Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Perkembangan » Perkembangan Psikologi Wanita Dewasa

Perkembangan Psikologi Wanita Dewasa

by Arby Suharyanto

Psikologi perkembangan merupakan ‘cabang psikologi yag memepelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati” (Ross Vasta, dkk., 1992). Menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira – kira umur 40 tahun.

Saat perubahan – perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Pembagian usia tidak mutlak dan ketat. Pembagian ini hanya menunjukkan umur rata – rata pria dan wanita. Pria dan wanita mulai menunjukkan perubahan dalam penampilan, minat, sikap, dan perilaku yang terkena tekanan – tekanan lingkungan tertentu dalam kebudayaan akan menimbulkan masalah – masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi orang dewasa.

Proses Adaptasi Perkembangan Psikologis Wanita Dewasa :

1.Adolensensi (± 17-19/21 tahun)

Pada masa adolensi remaja mulai menenemukan nilai-nilai hidup baru, sehingga semakin jelaslah pemahaman tentan keadaan diri sendiri. Ia mulai bersikap kritis terhadap kritis terhadap obyek-obyek di luar dirinya dan ia mampu mengambil sintese antara dunia luar dan dunia internal. (Baca juga cara mengatasi gangguan emosional pada wanita menopause)

Secara obyektif dan aktif ia melibatkan diri dengan kegiatan dunia luar, sambil mencoba “mendidik” dirinya sendiri. Pada fase perkembangan ini dibangun dasar-dasar yang definitif (esensial, menentukan) bagi pembentukan kepribadiannya.

Pada usia ini yang sangat dibutuhkan oleh remaja ialah adanya pendidikan dari orang tua yang berkepribadian sederhana serta jujur, yang tidak terlampau banyak menuntut kepada anak didiknya dan membiarkannya tumbuh serta berkembang sesuai dengan irama perkembangan dan kodratnya sendiri. Yang penting saat ini ialah membiarkan remaja (anak gadis) :

  • Menghayati pengalaman-pengalaman itu sendiri
  • Remaja mampu menemukan arti dan nilai-nilai tertentu untuk menetapkan sikap dan tujuan hidup sendiri.

Narsistik pada adolensensi sifatnya seringkali “banyak menuntut”. Narsistik juga anak gadis sangat sensitif terhadap kekecewaan-kekecewaan, dan mudah menggugah harga diri berlebihan yang pada umumnya kurang/tidak tahan terhadap kritik-kritik betapapun kecilnya, khususnya kritik yang dilancarkan oleh orang tua dan saudara-saudaranya. (Baca juga penyebab wanita trauma pacaran)

Observasi Intensif ke dalam diri sendiri, yang juga menjadi ciri khas pada masa adolensensi pada umumnya lebih kuat dan lebih lama berlangsung pada  anak gadis dari pada anak laki-laki. Oleh karena itu kegiatan untuk selalu sibuk dengan diri sendiri secara intensif itu akan berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan wanita. Faktor ini pulalah yang menjadi sebab dan timbulnya dua ciri khas wanita yaitu:

  • Intuisi yang halus dan tajam
  • Subjektifitas yang lebih besar dalam memasak dan menilai semua proses hidup.

2. Dewasa Awal

Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental age-nya. (Baca juga tips menghadapi wanita manja)

Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis. Ini juga terjadi pada perkembangan psikologi wanita dewasa.

Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah.

Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. (Baca juga cara menghadapi wanita tarik ulur)

Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya.

Hurlock (1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya.

Hasil Penelitian Psikologi Dewasa Awal

Hasil penelitian dewasa awal lebih banyak mengarah pada hubungan sosial, dan perkembangan intelektual, pekerjaan dan perkawinan di usia dewasa awal, dan pengoptimalan perkembangan dewasa awal serta perilaku penghayatan keagamaan. Beberapa hasil penelitian, diantaranya:

  • Persepsi Seks Maya Pada Dewasa Awal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita memiliki sikap yang negatif terhadap seks maya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kebudayaan Indonesia yang masih memegang teguh adat dan istiadat budaya timur, dimana manusia harus memperhatikan aturan dan nilai budaya di dalam bersikap dan berperilaku. (Baca juga cara menghadapi wanita overprotektif)

Menurut Ida Ayu dari Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma) pada jurnal  “Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seks Maya Berdasarkan Jenis Kelamin pada Dewasa Awal” Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma)  kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang kuat dalam sikap seseorang terhadap berbagai macam hal.

  • Penundaan Usia Perkawinan dengan Intensi Penundaan Usia Perkawinan

Dari jurnal “Hubungan Sikap Terhadap Penundaan Perkawinan Dengan Intensi Penundaan Usia Perkawinan” oleh  Elok Halimatus Sa`diyah, dosen Fakultas Psikologi UIN Malang didapatkan hubungan yang positif dan sangat signifikan antara sikap terhadap penundaan usia perkawinan dengan intensi penundaan usia.

Hal ini berarti mereka memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penundaan usia perkawinan akan memberikan keuntungan bagi mereka, baik keuntungan dari segi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Penundaan perkawinan akan memberikan waktu lebih banyak bagi mereka untuk membentuk identitas pribadi sebagai individu yang matang secara biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

  • Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja

Dalam jurnal ”Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja” oleh Ika Sari Dewi pada tahun 2006, adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan dan berujung perceraian merupakan hal atau kondisi yang membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan menikah mereka.

Ditambah lagi maraknya perceraian yang dipublikasikan di media massa saat ini sehingga dianggap menjadi menjadi fenomena biasa. Salah satu penyebab wanita yang bekerja memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi secara mental dan emosional dengan pasangannya.

Ketidaksiapan menikah yang dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi krisis perkawinan serta ragu tentang kemampuan mereka berbagi secar mosional dengan pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis juga ketidak siapan fisik.

Individu yang merasa memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima (sakit, misal Diabetes Militus) cenderung ragu melangkah menuju jenjang pernikahan. Inilah yang umum terjadi pada perkembangan psikologi wanita dewasa.

Untuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan:

  • Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
  • Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
  • Bersedia dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan seksual.
  • Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.
  • Memiliki kelembutan dan kasih saying kepada orang lain.
  • Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
  • Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
  • Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.
  • Bersedia menerima keterbatasan orang lain.
  • Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi.
  • Bersedia menjadi suami isteri yang bertanggung jawab.

Individu yang memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik, artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan beradaptasi setelah memasuki pernikahan.

  • Kemandirian Dewasa Awal

Adapun dalam jurnal yang berjudul “Kemandirian Mahasiswi UIN Suska Ditinjau dari Kesadaran Gender” Oleh Hirmaningsih, S.Psi.  ini, membuktikan bahwa bahwa perbedaan perlakuan yang diterima anak laki-laki dan perempuan sejak lahir akan mempengaruhi tingkat kemandirian. Semakin tinggi kesadaran gender maka semakin tinggi kemandirian manusia tersebut.

Dengan makin tingginya kesadaran gender yang dimiliki seorang pria tentang konsep mandiri dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kesadaran gender atau memiliki kesadaran gender yang rendah. Wanita yang memiliki kemandirian tinggi akan lebih mudah menghadapi kehidupan, tantangan yang dihadapinya, serta menjalin hubungan yang mantap dalam kehidupan sosialnya.

Semoga informasi seputar perkembangan psikologi wanita dewasa diatas bisa bermanfaat dan juga menambah wawasan. Dan terimakasih sudah membaca artikel kami.

You may also like