Kondisi mental berbeda-beda, namun ada sebuah kondisi yang membahayakan seseorang dan menyerang kondisi fisik dan psikis. Salah satunya adalah delusi cotard atau terkenal dalam sindrom cotard. Ketahui tentang penyakit psikologis yang unik delusi cotard, gejala yang dialami, penyebab dan juga pengobatan delusi cotard yang bisa dilakukan.
Pengertian Delusi Cotard
Delusi cotard sering juga disebut sebagai sindrom cotard. Definisi dari sindrom cotard merupakan sebuah kondisi yang cukup langka, dimana seseorang percaya bahwa kondisi tubuhnya tidak ada ataupun sudah meninggal. Bahkan dalam beberapa kejadian ia merasa salah satu organ tubuhnya tidak lagi berjalan.
Kepercayaan ini kurang tepat sehingga sindrom ini dikenal sebagai delusi cotard. Gangguan ini juga terjadi karena kondisi depresi ataupun tekanan berat yang terjadi dan masuk kedalam gangguan psikotik. Menurut penelitian dari Researchgate, menyebutkan jika usia penderita cotard kurang lebih 50 tahun walaupun mungkin saja terjadi pada beberapa orang di usia 30 tahunan.
Mereka akan mudah terkena sindrom cotard dan dibarengi dengan depresi bipolar. Ditambah lagi, kemungkinan yang terkena delusi ini adalah wanita dibandingkan pria.
Gejala Delusi Cotard
Walaupun sulit diselidiki, namun delusi cotard menimbulkan beberapa gejala yang bisa ditimbulkan. Salah satu gejalanya yaitu nihilisme, dimana kondisi ini tidak memiliki arti ataupun nilai. Hal ini mencakup kondisi kepercayaan sehingga hal tersebut terasa tidak nyata.
Namun diluar dari gejala tersebut, beberapa tambahan gejala bisa dideteksi dan ditemukan hampir 89% pada pasien yang mengalami kondisi ini:
- Anasietas
- Halusinasi dan delusi
- Hipokondria atau merasa bahwa diserang penyakit tertentu dari penyakit ringan hingga berat
- Rasa bersalah dan kondisi tidak berharga
- Preokupasi untuk bisa melukai diri sendiri hingga menyebabkan kematian
- Mengalami kecemasan berlebih hingga menyerang kecemasan sepanjang hari dan mengalami kambuhan setiap jamnya.
Beberapa gejala tambahan juga bisa terjadi, karena kondisi ini sering dibarengi oleh depresi atau kondisi tekanan lain. Belum lagi beberapa pasien juga bipolar, sehingga beberapa pasien mungkin muncul tambahan gejala yang berbeda dari satu pasien ke pasien lain. Alasan inilah yang disimpulkan oleh peneliti bahwa gejala yang sama hanya kurang lebih 89-90 persen saja, 10 persennya barulah jenis gejala yang berbeda.
Penyebab Delusi Cotard
Apa yang menyebabkan penyebab delusi cotard terjadi? Penyebabnya tentu saja depresi atau tekanan besar. Namun menurut penelitian ada beberapa penyebab yang bisa memicu dan menyebabkan sindrom cotard muncul:
- Gangguan Bipolar tingkat sedang dan parah
- Depresi pasca persalinan atau mengalami PTSD
- Skizofrenia tingkat sedang hingga parah
Menurut pakar penyebab dari sindrom cotard juga kejadian masa lampau dan juga kejadian besar yang menyebabkan seseorang trauma dan akhirnya merasa tertekan. Selain penyebab diatas, delusi cotard termasuk kondisi yang jarang menyerang mental seseorang sehingga pasti terjadi hal besar hingga kondisi berat yang melanda secara mendadak. Hal ini yang mentriger cotard menjadi muncul.
Selain itu delusi cotard bisa terjadi karena kondisi neurologis:
- Infeksi pada otak
- Tumor pada otak dalam kondisi ringan dan juga parah
- Demensia pada usia 50an
- Sklerosis ganda
- Parkinson
- Migrain
Dan beberapa kondisi yang menyerang neurologis pada tubuh khususnya mereka yang sudah memiliki penyakit medis. Apabila disebabkan oleh salah satu poin diatas. Dokterpun tidak langsung memberikan diagnosa sebagai delusi cotard bagi pasien. Mereka tetap harus melewati karantina, memastikan berbagai tes dijalankan dan terakhir tentu saja memastikan kondisi tubuh memang muncul gejala yang dimaksud.
