Mengaitkan teori psikologi dalam praktek fisioterapi mungkin akan dianggap menjadi sebuah hal yang cukup sulit. Namun demikian, fisioterapi pada dasarnya juga bisa melesapkan faktor psikologi di dalamnya. Fisioterapi merupakan salah satu cabang dalam ilmu kesehatan yang berguna dalam proses rehabilitasi seseorang.
Proses rehabilitasi tersebut biasanya untuk menunjang kebutuhan fisik seseorang. Mengembalikan kondisi fisik seseorang supaya bisa berfungsi lagi. Karena sifatnya yang secara umum terlihat selalu memperhatikan fisik, tak heran bila kemudian fisioterapi seperti menjadi hal yang sangat sulit untuk bisa diterapkan dengan psikologi. Apakah hal ini benar?
Sebenarnya psikologi dan fisioterapi tetap bisa saling terkait (baca juga: teori psikologi kepribadian). Unsur psikologi bila diterapkan ke dalam fisioterapi bisa menjadikan proses rehabilitasi menjadi lebih maksimal. Psikologi akan banyak berbicara mengenai berbagai macam unsur yang ada di dalam psikis seseorang, dimana kesehatan psikis tersebut juga akan berpengaruh terhadap motivasi seseorang selama melakukan rehabilitas. Berikut ini adalah beberapa macam gambaran teori dari teori psikologi yang bisa dilesapkan ke dalam proses fisioterapi:
- Psikologi Humanistis
Teori psikologi humanistik merupakan aliran yang berkembang setelah adannya aliran behaviorisme dan psikoanalisis. Salah satu tokoh yang ada dalam psikologi humanistis adalah Abraham Maslow. Kita mungkin juga sudah familiar sekali dengan teori kebutuhan menurut Maslow ini.
Pada dasarnya, psikologi humanistis akan memandang bahwa pendekatan psikologi tidak hanya melulu pada “jiwa yang sakit”, namun juga memandang bahwa ada “jiwa yang sehat” yang juga membutuhkan dukungan psikis. Dalam fisioterapi, ini juga sangat erat kaitannya terutama untuk menumbuhkan semangat dan motivasi seseorang supaya bisa kembali mendapatkan fungsi-fungsi normal dari tubuhnya.
Viktor Frankl juga merupakan salah satu tokoh dari teori psikologi humanistis. Ia juga menjelaskan bahwa ada teknik psikoterapi yang bisa dilakukan dengan cara logoteraphy. Logoteraphy ini merupakan proses pencarian makna dalam setiap peristiwa kehidupan manusia. Artinya, seseorang mungkin akan lebih banyak motivasinya untuk melaksanakan program fisioterapi. Praktek fisioterapi mungkin harus memperhatikan aspek humanistis ini supaya bisa berjalan dengan baik.
- Psikologi Behaviorisme
Psikologi behaviorisme pertama kali diteliti oleh Ivan Petrovic Pavlov. Aliran ini berkembang pada akhir abad ke-19. Psikologi berhaviorisme sering dikatakan sebagai aliran dari ilmu jiwa, namun tidak memedulikan jiwa. Dalam konsep behaviorisme, Pavlov memandang bahwa manusia adalah sebuah mesin. Manusia sebagai mesin ini bisa dikendalikan dengan menggunakan proses conditioning.
Sikap yang diinginkan akan dilatih terus menerus hingga manusia tersebut mengalami perubahan perilaku. Pendekatan semacam ini bisa diterapkan juga pada praktek fisioterapi. Proses rehabilitasi mungkin akan efektif dilakukan dengan melakukan latihan terus menerus. Terapi anak autis mungkin juga menggunakan proses pendekatan ini. (Baca juga: Penyebab anak telat bicara)
- Psikologi Transpersonal
Sebenarnya psikologi transpersonal belum tentu berkaitan langsung dengan praktek fisioterapi. Hanya saja, kita bisa memandang bahwa kebutuhan spiritualitas seseorang tetap akan berpengaruh terhadap semangat dan motivasi individu untuk menjalani proses rehabilitasi medik.
Dalam prakteknya, seorang fisioterapis mungkin bisa melakukan pendekatan psikologi transpersonal supaya menumbuhkan semangat dalam diri seseorang untuk berjuang dan tidak menyerah dengan keadaan. Aliran ini sudah ada sejak lama dan memang bisa dilihat bahwa semangat spiritualitas yang tinggi oleh seseorang bisa mendukung terjadinya proses yang baik.
Nilai-nilai spiritualitas yang tinggi ini bisa dibentuk dan dikembangkan secara lebih maksimal lagi. Seseorang mungkin akan timbul motivasi yang lebih tinggi setelah mendapatkan pemaparan tentang bagaimana kualitas hidup yang seharusnya ia bentuk.
- Psikologi Lintas Budaya
Psikologi lintas budaya merupakan teori psikologi sosial dalam praktek fisioterapi yang juga seringkali diterapkan. Dalam praktek fisioterapi, memperhatikan latar belakang budaya seseorang sangatlah penting. Seseorang mungkin memiliki kepercayaan-kepercayaan tertentu yang merupakan bagian dari latar belakang budayanya.
Jika fisioterapis tidak peka akan hal ini, mungkin ia akan memaksakan melakukan program yang sebenarnya tidak disetujui oleh klien. Artinya, memahami perbedaan budaya merupakan pendekatan yang baik untuk menciptakan suasana saling menolong antara fisioterapis dengan klien.
- Psikologi Positif
Terakhir adalah teori tentang psikologi positif. Psikologi positif mungkin merupakan kebalikan dari berbagai macam teori yang umumnya melihat aspek negatif tertentu. Dengan adanya psikologi positif, praktek fisioterapi bisa berjalan dengan lebih mudah dan baik. Kita bisa memperhatikan bagaimana seseorang menjalankan tugasnya dengan perasaan yang lebih semangat karena adanya dukungan-dukungan dalam psikologi positif ini. Dalam psikologi positif, kita akan lebih banyak mempelajar bagaimana cara untuk mengembangkan nilai positif dalam diri seseorang.
Beberapa macam teori psikologi di atas mungkin tidak berhubungan langsung dengan praktek fisioterapi. Namun setidaknya ada gambaran yang khas dimana ternyata praktek fisioterapi juga membutuhkan teori-teori psikologi di dalamnya (baca juga: teori psikologi perkembangan). Pendekatan psikologi tersebut akan menunjang kelancaran kegiatan dalam fisioterapi. Adanya teori psikologi dalam praktek fisioterapi bisa mengembangkan layanan yang lebih optimal dan maksimal.