Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap orang, khususnya untuk anak-anak. Agar dapat menerima pendidikan, salah satu jalannya yakni dengan bersekolah pada jenjang tertentu sesuai dengan usia anak. Setiap anak seharusnya menempuh pendidikan dari tingkat terendah hingga teratas agar memiliki bekal untuk dapat hidup yang lebih sejahtera di masa depan.
Sayangnya, tidak semua anak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang sama seperti anak-anak pada umumnya. Beberapa anak tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena berbagai faktor. Berikut ini adalah beberapa penyebab anak putus sekolah yang harus diperhatikan:
1. Kemampuan Berpikir yang Dimiliki Anak
Salah satu faktor yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kemampuan berpikir anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan sekolah pada umumnya didesain untuk anak dengan umur tertentu secara umum sehingga untuk anak dengan jenis kecerdasan yang kemampuan berpikirnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dari standar akan sulit mengikuti sekolah umum.
Pada anak dari keluarga kurang mampu atau karena kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan, mereka mungkin akan cenderung memilih putus sekolah sebab sistem pendidikan di sekolah yang ada kurang sesuai dengan kemampuannya. Di sisi lain, sulit juga untuk mencari sekolah yang sesuai dengan kemampuan mereka.
2. Latar Belakang Pendidikan Orang Tua
Orang tua adalah orang-orang yang paling pertama di hidup anak. Orang tua lah yang bertanggung jawab memberi pengasuhan pada anak, termasuk pendidikan dasar yang dibutuhkan anak untuk mendapatkan pendidikan selanjutnya. Akan tetapi, tidak semua orang tua dapat menerapkan pola asuh yang baik danmemberikan dasar-dasar pengetahuan untuk anak.
Berdasarkan data, rata-rata anak yang putus sekolah memiliki orang tua yang dulunya juga putus sekolah, bahkan sebagian dari mereka tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Orang tua yang putus sekolah tersebut juga beberapa ada yang beranggapan bahwa pendidikan kurang begitu penting sebab yang terpenting adalah bagaimana caranya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Lemahnya Ekonomi Keluarga
Kebanyakan anak harus putus sekolah karena lemahnya kemampuan ekonomi keluarga. Hal itu dikarenakan status sosial ekonomi sering kali berhubungan pula dengan pola pikir orang tua dan kondisi lingkungan. Akan tetapi, tentu tidak semua anak yang lahir dari kondisi ekonomi menengah ke bawah pasti putus sekolah sebab pemerintah pun saat ini sudah memberikan program wajib belajar serta bantuan.
Anak yang orang tuanya berpenghasilan rendah atau bahkan penghasilannya tidak menentu membuat mereka terancam putus sekolah. Pasalnya, biaya untuk sekolah dianggap menjadi beban tambahan untuk keberlangsungan hidup mereka sebab yang lebih penting adalah memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebenarnya itu pun sudah susah.
Di sisi lain, meski pemerintah sudah menawarkan bantuan, beberapa anak memilih untuk tetap putus sekolah karena mereka merasa lebih baik ikut bekerja mencari uang sehingga dapat melanjutkan hidup, dibanding pergi ke sekolah yang tidak mendapatkan uang dan ilmunya pun dirasa kurang penting karena tidak langsung membuat mereka memiliki keterampilan untuk mendapat uang.
4. Kurangnya Motivasi dan Minat Anak untuk Bersekolah
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk secara sadar melakukan sesuatu dengan tujuan yang jelas. Sedangkan minat adalah sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang atau kecenderungan seseorang pada suatu hal. Baik motivasi dan minat, keduanya sangat mempengaruhi anak untuk bersekolah.
Orang tua memiliki andil besar untuk membangun minat anak dalam bersekolah dengan cara memberikan informasi kepada anak mengenai apa-apa saja yang akan anak pelajari, menjelaskan pula hubungan antara satu pelajaran dengan pelajaran yang lain atau bahkan hal yang sudah dipelajari sebelumnya, serta menguraikan kegunaan belajar untuk masa depan anak.
Tidak hanya orang tua, peran guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa sangat dibutuhkan. Namun, kurangnya minat anak dalam bersekolah tidak sepenuhnya karena orang tua atau guru kurang memberikan dorongan, melainkan karena anak memang kurang minat bersekolah.
Penyebabnya dapat beragam, misal karena ia memiliki alasan tersendiri maupun akibat pengaruh dari lingkungan. Hal tersebut dapat membuat anak tidak memiliki motivasi untuk bersekolah sehingga memutuskan untuk putus sekolah sehingga orang tua perlu melakukan cara mengatasi malas belajar sang anak.
