Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Olahraga » 8 Contoh Penerapan Psikologi Olahraga

8 Contoh Penerapan Psikologi Olahraga

by Titi Rahmah

Contoh penerapan psikologi dalam pedidikan inklusi di bidang olahraga adalah membantu kemampuan atletik seseorang untuk berkembang sebaik mungkin. Tohar (1992: 116) mengatakan bahwa “pola pikir pemain tergantung pada watak dan falsafah, yang kesemuanya dipengaruhi oleh falsafah agama, kehidupan pendidikan, falsafah negara dan faktor eksternal meliputi iklim dan lingkungan.”

Tujuan psikologi olahraga bagi atlet salah satu contohnya penerapan psikologi olahraga adalah persiapan teknis atlet. Hal itu merujuk pada peran psikologi olahraga dalam lingkungan pembinaan atlet, yaitu pelatih dan konsultan atlet. Teknik seorang atlet dapat ditingkatkan dengan menggunakan model Carson and Collis Five A (2016). Metode ini terdiri dari beberapa langkah: analisis, penyadaran, adaptasi, (re)otomatisasi dan verifikasi dalam psikologi olahraga.

1. Latihan menganalisis

Atlet diajarkan untuk menganalisis teknik apa yang mereka lakukan, apakah sudah benar atau tidak, dan gerakan teknis mana yang perlu ditingkatkan. Dalam latihan menganalisis hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah strategi atlet, kelebihan dan kelemahan para atlet, situasi/kondisi saat dilapangan serta persiapan alat-alat pertandingan atlet. Ketika latihan analisis ini mampu dilakukan secara maksimal maka atlet akan memperoleh tujuan yang ingin dicapainya.

2. Latihan kesadaran

Dengan menggunakan gambaran mental, atlet dilatih untuk mengamati gerakan yang sesuai dan menggunakan gambaran kinestetik internal. Menggunakan gambar dan melihat contoh teknik yang dipraktikkan memungkinkan atlet untuk secara sadar mengetahui bagaimana rasanya mempraktikkan teknik latihan kesadaran tersebut.

3. Penetapan peraturan

Atlet diinstruksikan untuk mengubah teknik yang salah. Pelatih menunjukkan secara langsung bagaimana melakukan teknik dengan benar kemudian meminta atlet berlatih menirukan gerakan yang diperagakan. Ketika atlet menirukan gerakan yang telah diajarkan pelatih maka penetapan peraturan itu mulai berlaku tujuannya adalah agar melihat sejauh mana atlet serius dalam berlatih dan meninjau sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi atlet.

4. Re otomatisasi

Agar atlet dapat secara otomatis melakukan teknik yang benar selama pertandingan, atlet harus “secara tidak sadar” menginternalisasikannya, atlet melakukan ini menggunakan prinsip kognitif tertentu, karena otomatisasi terjadi ketika atlet mengingat teknik dan menyimpannya dalam ingatan jangka panjang.

  • Membagi data. Yaitu membagi data menjadi beberapa bagian. Misalnya, teknologi dibagi menjadi beberapa gerakan. Atlet memprosesnya lebih cepat sebagai memori alias dengan melatihnya beberapa gerakan sekaligus.
  • Instruksi pelatih. Harus singkat dan jelas agar atlet lebih mudah mengingatnya. Instruksi ini harus disesuaikan dengan beberapa gerakan yang dijelaskan sebelumnya.

5. Latihan kepercayaan diri

Pada tahap terakhir, atlet harus dilatih untuk mempercayai atau mengandalkan fakta bahwa ia dapat mempraktikkan teknik yang benar bahkan dalam situasi yang sangat menegangkan. Misalnya saat Match Time berakhir dan poin antara atlet dan lawan saling berkejaran.

Salah satu caranya adalah mempersiapkan aspek psikologis atlet atau melakukan simulasi pertandingan yang berbeda agar atlet terbiasa dengan situasi di lapangan saat pertandingan. Sehingga atlet bisa tampil dengan percaya diri dan tanpa keraguan. Hal ini justru akan mendorong semangat atlet untuk bersaing di laga pertandingan.

6. Latihan Cricket

Latihan cricket adalah olahraga tim. Setiap pemain/atlet memiliki karakteristik dan keterampilan khusus yang harus dikuasai. Beberapa cabang olahraga yang sama dengan kriket yaitu Baseball, Soft Ball dan Caste yang dimainkan di negara-negara kolonial Belanda.

Cricket adalah Bastman, Bowler, Fielder dan Keeper. Pemain Cricket umumnya harus dalam kondisi fisik yang prima saat bermain. Dikarenakan durasi permainan yang lama, 2 babak (Periode). Setidaknya satu putaran permainan bisa bertahan lebih dari satu jam.

Bahkan dalam pertandingan tradisional bisa dimainkan dari pagi hingga malam dalam satu permainan atau dua set. Dalam pertandingan resmi, digunakan sistem turnamen atau liga, di mana semua tim dimainkan dalam format dua puluh dua puluh (T20’S).

