Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Sosial » Stimulus Kontrol dalam Modifikasi Perilaku

Stimulus Kontrol dalam Modifikasi Perilaku

by Hana Masita

Stimulus kontrol mungkin merupakan istilah yang cukup asing bagi orang-orang yang tidak mempelajari psikologi. Namun, dalam dunia psikologi istilah ini pasti cukup familiar.

Dalam psikologi behavioral, stimulus kontrol adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika seorang individu berperilaku tertentu karena adanya stimulus yang diberikan dan berperilaku berbeda ketika stimulus tersebut tidak ada. Stimulus apapun yang mampu memodifikasi perilaku disebut discriminative stimulus.

Stimulus kontrol dalam perilaku terjadi ketika munculnya perilaku tertentu dikendalikan oleh keberadaan atau ketidakadaan discriminative stimulus ini.

Baca juga:

Keberadaan stimulus kontrol dibutuhkan untuk bisa memicu respon yang diharapkan ketika stimulus yang telah terkontrol diberikan. Misalnya, stimulus berupa lampu merah yang mengharapkan adanya respon berupa menghentikan kendaraan. Keberadaan lampu merah merupakan stimulus yang sengaja dibuat oleh pengendali lalu lintas untuk membuat lalu lintas menjadi teratur. Berikut ini akan dibahas 10 stimulus kontrol dalam modifikasi perilaku yang dapat diketahui:

  1. Pelatihan diskriminasi stimulus

Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari stimulus kontrol operan. Dalam hal ini, kontrol stimulus dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan stimulus tertentu saja. Perilaku ini akan terus muncul di masa depan hanya jika stimulus kontrol yang diberikan telah ada terlebih dahulu.

Baca juga:

Dalam pelatihan diskriminasi stimulus ini terdapat dua langkah yang terlibat. Langkah yang pertama adalah keberadaan stimulus diskriminasi (SD) yang membuat perilaku menjadi lebih kuat. Langkah kedua adalah ketika ada stimulus lain yang muncul namun SD tidak ada, perilaku menjadi tidak diperkuat. Selama pelatihan diskrimasi, setiap kemunculan stimulus tanpa ada perilaku yang diperkuat disebut S-delta.

  1. S Delta

S Delta adalah stimulus yang muncul ketika perilaku tidak mengalami penguatan. Dalam pelatihan diskriminasi, perilaku diperkuat ketika perilaku tersebut muncul dengan adanya stimulus diskriminasi, namun tidak muncul ketika ada S Delta ini. (Baca juga: Prinsip Dasar Dalam Modifikasi Perilaku)

  1. Stimulus Class

Stimulus class adalah kumpulan dari stimulus yang memiliki efek fungsional yang sama dalam sebuah perilaku tertentu. sebagai contoh adalah kumpulan beberapa stimulus yang bisa berfungsi sebagai sebuah stimulus diskriminasi untuk perilaku tertentu. (Baca juga: Hubungan Perilaku Dengan Kebiasaan)

  1. Antecedent Stimulus

Antecedent stimulus adalah stimulus yang ada di organisme untuk menunjukkan perilaku yang telah diperlajari. Ketika sebuah organisme atau individu merasakan antecedent stimulus, dia akan memberi respon yang akan memaksimalkan konsekuensi yang memperkuatnya dan meminimalisir konsekuensi berupa hukuman.

  1. Stimulus diskriminasi pelatihan dan hukuman

Stimulus diskriminasi juga bisa terjadi dengan pemberian hukuman. Ketika sebuah perilaku diberi hukuman di depan individua tau organisme yang diberi stimulus, maka perilaku tersebut akan menurun, bahkan berhenti di masa depan, meskipun stimulus yang sama dia dapatkan kembali.

Namun, hal ini tidak berarti perilaku tersebut hilang sepenuhnya. Bisa saja perilaku yang diberi hukuman kembali muncul di masa depan ketika terdapat stimulus lain yang dirasakan. Sebagai contoh, Anda mungkin tetap akan mengulangi memakan makanan terlalu panas, meski sebelumnya Anda telah melakukan kesalahan hingga membakar lidah Anda dengan sup mendidih. (Baca juga: Teknik Dalam Modifikasi Perilaku)

  1. Kontingensi tiga jangka

Menurut seorang tokoh psikologi bernama Skinner (1969), pelatihan diskriminasi melibatkan kontingensi tiga jangka, yaitu konsekuensi yang memperkuat memiliki ketergantungan terhadap terjadinya perilaku hanya di depan stimulus yang spesifik.

