Home » Ilmu Psikologi » 13 Etika dalam Pengukuran Psikologi

13 Etika dalam Pengukuran Psikologi

by Arby Suharyanto

Dalam istilah asing, pengukuran adalah measurement yang artinya ukuran. Mengukur berarti membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran juga merupakan perbandingan dengan standar. Pengukuran dalam tes psikologis merupakan pengukuran dengan obyek psikologis tertentu. Objek pengukuran psikologi disebut sebagai psychological tarits yaitu ciri yang mewarnai atau melandasi perilaku.

Menurut Anastasi dan Urbina (1998), tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan (distandarisasikan) atas sampel perilaku tertentu. Standarisasi mengimplikasikan keseragaman cara dalam menyelenggarakan tes dan penskoran tes. Dalam rang menjaga keseragaman kondisi-kondisi testing, penyusun tes menyediakan petunjuk-petunjuk yang rinci bagi penyelenggaraan setiap tes yang baru dikembangkan. (Baca juga mengenai gangguan psikologi pada dewasa awal).

Tes psikologis merupakan tes yang dilakukan untuk mengukur aspek individu secara psikis. Tes yang dilakukan dapat berbentuk tes tertulis, visual, atau evaluasi secara verbal yang teradministarsi untuk mengukur fungsi kognitif dan emosional. Tes dapat diaplikasikan kepada anak-anak maupun dewasa. Tes ini diadministrasikan untuk mengukur fungsi atau kemampuan kognitif dan emosional seseorang. (Baca juga mengenai gangguan konsentrasi pada orang dewasa).

Tes psikologi merupakan suatu insstrumen yang sudah baku, maka dari itu tester tetap harus mempergunakan tes psiklogi itu harus betanggung jawab dan secara etis melindungi testinya. Menurut Dewa Ketut Sukarda (1988) prinsip dasar yang melandasi etika praktik dalam penggunaan tes psikologi adalah sama essensialnya dengan layanan konseling sebagai suatu profesi membantu, yaitu: (Baca juga mengenai perkembangan emosi usia dewasa).

  • Agar guru pembimbing atau konselor dapat memberikan layanan yang kompeten dalam batas-batas kemampuannya  dan pengembangan profesinya sendiri,
  • Hendaknya kesejahteraan testi menjadi kriteria untuk mempertimbangkan kegiatan apa yang diperlakukan oleh seseorang atau orang yang lainnya.

Tes psikologi hanya dapat dievaluasi dari sudut ilmu sains dan teknisnya oleh orang yang benar-benar ahli dalam perkembangan tes terkini, prinsip psikometri, dan aspek-aspek perilaku yang ada dalam tes yang akan dievaluasi. Setelah tes diimplementasikan melalui proses seleksi, administrasi dan skoring, tes juga harus bisa dievaluasi, (Baca juga mengenai gejala gangguan jiwa berat pada orang dewasa).

diinterpretasikan dan dikomunikasikan dalam cara yang benar untuk tujuan kenapa mereka digunakan oleh professional yang memiliki pengetahuan dalam konteks tersebut ketika tes dilaksanakan sama juga untuk aspek-aspek teknis dan isu-isu psikologi yang terlibat pada saat pemberian tes tersebut. Praktek tes psikologi yang tepat diatur oleh prinsip-prinsip etika. (Baca juga mengenai cara mendewasakan diri dalam menghadapi masalah).

The Canadian Guidance and Counselling Association (1982), mempublikasikan sebelas prinsi khusus yang mencakup etika cara pemakaian tes psikologi, yaitu:

1. Guru pembimbing atau knselor harus mengakui batas kompotensinya dan tidak memberikan layanan teting atau menggunakan teknik-teknik diluar persiapan dan kompotensinya atau yang tidak memenuhi standar profesional yang telah ditetapkan.

2. Guru pembimbing atau knselor harus mempertimbangkan atau menetapkan dengan cermat dan teliti viiditas, realibilitas,dan ketepatan tes tertentu sebelum memilih untuk digunakan klien tertentu.

3. Menjadi tanggung jawab guru pembimbing atau konselor untuk memberikan orientasi dan informasi yang adekuat pada peserta testing agar hasil-hasil testingnya bisa di tempatkan dalam perspektif yang tepat dengan faktor-faktor yang lain yang relevan. Faktor budaya dan etnis, sosial ekonomi sangat mempengaruhi skor tes.