Setiap putaran dapat melebihi waktu minimum 1,5 jam atau 90 menit. Melihat sifat pemain cricket yang memiliki posisi berbeda namun perannya cukup penting dalam permainan. Karena olahraga beregu harus saling menutupi kelemahan pemain yang menjadi kiper.

Inti dari olahraga beregu menjaga kekompakan dan kekompakan tim. Tidak ada pemain yang merasa dirinya yang terbaik di antara pemain lainnya, yang pada gilirannya dapat melemahkan mentalitas pemain lain. Ini penting dan harus dipahami dan dipahami oleh semua pemain Cricket.

Faktor psikologis pada tingkah laku manusia dalam pertandingan olahraga beregu memperkuat motivasi satu sama lain dan saling mendukung, padahal ini adalah salah satu kunci kemenangan dalam pertandingan apapun. Begitu juga dengan manajer tim harus bisa merasakan kebersamaan dalam setiap sesi latihan dan pertandingan. Mengingat setiap posisi yang ditugaskan penting dalam pertandingan.

7. Latihan pembinaan mental

Sesempurna apapun perkembangan fisik, teknik dan taktik seorang atlet, jika mentalnya tidak berkembang tidak mungkin mencapai prestasi yang tinggi. Diterjemahkan oleh Yuanita Nasution (1996: 129), pelatihan mental menurut Unestahl 1986 adalah pelatihan yang menekankan pada pengembangan kedewasaan (maturity).

Dan juga pengembangan emosi dan impulsif atlet, seperti semangat juang, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi bahkan dalam situasi penuh tekanan situasi, sportivitas, percaya diri, integritas dll. Manfaat pembinaan mental bagi atlet adalah untuk meningkatkan efisiensi mental, terutama ketika atlet berada dalam situasi stres yang sulit.

Pembinaan mental ini juga sebagai salah satu metode self healing terbaik. Dimana naik turunnya prestasi seorang atlet sangat tergantung pada kesiapan mental dan daya tahan mental atlet tersebut. Makin mencatat bahwa sifat kepribadian dan keterampilan psikologis sangat penting dalam meningkatkan prestasi seorang atlet.

Menurut Sebyabroto, persiapan mental dapat dicapai dengan melatih keterampilan mental, yaitu persiapan memikul beban mental, baik beban mental berupa rintangan atlet itu sendiri (2001: 106). Dalam melatih atau membimbing aspek kejiwaan atau kerohanian atlet, pertama-tama harus dipahami bahwa setiap atlet harus dilihat secara individual, seorang atlet berbeda dengan yang lainnya.

Untuk membantu profil atlet, bantuan psikologis, sering disebut sebagai “tes psiko” dengan bantuan psikometrik, dapat dilakukan. Diharapkan dengan pendekatan psikologis dapat menghasilkan atlet pada setiap kegiatan untuk menunjukkan keinginan yang kuat untuk memberikan yang terbaik dan memenangkan pertandingan.

8. Latihan relaksasi otot progresif

Yuanita Nasution mengatakan bahwa latihan relaksasi termasuk manajemen stres bertujuan untuk meredakan ketegangan, baik ketegangan otot maupun ketegangan psikis. Ada bentuk latihan relaksasi yang berbeda, tetapi yang paling sederhana adalah relaksasi otot progresif.

Tujuan dari latihan ini adalah agar atlet mengidentifikasi dan membedakan antara keadaan rileks dan tegang. Biasanya hasil dari latihan relaksasi ini baru terasa setelah ia melakukannya setiap hari minimal enam minggu (setiap sesi sekitar 20 menit). Setelah latihan ini dikuasai, dibutuhkan lebih sedikit waktu untuk bersantai.

Latihan relaksasi lainnya termasuk “latihan autogenik” dan latihan pernapasan yang berbeda. Latihan relaksasi ini juga menjadi dasar latihan yang mengendalikan emosi dan kecemasan. Latihan relaksasi juga dapat dilakukan dengan alat bantu seperti “galvanic skin response”, “floating tank” serta berbagai paket rekaman latihan relaksasi.

Relaksasi adalah keadaan dimana tidak ada ketegangan fisik, emosional atau mental (Gunarsa: 2000).Jika seorang atlet mengalami derajat kegembiraan, kecemasan dan ketegangan yang terlalu tinggi, maka akan sulit bagi mereka untuk mencapai prestasi yang optimal.

Saat atlet menggunakan strategi yang dapat meningkatkan ketegangan/kewaspadaan, semakin tegang dan cemas. Ketegangan dan gangguan kecemasan yang berlebihan mengganggu kinerja. Untuk mengatasi keadaan tersebut, diperlukan proses terbalik yang terjadi dengan mengurangi ketegangan dan kecemasan melalui prosedur relaksasi.

You may also like