Kontrol diri mungkin merupakan istilah yang cukup asing bagi orang-orang yang tidak mempelajari psikologi. Namun, dalam dunia psikologi istilah ini pasti cukup familiar.
Dalam psikologi behavioral, kontrol diri adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika seorang individu berperilaku tertentu karena adanya kontrol yang diberikan dan berperilaku berbeda ketika kontrol tersebut tidak ada. Kontrol apapun yang mampu memodifikasi perilaku disebut discriminative kontrol.
Kontrol diri dalam perilaku terjadi ketika munculnya perilaku tertentu dikendalikan oleh keberadaan atau ketidakadaan discriminative kontrol ini.
Baca juga:
Keberadaan kontrol diri dibutuhkan untuk bisa memicu respon yang diharapkan ketika kontrol yang telah terkontrol diberikan. Misalnya, kontrol berupa lampu merah yang mengharapkan adanya respon berupa menghentikan kendaraan. Keberadaan lampu merah merupakan kontrol yang sengaja dibuat oleh pengendali lalu lintas untuk membuat lalu lintas menjadi teratur. Berikut ini akan dibahas 12 Jenis Kontrol Diri dalam Psikologi yang dapat diketahui:
Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari kontrol diri operan. Dalam hal ini, kontrol kontrol dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan kontrol tertentu saja. Perilaku ini akan terus muncul di masa depan hanya jika kontrol diri yang diberikan telah ada terlebih dahulu.
Baca juga:
Dalam pelatihan diskriminasi kontrol ini terdapat dua langkah yang terlibat. Langkah yang pertama adalah keberadaan kontrol diskriminasi (SD) yang membuat perilaku menjadi lebih kuat. Langkah kedua adalah ketika ada kontrol lain yang muncul namun SD tidak ada, perilaku menjadi tidak diperkuat. Selama pelatihan diskrimasi, setiap kemunculan kontrol tanpa ada perilaku yang diperkuat disebut S-delta.
S Delta adalah kontrol yang muncul ketika perilaku tidak mengalami penguatan. Dalam pelatihan diskriminasi, perilaku diperkuat ketika perilaku tersebut muncul dengan adanya kontrol diskriminasi, namun tidak muncul ketika ada S Delta ini. (Baca juga: Prinsip Dasar Dalam Modifikasi Perilaku)
Kontrol class adalah kumpulan dari kontrol yang memiliki efek fungsional yang sama dalam sebuah perilaku tertentu. sebagai contoh adalah kumpulan beberapa kontrol yang bisa berfungsi sebagai sebuah kontrol diskriminasi untuk perilaku tertentu. (Baca juga: Hubungan Perilaku Dengan Kebiasaan)
Antecedent kontrol adalah kontrol yang ada di organisme untuk menunjukkan perilaku yang telah diperlajari. Ketika sebuah organisme atau individu merasakan antecedent kontrol, dia akan memberi respon yang akan memaksimalkan konsekuensi yang memperkuatnya dan meminimalisir konsekuensi berupa hukuman.
Kontrol diskriminasi juga bisa terjadi dengan pemberian hukuman. Ketika sebuah perilaku diberi hukuman di depan individua tau organisme yang diberi kontrol, maka perilaku tersebut akan menurun, bahkan berhenti di masa depan, meskipun kontrol yang sama dia dapatkan kembali.
Namun, hal ini tidak berarti perilaku tersebut hilang sepenuhnya. Bisa saja perilaku yang diberi hukuman kembali muncul di masa depan ketika terdapat kontrol lain yang dirasakan. Sebagai contoh, Anda mungkin tetap akan mengulangi memakan makanan terlalu panas, meski sebelumnya Anda telah melakukan kesalahan hingga membakar lidah Anda dengan sup mendidih. (Baca juga: Teknik Dalam Modifikasi Perilaku)
Menurut seorang tokoh psikologi bernama Skinner (1969), pelatihan diskriminasi melibatkan kontingensi tiga jangka, yaitu konsekuensi yang memperkuat memiliki ketergantungan terhadap terjadinya perilaku hanya di depan kontrol yang spesifik.