4. Hasil tes dan data penilaian yg digunakan untuk menilai komunikasi dengan rangtua individu atau orang lain yang tepat, maka harus disertai dengan interpretasi atau konseling yang adekuat.

5. Skor tes psikologi sebagai pembanding dengan interprestasi hasil-hasil teshanya disampaikan kepada orang yang memenuhi syarat untuk mengenterpretasikan dan menggunakan secara cepat.

6. Diperlukan ketelitian  untuk memberikan informasi secara adekuat dan menghindari terjadinya kesalahpahaman.

7. Tes harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan dalam manual buku petunjuk pelaksanaan tes. Tes psikologi dan alat-alat penilaian lainnya, dan sebagian besar penilaian lainnya sebagian besar dapat di percaya apabila orang yang mengambilnya adalah terbatas dengan minat profesional dan komotensi seseorang sehingga mereka akan berupaya melindungi peggunanaanya.

8. Guru pembimbing atau konselor memiliki tanggung jawab untuk memberitahukan kepada peserta testing tentang tujuan testing.

9. Guru pembimbing atau konselor harus bekerja dengan teliti dalam menilai dan menginterpretasikan minoritas anggota kelompok atau orang-orang lainnya yang tidak menyajikan norma-norma kelompok terhadap pembakuan instrumen.

10. Konselor tidak pantas memproduksi atau memodifikasikan susunan tes itu tanpa memperoleh izin dan mengenal kemampuan pengarang penerbit dan pemegang hak cipta. Selain etika yang diberikan oleh The Canadian Guidance and Counselling Association, Kouwer juga memberi gambaran tentang sikap dan tingkah laku pemeriksa dalam pemeriksaan psikologi berdasarkan bahasan fungsi dan tujuan tes. Secara ringkas hal itu dapat diuraikan sebagai berikut:

11. Etika dalam tes meramalkan/memprediksikan Pembatasan dalam pengetesan ini hanya pada aspek-aspek yang dapat dikuantifikasikan. Yang diukur adalah bukan kliennya sendiri, tetapi fakta objektif yang berhubungan dengannya. Jadi manusia berada diluar hasil objektif yang dihasilkannya. Karena itu, sikap pemeriksa adalah sikap teknis, praktis dan pragmatis dalam membahas hasilnya. Bahasan hasil adalah rasional dan aspek emosional harus dilupakan.

12. Etika dalam tes mendeskripsikan Yang diperhatikan bukan klien atau subjek, tetapi karakternya, sifatsifatnya yang khas, yang dianggap sebagai sebab dari tingkah lakunya. Pada umumnya persyaratan etika tes meramalkan berlaku juga disini. Pemeriksa memberikan saran sesuai dengan hasil pemeriksaan terhadap subjek dan norma yang berlaku. Pendapat pribadi adalah sentral, pemeriksa tidak melakukan pendekatan teknik, tetapi mencari penyelesaian yang menurut dirinya baik.

13. Etika dalam tes menemukan diri sendiri Pemeriksa tidak boleh mengambil sebagian dari problematika subjek yang diperiksa. Tidak boleh mengambil/mengalihkan tanggung jawab problematika subjek yang diperiksa. Pemeriksa mempunyai pandangan bahwa subjek dapat memecahkan problemnya sendiri serta bertanggung jawab atas alternatif pemecahan problem yang telah dipilihnya.

Pertolongan yang diberikan pemeriksa hanya terbatas pada memberi kemungkinan untuk suatu pemecahan masalah. Secara umum hubungan yang terjalin antara pemeriksa dengan subjek yang diperiksa haruslah tetap hubungan antar manusia yang saling menghormati, saling menjaga dan saling menghargai.

Dengan mentaati atau mengikuti semua etika dalan melakukan pengukuran atau penelitian psikologi, maka seorang peneliti sudah melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik. Semua etika yang diatur pada dasarnya adalah untuk menjaga hak dan kewajiban dari peneliti itu sendiri atau objek yang ditelitinya.

Demikian yang dapat disampaikan penulis, semoga menjadi wawasan berkualitas untuk anda.. Terima kasih. Salam.

You may also like