Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Agama » Konsep Ontologi dalam Psikologi Islam

Konsep Ontologi dalam Psikologi Islam

by Barzam

Memahami konsep ontologi dalam psikologi islam menjadi sebuah hal yang menarik tersendiri, terutama ketika kita ingin melihat bagaimana ilmu filsafat dikaitkan dengan perspektif psikologi. Psikologi Islam menitikberatkan pada pengamatan perilaku-perilaku individu terkait dengan pola keyakinannya terhadap Allah, ini termasuk bagaimana individu tersebut melaksanakan berbagai macam perintah keagamaan sesuai dengan Al Quran sebagai kita suci dan juga hadis-hadis yang sudah ada sebelumnya. Bila dikaitkan dengan konsep ontologi, maka ini akan menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan.

Ontologi merupakan bagian dari ilmu filsafat. Ada ragam fungsi filsafat dalam psikologi yang tentu saja juga bisa kita pelajari lebih lanjut. Jika dirinci lebih luas lagi, ilmu filsafat itu terdiri dari paham wujud (ontology), paham alam (cosmology), paham ilmu (epistemology), paham metodologi (methodology) dan paham nilai (value). Ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari kelima unsur tersebut. Manakala seseorang sedang menanyakan sesuatu mengenai “apa ini?”, maka ia sedang merujuk pada bahasan mengenai konsep ontologi, yakni bahasan tentang wujud yang konkret. Semua yang bisa diamati secara langsung bagi seseorang merupakan sesuatu yang memang mungkin saja butuh untuk dimengerti.

Pemahaman terhadap konsep ontologi ini memang menarik. Beberapa pakar memberikan contoh bagaimana sebuah peristiwa bisa terjadi. Seperti misalnya ketika seseorang makan, maka ia akan menjadi kenyang. Proses makan kemudian menjadi kenyang merupakan sesuatu yang memang diinginkan oleh Allah. Semua hal yang terjadi digerakkan oleh “sesuatu”, inilah yang mendasari konsep ontologi yang kemudian menjadi landasan pula untuk aspek konsep lain seperti paham alam atau cosmology.

Apabila hal ini kemudian dikaitkan dengan pemahaman terhadap konsep psikologi, maka kita bisa menarik sebuah benang merah bahwa perilaku-perilaku seseorang yang ada tentu juga digerakkan oleh Allah. Ini merupakan hal yang cukup menarik, dimana seseorang rupanya dalam berperilaku turut dipengaruhi oleh unsur ketuhanan yang memang tidak bisa dilepas begitu saja.

Psikologi Islam memandang bahwa ketika seseorang mampu berbuat kebaikan, maka itu semata-mata karena orang tersebut memiliki nilai dan keyakinan yang besar untuk bertaqwa kepada Allah. Namun demikian, ketika ia berbuat jahat atau berperilaku di luar norma ataupun larangan agama, maka individu tersebut tentu saja kurang memiliki nilai ketaqwaan. Baik perilaku baik ataupun buruk tersebut keduanya sama-sama digerakkan oleh sesuatu.  (Baca juga: Teori psikologi humanistik)

Konsep ontologi dalam psikologi islam kemudian memberikan beberapa pandangan mengenai hakikat sesuatu tersebut ke dalam beberapa macam seperti di antaranya:

  1. Materialisme atau naturalisme

Hakikat benda adalah materi itu sendiri. Rohani atau jiwa muncul dari suatu benda. Dalam materialisme atau naturalisme ini, tidak diakui adanya roh ataupun jiwa, bahkan termasuk Tuhan sekali pun. Pada dasarnya materialisme ini memandang sesuatu sebagai sesuatu yang nyata (konkret) dan dapat diamati melalui panca indera. (Baca juga: Hakikat manusia dalam perspektif psikologi)

  1. Idealisme

Hakikat suatu benda merupakan unsur rohani. Artinya, sesuatu objek sebenarnya mengandung unsur kejiwaan tertentu yang tidak bisa diperhatikan secara langsung. Idealisme ini memiliki pandangan bahwa rohani memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada segala sesuatu yang sifatnya jasmaniah.

  1. Dualisme

Dualisme bisa dikatakan menjadi penengah antara materialisme dan juga idealisme. Dalam dualisme, suatu objek tidak muncul karena adanya roh, demikian pula roh tidak muncul karena adanya materi. Keduanya memiliki hakikat yang sama.

  1. Skeptisisme

Dalam skeptisisme, ada keraguan atau ketidakpastian mengenai mana yang benar. Apakah roh muncul dari materi atau materi muncul dari roh. Keraguan ini kemudian akan menimbulkan perilaku-perilaku yang setengah-setengah. (Baca juga: Contoh pendekatan psikologis dalam studi Islam)

  1. Agnotisme

Agnotisme lebih menitikberatkan pada bagaimana manusia yang tidak bisa mengetahui hakikat suatu objek sesungguhnya. Agnotisme juga menganggap bahwa apa yang sebenarnya ada dianggap sebagai sesuatu yang sudah memang seharusnya.

Melalui beberapa macam pandangan tentang beberapa hakikat benda tersebut, maka konsep ontologi ini kemudian menjadi landasan terhadap konsep lainnya. Psikologi islam juga memberikan gambaran bagaimana tingkah manusia itu sebenarnya tidak lepas dari konsep ontologi (baca juga: Kecerdasan qalbiyah dalam psikologi Islam). Manusia memiliki ruh atau jiwa dimana di dalamnya akan turut andil dalam mempengaruhi cara ia dalam bersikap. Konsep ini tentu saja menjadi menarik untuk dipelajari, karena kemampuan berpikir manusia rupanya juga cukup dipengaruhi oleh bagaimana kondisi psikisnya. Kondisi psikis inilah yang dianggap dalam ontologi sebagai hakikat idealisme tadi.

Demikian pembahasan singkat mengenai kajian ontologi bila dilihat dari perspektif psikologi Islam. Kita bisa mulai memahami dan mengembangkan bagaimana konsep ontologi ini dapat menggambarkan setiap hakikat yang ada di alam ini. Tentu saja hal tersebut akan sangat berguna dalam memahami bagaimana pengamatan perilaku seseorang. Psikologi Islam memang memiliki kedalaman yang lebih dalam mengamati perilaku individu berdasarkan pola keyakinannya. Konsep ontologi dalam psikologi Islam bisa semakin menjelaskan bagaimana proses tersebut terjadi.

You may also like