Dalam kontingensi tiga jangka, ada keterlibatan hubungan antara stimulus, perilaku dan konsekuensi yang terjadi akibat perilaku. Para analis perilaku sering menyebut hal ini sebagai kontingensi ABC (Antecedent, Behavior, Consequences) dari perilaku. (Baca juga: Pendekatan Behavioral dalam Psikologi Klinis)

  1. Stimulus kontrol penelitian

Stimulus kontrol dalam modifikasi perilaku berikutnya adalah stimulus kontrol penelitian. Artinya telah ada prinsip kontrol stimulus yang dibentuk dan dilakukan eksplorasi pengaplikasiannya untuk bisa mengubah perilaku atau kebiasaan seseorang.

Sebagai contoh adalah Azrin dan Powell (1968) yang melakukan penelitian untuk mengubah perilaku atau kebiasaan perokok berat. Perokok berat ini dibuat untuk mengurangi konsumsi rokok mereka per hari. Caranya adalah dengan mengunci jangka waktu kapan perokok bisa mendapatkan sebatang rokok.

Kontrol stimulus yang diberikan adalah ketika terdapat sinyal tertentu (SD), di saat itulah perokok dapat mengambil sebatang rokok. Maka, ketika sinyal SD tidak ada, perokok tidak mendapat penguat untuk mendapatkan rokok. (Baca juga: Jenis-jenis Metode Penelitian dalam Psikologi Perkembangan)

  1. Stimulus kontrol dan aturan

Seperti yang sempat dibahas sebelumnya, stimulus kontrol bisa terjadi saat perilaku tertentu diperkuat dengan keberadaan SD dan perilaku pada akhirnya akan muncul ketika ada SD tersebut.

Umumnya, penguatan perilaku bisa terjadi setelah diberi SD beberapa kali sebelum akhirnya kontrol stimulus mengalami pengembangan. Namun, sebenarnya penguatan perilaku dapat dipercepat dengan pemberian aturan tertentu.

Baca juga:

Aturan adalah sebuah pernyataan lisan yang mendefinisikan kontingensi, yaitu menyebutkan keadaan peserta ketika perilaku akan diperkuat. Misalnya adalah yang dilakukan oleh Tiger dan Hanley (2004) ketika melakukan penelitian tentang pengaruh aturan terhadap perilaku anak prasekolah dalam ‘meminta perhatian’.

Dalam hal ini, anak-anak prasekolah diberi aturan hanya akan mendapat perhatian guru ketika mereka memakai lei berwarna di lehernya. Maka, lei adalah SD dan mendapatkan perhatian merupakan penguat perilaku. (Baca juga: Penerapan Disiplin pada Anak Usia Dini)

  1. Stimulus generalisasi

Setelah adanya stimulus diskriminasi, stimulus yang sama ditemukan untuk membangkitkan respons yang terkontrol. Stimulus ini disebut dengan stimulus generalisasi. Ketika stimulus menjadi semakin tidak mirip dengan stimulus diskriminasi, kekuatan respon semakin menurun. Pengukuran terhadap respon ini disebut sebagai gradien generalisasi.

Sebuah percobaan yang dilakukan oleh Hanson (1959) menyediakan contoh awal yang berpengaruh di antara banyaknya eksperimen yang mengeksplorasi fenomena generalisasi. Misalnya, pada kasus-kasus tertentu, terdapat kondisi antecedent, dimana perilaku diperkuat atau terhenti akibat extinction atau punishment adalah spesifik, namun pada kasus lainnya kondisi antecedent ini meluas dan mejadi bervariasi. (Baca juga: Contoh Generalisasi Dalam Modifikasi Perilaku)

  1. Matching to sample

Dalam tugas matching to sample yang khas, sebuah stimulus disajikan di satu lokasi (sebai contoh) dan subjek memilih stimulus di lokasi lain yang cocok dengan contoh yang diberikan, misalnya memilih objek berdasarkan warna yang sama atau bentuk yang sama.

Namun, dalam prosedur pencocokan yang berbeda, subjek akan diminta untuk memilih objek yang tidak sama dengan contoh. Hal ini disebut sebagai diskriminasi kondisional karena stimulus yang diberi respon tergantung pada sample atau contoh yang diberikan.

Demikian pembahasan mengenali 10 stimulus kontrol dalam modifikasi perilaku. Dengan memahaminya, kita akan lebih mudah untuk mencoba teknik-teknik modifikasi perilaku yang ada. Semoga artikel ini bermanfaat, ya!

You may also like