5. Anak Mengidap Penyakit
Banyak anak yang harus putus sekolah bukan karena keinginannya, melainkan karena kondisi yang dialaminya, yaitu mengidap suatu penyakit. Di beberapa sekolah, terdapat anak yang harus putus sekolah karena sejak lahir sudah menyandang disabilitas atau memiliki kebutuhan khusus sehingga tidak bisa bersekolah di sekolah biasa dan mungkin tidak memiliki biaya yang cukup untuk bersekolah di sekolah luar biasa.
Selain itu, ada pula anak yang baru mengidap penyakit saat beranjak dewasa dan membuat mereka tidak bisa mengikuti jadwal kegiatan sekolah seperti anak-anak lainnya atau mengharuskan mereka untuk sering mendapatkan perawatan sehingga tidak dapat mengikuti kelas atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
6. Pandangan Masyarakat terhadap Pendidikan
Pada beberapa kelompok masyarakat yang masih cenderung tradisional, pendidikan dianggap sebagai suatu keniscayaan. Artinya, seseorang dianggap dapat bertahan hidup apabila sudah dibekali dengan ilmu sehingga ia mendapat lebih banyak kesempatan mendapat pekerjaan layak juga menempati posisi yang tinggi atau mendapat status yang terhormat dalam masyarakat.
Akan tetapi, pada beberapa kelompok lainnya, pendidikan dianggap bukanlah hal yang penting sebab mereka juga melihat orang yang tidak menempuh pendidikan tinggi, tetapi berhasil sukses dan hidup berkecukupan. Hal itulah yang menyebabkan anak dalam keluarga tersebut putus sekolah walaupun sebenarnya mereka tahu pendidikan itu juga memiliki manfaat.
7. Kondisi Lingkungan Anak
Hasil belajar anak dapat secara signifikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Berdasarkan teori belajar mengajar dari aliran empirisme, anak dilihat sebagai kertas putih yang kemudian diisi dengan seluruh hal yang ia pelajari dari lingkungannya. Maka dari itu, pengalaman empiris yang didapatkan anak dari lingkungannya akan berpengaruh terhadap arah perkembangan anak. Selain itu, terdapat pula pengaruh lingkungan terhadap hasil belajar anak.
Dalam sebuah lingkungan, terdiri atas komunitas dari berbagai jenis masyarakat, agama, budaya, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Lingkungan tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap motivasi anak untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Banyaknya anak-anak yang putus sekolah akan membuat anak mempengaruhi anak untuk ikut tidak bersekolah. Pengaruh tersebut biasanya muncul ketika anak sedang bermain dan permainan tersebut cenderung membuat anak lebih memilih bermain sehingga melupakan belajarnya di sekolah atau menjadi malas belajar.
8. Prasarana Sekolah
Ketidaktersediaan prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah, alat transportasi, dan jalan untuk bersekolah juga dapat menjadi penyebab anak putus sekolah. Anak-anak yang tinggal di daerah pedalaman, seperti hutan atau di pulau yang cenderung terpencil membuat umumnya tidak ada sekolah yang dibangun di tempat tersebut.
Akibatnya, jika ingin bersekolah, anak harus pergi ke tempat yang jaraknya cukup jauh dari rumah sehingga membutuhkan waktu, tenaga, bahkan biaya yang besar agar bisa bersekolah. Oleh sebab itu, anak memilih untuk tidak bersekolah karena prosesnya yang tidak mudah dan rasanya tidak setara dengan apa yang mereka peroleh.
Cara Penanggulangannya
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan baik secara formal maupun non formal. Bahkan saat ini pemerintah sudah menyediakan program wajib belajar 9 tahun sehingga dari jenjang SD, SMP, hingga SMA untuk sekolah negeri sudah ada wilayah yang tidak perlu membayar SPP lagi.
Hal tersebut merupakan salah satu bentuk cara penanggulangan anak yang putus sekolah. Tidak hanya itu, pemerintah juga memberikan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), KIP (Kartu Indonesia Pintar), dan masih banyak lagi upaya penanggulangan dari pemerintah.
Di sisi lain, masyarakat juga banyak yang melalui lembaga swadaya memberikan tempat untuk anak-anak yang putus sekolah bisa tetap mendapat ilmu, meski bukan dari sekolah yang formal. Akan tetapi, bukan berarti sekolah nonformal tidak berkualitas.
Justru beberapa sekolah juga memberikan pelatihan tertentu sehingga anak-anak memiliki bekal keterampilan yang bisa juga digunakan untuk mendapat pemasukan. Beberapa perusahaan juga sudah banyak yang menyediakan beasiswa maupun bantuan untuk sekolah-sekolah agar anak-anak yang terkendala biaya, tetapi memiliki keinginan yang besar untuk bersekolah bisa kembali duduk di bangku sekolah.
Sekolah-sekolah yang kondisinya sudah kurang layak pun banyak yang mendapat donasi untuk perbaikan sehingga dapat digunakan kembali.