Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Klinis » 13 Pendekatan Fenomenologi dalam Psikologi Klinis

13 Pendekatan Fenomenologi dalam Psikologi Klinis

by Hana Masita

Psikologi klinis adalah salah satu psikologi terapan yang ada di dunia psikolgi. Dengan psikologi klinis, kita mempelajari individu yang mengalami psikologi abnormal atau subnormal. Biasanya, psikolgi klinis akan menggunakan instrument seperti tes yang merupakan bagian integral pemeriksaan klinis di rumah sakit. Namun, secara umum psikologi klinis mempelajari kesulitan-kesulitan manusia secara emosional.

Menurut Phares (1992), psikologi klinis menunjuk pada bidang yang membahas kajian, diagnosis dan penyembuhan masalah-masalah psikologis, gangguan atau disorders, juga tingkah laku abnormal. (Baca juga: Gangguan Kepribadian Skizoafektif)

Untuk bisa mempelajari dan memahami psikologi klinis, biasanya praktisi atau peneliti akan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu. Pendekatan-pendekatan ini pada umumnya akan menuntun dan membantu untuk menjelaskan, membuat keputusan atau mengintervensi perilaku tertentu. Untuk itu, peneliti perlu untuk bisa memilih pendekatan yang paling baik, yaitu dengan melihat implikasi dan hipotesis yang dimiliki oleh pendekatan tersebut.

Salah satu pendekatan dalam psikologi klinis adalah pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi ini adalah pendekatan yang mencoba menjelaskan suatu konsep atau pengalaman yang dialami oleh kesadaran beberapa individu. Pada prinsipnya, dengan pendekatan fenomenologi kita hanya akan memahami kehidupan seseorang jika kita bisa melihat apa yang mereka rasakan. Berikut ini akan dibahas 13 pendekatan fenomenologi dalam psikologi klinis:

  1. Manusia bisa membuat pilihan perilaku mereka sendiri

Dengan pendekatan ini terdapat asumsi bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas pilihan yang mereka buat dan mereka mampu memilih perilaku mereka sendiri. Maka, dengan memegang asumsi tersebut, pendekatan fenomenologi percaya bahwa setiap aktivitas manusia dapat dipahami jika dilihat dari sudut pandang seseorang yang sedang diobservasi tersebut.

  1. Kelly’s personal construct theory

Menurut Kelly (1955), pada dasarnya perilaku manusia ditentukan oleh konstruksi pribadi, atau cara-caranya menghadapi dunia. Dengan asumsi ini, Kelly percaya bahwa setiap individu akan bertindak sesuai dengan karakteristik unik mereka masing-masing, serta ekspektasi mereka tentang akibat dari perilaku yang mereka pilih.

Oleh karena itu, menurut Kelly, ketika terdapat gangguan perilaku seorang individu, maka hal tersebut merupaakan hasil dari perkembangan diri mereka yang kurang akurat, terlalu sederhana, atau kesalahan pembentukan diri dari lingkungan sosialnya. Kesalahan pembentukan diri ini pada akhirnya bisa menyebabkan kesalahan dalam membentuk ekspektasi atau penentuan sikap mereka.

  1. Teori aktualisasi diri

Untuk pendekatan fenomenologi dalam psikologi klinis berikutnya adalah berasal dari Roger. Menurut asumsi Roger, manusia memiliki sebuah motif yang sangat mendasar, yaitu keinginan untuk memenuhi potensi yang dimilikinya dan bisa mencapai tahapan sebagai manusia setinggi-tingginya.

Dengan asumsi ini, maka kita percaya bahwa setiap manusia memiliki dorongan untuk berkembang sesuai dengan kepribadian mereka masing-masing. Oleh karena itu, perilaku manusia pun akan mencerminkan upaya mereka mengaktualisasikan diri mereka sesuai pandangan mereka masing-masing. (Baca juga: Hakikat Manusia dalam Perspektif Psikologi)

  1. Psikologi humanist Maslow

Abraham Maslow (1954, 1962, 1971) merupakan penemu sebuah gerakan yang dikenal dengan sebutan psikologi humanistik. Dalam psikologi humanistic, Maslow menekankan bahwa dalam diri seorang individu terdapat usaha untuk terus berkembang dan juga kekuatan yang menolak terjadinya perkembangan diri tersebut. Maslow melihat bahwa seorang individu akan berusaha untuk bertindak memenuhi kebutuhannya sesuai dengan hirarki kebutuhan tersebut.

Baca juga:

Hal ini sesuai dengan teori Maslow tentang kebutuhan manusia. Menurutnya, kenutuhan yang berada di level terendah adalah kebutuhan fisiologis, seperti makan dan minum. Kebutuhan ini terus bergerak ke level yang lebih tinggi seperti kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai, dan seterusnya hingga kebutuhan aktualisasi diri.

  1. Psikologi Gestalt

Psikologi Gestalt ini dikembangkan oleh Frederick Perls, yang beranggapan bahwa setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan harus bertanggung jawab atas setiap jalan yang mereka pilih untuk menjadi seorang individual yang matang.