Dalam kontingensi tiga jangka, ada keterlibatan hubungan antara kontrol, perilaku dan konsekuensi yang terjadi akibat perilaku. Para analis perilaku sering menyebut hal ini sebagai kontingensi ABC (Antecedent, Behavior, Consequences) dari perilaku. (Baca juga: Pendekatan Behavioral dalam Psikologi Klinis)
Kontrol diri dalam modifikasi perilaku berikutnya adalah kontrol diri penelitian. Artinya telah ada prinsip kontrol kontrol yang dibentuk dan dilakukan eksplorasi pengaplikasiannya untuk bisa mengubah perilaku atau kebiasaan seseorang.
Sebagai contoh adalah Azrin dan Powell (1968) yang melakukan penelitian untuk mengubah perilaku atau kebiasaan perokok berat. Perokok berat ini dibuat untuk mengurangi konsumsi rokok mereka per hari. Caranya adalah dengan mengunci jangka waktu kapan perokok bisa mendapatkan sebatang rokok.
Kontrol kontrol yang diberikan adalah ketika terdapat sinyal tertentu (SD), di saat itulah perokok dapat mengambil sebatang rokok. Maka, ketika sinyal SD tidak ada, perokok tidak mendapat penguat untuk mendapatkan rokok. (Baca juga: Jenis-jenis Metode Penelitian dalam Psikologi Perkembangan)
Seperti yang sempat dibahas sebelumnya, kontrol diri bisa terjadi saat perilaku tertentu diperkuat dengan keberadaan SD dan perilaku pada akhirnya akan muncul ketika ada SD tersebut.
Umumnya, penguatan perilaku bisa terjadi setelah diberi SD beberapa kali sebelum akhirnya kontrol kontrol mengalami pengembangan. Namun, sebenarnya penguatan perilaku dapat dipercepat dengan pemberian aturan tertentu.
Baca juga:
Aturan adalah sebuah pernyataan lisan yang mendefinisikan kontingensi, yaitu menyebutkan keadaan peserta ketika perilaku akan diperkuat. Misalnya adalah yang dilakukan oleh Tiger dan Hanley (2004) ketika melakukan penelitian tentang pengaruh aturan terhadap perilaku anak prasekolah dalam ‘meminta perhatian’.
Dalam hal ini, anak-anak prasekolah diberi aturan hanya akan mendapat perhatian guru ketika mereka memakai lei berwarna di lehernya. Maka, lei adalah SD dan mendapatkan perhatian merupakan penguat perilaku. (Baca juga: Penerapan Disiplin pada Anak Usia Dini)
Setelah adanya kontrol diskriminasi, kontrol yang sama ditemukan untuk membangkitkan respons yang terkontrol. Kontrol ini disebut dengan kontrol generalisasi. Ketika kontrol menjadi semakin tidak mirip dengan kontrol diskriminasi, kekuatan respon semakin menurun. Pengukuran terhadap respon ini disebut sebagai gradien generalisasi.
Sebuah percobaan yang dilakukan oleh Hanson (1959) menyediakan contoh awal yang berpengaruh di antara banyaknya eksperimen yang mengeksplorasi fenomena generalisasi. Misalnya, pada kasus-kasus tertentu, terdapat kondisi antecedent, dimana perilaku diperkuat atau terhenti akibat extinction atau punishment adalah spesifik, namun pada kasus lainnya kondisi antecedent ini meluas dan mejadi bervariasi. (Baca juga: Contoh Generalisasi Dalam Modifikasi Perilaku)
Dalam tugas matching to sample yang khas, sebuah kontrol disajikan di satu lokasi (sebai contoh) dan subjek memilih kontrol di lokasi lain yang cocok dengan contoh yang diberikan, misalnya memilih objek berdasarkan warna yang sama atau bentuk yang sama.
Namun, dalam prosedur pencocokan yang berbeda, subjek akan diminta untuk memilih objek yang tidak sama dengan contoh. Hal ini disebut sebagai diskriminasi kondisional karena kontrol yang diberi respon tergantung pada sample atau contoh yang diberikan.
Demikian pembahasan mengenai 12 jenis kontrol diri dalam psikologi. Dengan memahaminya, kita akan lebih mudah untuk mencoba teknik-teknik modifikasi perilaku yang ada. Semoga artikel ini bermanfaat, ya! Sampai jumpa di artikel beirkutnya.
Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…
Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…
Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…
Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…
Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…
Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…