Pengobatan Delusi Cotard
Apabila diantara sudah muncul gejala delusi cotard atau mulai mengenali adanya delusi cotard. Maka sebaiknya membawa pasien tersebut ke dokter atau ahlinya. Pengobatan delusi cotard bisa dilakukan dengan beberapa cara:
- Mengkonsumsi antidepresan sesuai dengan syarat dan juga pengawasan dokter
- Psikoterapi
- Penstabil suasana hati dan mood terutama jika berangkat dari bipolar
- Terapi perilaku dan diawasi oleh psikolog
- Pengobatan medis jika berawal dari kondisi neurologis
Selain pengobatan diatas, bagi keluarga ataupun pasangan dan pendamping dari pasien bisa dilakukan dengan beberapa cara:
- Menggunakan pendampingan setiap saat, mengingat pasien seringkali gangguan kecemasan dan juga khawatir akan kehidupan, kesehatan dan tubuh mereka
- Mencoba pendampingan dan juga menampilkan penjelasan bahwa mereka berarti dan masih hidup dengan layak. Penjelasan ini harus diucapkan dan dijelaskan secara terus menerus.
- Setiap pasien cotard seringkali menimbulkan rasa penasaran dan keinginan bunuh diri terus menerus. Sehingga sebagai pendamping anda harus terus mengawasi agar pasien tidak melakukan hal nekat dan berbahaya.
- Selain itu usahakan untuk konsultasi psikologi, psikiater atau dokter yang berkaitan. Bukan hanya mendampingi namun bagi mereka yang melakukan pendampingan akan sulit jika harus mengurus pasien dalam jangka panjang seorang diri. Anda juga tetap harus memperhatikan kesehatan fisik dan mental.
Diluar dari pengobatan terhadap sindrom cotard, mereka seringkali sulit untuk merasa berharga dan ingin mengakhiri diri sendiri. Tunjukan kepada mereka bahwa kondisi ini bukan halangan untuk mereka agar bisa dicintai dan nyawa mereka patut dihargai. Hingga kondisi cotard dapat berkurang atau bahkan bisa terlepas.
Sindrom cotard sangat langka dan jarang terjadi, adapun beberapa kasus membutuhkan waktu cukup panjang dan berbagai tes untuk memastikan bahwa mereka memang terkena sindrom tersebut. Alasan lainnya karena gejalanya mirip dengan gangguan psikis lain namun lebih kompleks, mereka akan sulit untuk terdiagnosis.
Bagi yang mengalami gejala tersebut, mungkin akan memakan waktu untuk bisa menjelaskan dan memastikan apakah pasien tersebut terkena cotard atau tidak. Para ahli umumnya akan melakukan penelitian, ditambah lagi mereka juga akan menjalankan tes untuk memastikan kondisi yang ada pada pasien.
Misalnya saja tes yang dilakukan seperti tes jurnaling, dan juga dilakukan terapi. Khusus bagi beberapa dokter terapi ETC atau electroconvulsive yang menjadi salah satu terapi bagi penderita ciri-ciri depresi berat. Sayangnya terapi ini memunculkan efek misalnya saja kondisi nyeri otot, suasana hati terpengaruh, tubuh mengalami kondisi nyeri dan beberapa masalah lainnya.
Kondisi delusi ini terjadi cukup jarang bahkan bisa dikatakan sangat langka. Jika melihat pada jurnal yang diterbitkan, bahkan beberapa kasus sudah cukup tua misalnya terjadi di tahun 90an. Sehingga jika muncul gejala dan adanya penyebab yang mengarah ke sindrom cotard kejadian ini belum tentu benar adanya.
Karena kondisi langka tidak menutup kemungkinan terjadi, namun disisi lain mereka yang mengalami kondisi ini juga memerlukan tes untuk memastikan bahwa memang adanya delusi yang terjadi. Kasus delusi cotard yang selama ini pernah muncul yakni pasien yang meyakini bagian tenggorokannya hilang, meyakini mereka sudah kehilangan nyawa, hingga kejadian setelah kecelakaan dan kondisi kepala cedera berat yang menyebabkan ia yakin bahwa kondisi cedera kepalanya tidak pernah sembuh.