harus dicari dalam dialog yang intens.

Disamping hal tersebut ukuran yang pakai untuk menentukan sehat mental seseorang adalah: kepintaran menyesuaikan diri terutama untuk survive dengan pergulatan dengan kehidupan keras dirantau, kemampuan menyembunyikan aib (terutama aib pribadi dan keluarga),

kemashuran, ketenaran, kemegahan (ego pribadi dan meyangkut harga diri), serta kemampuan menyumbang secara nyata bagi masyarakatnya. Karenanya seorang individu terus didorong untuk terus berkompetisi dan mencari prestasi setinggi-tingginya.

Budaya merupakan salah satu bagian dan hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Kenyataan bahwa kebudayaan pun ikut  berpengaruh terhadap kehidupan menjadikannya penting untuk diperhatikan. Salah satunya adalah kebudayaan yang  memiliki pengaruh terhadap terjadinya kesehatan mental seseorangl. Oleh sebab itulah kebudayaan yang dimiliki atau diikuti harus sesuai dengan apa yang kita yakini sehingga tidak akan merusak kesehatan mental kita.

Demikian yang dapat disampaikan penulis, semoga menjadi wawasan yang berkualitas untuk anda. terima kasih.

You may also like