Perls melihat bahwa ego manusia akan memfasilitasi dirinya untuk terus berkembang dan dia juga memiliki kemampuan untuk membela dirinya sendiri sebagai alat untuk menghadapi konflik antara kebutuhan internal dengan kondisi lingkungannya. (Baca juga: Teori Identitas Sosial)

  1. Pendekatan David Katz

Seorang tokoh psikologi di Eropa, David Katz, beranggapan bahwa fenomenologi adalah sebuah metode dalam ilmu filsafat yang menguji sgala hal yang dipersepsikan, dibayangkan, diragukan atau disukai oleh seorang individu. Maka, dalam hal ini dengan pendekatan fenomenologi, tujuan utama yang ingin disasar adalah esensi suatu hal yang secara khusus hadir dalam kesadaran manusia.

  1. Terminologi Spielberg

Spielberg dalam Phenomenology Movement (1971), membuat rincian ada tujuh langkah yang mendasar dalam metode fenomenologi. Dari tujuh langkah tersebut, ada 3 hal yang paling mendasar yang disebut sebagai deskripsi fenomenologi, yaitu terdiri dari 3 fase berikut:

  • Mengintuisi, yang berarti bahwa harus ada konsentrasi yang intens dan perenungan untuk fenomena yang terjadi.
  • Analisa, yaitu menemukan aneka unsur atau bagian pokok dari fenomena yang ada dan bagaimana dia berhubungan dengan hal-hal lainnya.
  • Penjabaran, dimana fenomena mulai diuraikan sehinggaa fenomena tersebut bisa lebih mudah untuk dipahami oleh orang lain.
  1. Husserl

Dengan pendekatan Husserl, dia tidak mempercayai kemungkinan untuk memisahkan subjek yang memiliki suatu pengalaman dengan pengalaman itu sendiri. Maka, Husserl melakukan penelitiannya untuk mempelajari kesadaran dan bagaimana sebuah fenomena di dunia ini sebagai kesadaran manusia. Dia ingin menjelaskan bagaimana fenomena muncul pada subjek tersebut dan bagaimana sebuah pengalaman terbentuk. (Baca juga: Pendekatan Behavioristik Pada Psikologi Klinis)

  1. Heidegger

Heidegger memperkenalkan sebuah pendekatan baru di fenomenologi. Tujuannya adalah untuk memahami eksistensi manusia. Heidegger kembali mengingatkan manusia bahwa ada kebutuhan untuk menjadi ‘bermakna’ atau ‘ada’ pada setiap manusia, yang hal ini sering dilupakan oleh manusia masa kini.

Menurut Heidegger, seorang individu pasti ingin menjadi sesuatu di dunianya. Hal ini berarti setiap individu memiliki keterlibatan, keterikatan, komitmen dan keakraban dengan lingkungan dan budayanya. (Baca juga: Teori Psikologi Humanistik)

  1. Teori Hegel

Menurut George Wilhem Friedrich Hegel, semua fenomena yang terjadi hanya merupakan penampakan dari akal yang tidak memiliki batas. Dia berpendapat bahwa seluruh keragaman fenomena sebenarnya memiliki satu esensi dasar dan ada hubungan antara esensi tersebut dengan fenomena yang teramati. Tesis Hegel yang terkenal adalah ‘yang nyata’ merupakan hal yang sama dengan ‘yang dipikirkan’ atau ‘pikiran sama dengan kenyataan’. (Baca juga: Jenis Pendekatan Dalam Psikologi Hukum)

  1. Fenomenologi Struktural

Fenomenologi structural akan lebih memperhatikan deskripsi kualitatif atau bentuk daur ulang dunia dengan manusia sebagai subjek investigasinya. Hal ini dilakukan untuk membuat sebuah dunia yang bisa dimengerti dengan segala variasi di dalamnya.

  1. Fenomenologi Fungsional

Pendekatan fenomenologi dalam psikologi klinis berikutnya adalah fenomenologi fungsional. Pendekatan ini juga disebut sebagai Hypothetic-Deductive. Dugaan teori biasanya akan dibentuk di pendahuluan untuk mengetahui hubungan antar data.

Berdasarkan dugaan teori tersebut, dengan cara berpikir ilmiah, akan dibuat hipotesa spesifik yang mungkin untuk diuji, yaitu logika dedukti dan digambarkan dalam bentuk matematis. Contoh konkrit fenomenologi fungsional dalam psikologi klinis adalah dengan memberi stimulus tinggi kepada yang diteliti secara kontinyu.

  1. Rychlak’s Logical Learning Theory

Joseph Rychlak merupakan pendukung perkembangan psikologi humanistik. Dia menyusun sebuah teori dan metodologi yang dikenal dengan sebutan logical learning theory. Dalam teori ini dinyatakan bahwa subjek dari ilmu humanistic mungkin untuk ditempatkan dalam kajian ilmu pasti. Dia beranggapan bahwa setiap individu pasti akan melakukan evaluasi atas segala hal yang dia lakukan. (Baca juga: Teori Belajar Humanistik)

Semoga bermanfaat!

You may also like