Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Keluarga » 12 Hubungan Pernikahan Dini dengan Pola Asuh Anak

12 Hubungan Pernikahan Dini dengan Pola Asuh Anak

by Arby Suharyanto

Pengertian Pernikahan Usia Muda atau pernikahan dini ialah Pernikahan yang dilakukan oleh remaja di bawah umur antara 13 sd 18 tahun yang masih belum cukup matang baik secara fisik maupun psikologis, karena berbagai faktor antara lain faktor ekonomi, sosial, budaya, penafsiran agama yang salah, pendidikan, dan akibat pergaulan bebas.

Pola asuh adalah kumpulan dari sikap, praktek dan ekspresi nonverbal orang tua yang bercirikan kealamian dari interaksi orang tua kepada anak sepanjang situasi yang  berkembang.

Pola asuh dilakukan oleh orang tua dan memiliki dampak yang besar pada anak, baik untuk anak dalam keseharian maupun di masa dewasanya, bagaimana mental dan kebiasaan orang tua akan mempengaruhi anak, hal ini juga berhubungan dengan pernikahan dini dimana pernikahan dini biasanya melibatkan kedua pasangan yang belum siap secara mental, berikut 12 Hubungan Pernikahan Dini dengan Pola Asuh Anak.

1. Tidak Peduli Kebutuhan Dasar Anak

Orang tua yang melakukan pernikahan dini fokus mencarikan sekolah yang mahal, mainan yang banyak dan selalu baru, memfasilitasinya bermacam macam les, serta membelikan mereka baju baju yang mahal. Akan tetapi, waktu untuk bertemu buah hati hanya 2 kali dalam sebulan. Apakah anak membutuhkan hal hal tersebut? Bukankah kehadiran Orang tualah yang menjadi kebutuhan dasar anak? (Baca juga mengenai : hubungan pola asuh orang tua dengan kemandirian anak )

Dampaknya, anak anak akan merasa dirinya tidak cukup berharga bagi orang tua yang melakukan pernikahan dininya. Anak akan berpikir bahwa orang tua yang melakukan pernikahan dininya punya hal yang lebih penting dibandingkan dengan menghabiskan waktu bersamanya. Meski anak selalu mendengar kata kata, “Papa Mama kerja demi kebaikanmu, Nak,” sejatinya anak tidak pernah benar benar mengerti makna kalimat tersebut. (Baca juga mengenai : pengaruh keluarga terhadap perilaku moral anak )

2. Tidak Memahami Sumber Energi Anak

Orang tua harus sadar bahwa Orang tualah sumber energi bagi anak. Ia tetap membutuhkan dukungan Orang tua di sisinya untuk menemaninya bercerita, bermain. Saat anak merindukan Orang tua sementara Orang tua sangat sulit ditemui, anak akan mencari perhatian dengan melakukan hal hal buruk. (Baca juga mengenai : pengaruh gaya pengasuhan orang tua terhadap karakter anak )

Idelanya, berikan waktu yang cukup untuk anak. Berikanlah diri Orang tua sebagai suatu kebutuhan dasar bagi anak. Beri waktu dan perhatian penuh dan dengarkanlah kisah kisahnya yang lucu, lugu, dan sangat ajaib. (Baca juga mengenai : konsep dasar emosional anak )

3. Memperlakukan Anak seperti Orang Dewasa

Jika orang tua yang melakukan pernikahan dini memaksakan anak untuk berlaku dewasa, hal ini tidak akan pernah berhasil. Misalnya, makan harus duduk dan rapi, pakai baju harus serasi, cepat mengambil keputusan saat diberi pilihan, tidak boleh salah, dan lain lain. Orang tua menjadikan diri Orang tua sebagai satndart untuk anak. Padahal, belum masanya ia bertindak seperti orang dewasa. (Baca juga mengenai : gejala epilepsi pada anak )

Dampaknya, anak akan kelelahan karena otak kecilnya terus dipaksa bekerja layaknya otak orang dewasa. Fisiknya yang kecil harus mengikuti ritme orang dewasa. Perlakuan seperti ini sama saja membangun sifat rendah diri pada anak karena sering menempatkannya pada posisi yang man aia tidak mampu melakukannya.

4. Tidak Mengerti Tahap Perkembangan Anak

Idelanya, tuntut anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Terlalu menuntut lebih justru tidak bagus untuk perkembangan psikologisnya. Orang tua yang melakukan pernikahan dini harus lebih memahami perkembangan anak dan mengikuti irama serta jalan pikirannya. Orang tua harus paham bahwa logika anak belum sempurna. Otaknya masih tumbuh, begitupun fisiknya.

5. Dilayani Terus Menerus

“Kan usianya masih 3 tahun, kasihan kalo harus beres beres semua mainannya. Saya gak tega aja rasanya.” Anak terus diperlakukan seperti bayi. Semua hal dilakukan oleh orang tua yang melakukan pernikahan dini. Apa pun kebutuhannya dilayani terus terusan.

Dampaknya, anak tidak mampu mengembangkan dirinya. Dia juga tidak pernah bagaimana susahnya mendapatkan sesuatu karena apa apa yang diinginkan selalu dilayani. Kelak, ketika anak sudah mulai dewasa, ia akan tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak bisa mandiri. Lalu, kaitannya dengan perkembangan sosial, anak akan kesusahan menjalin kerja sama dengan orang lain sebab sikapnya yang sangat bossy.

Idealnya, berikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu yang sudah bisa ia lakukan, misalnya membereskan mainan, merapikan tempat tidur, atau membantu pekerjaan rumah. Bila perlu, mudahkan segala sesuatunya supaya ia merasa bisa melakukan segala sesuatu sendiri. Hal ini justru bisa meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak.

6. Selalu berkata “ya”

Ketika kata kata “ya” selalu muncul untuk semua permintaan anak, sebenarnya Orang tua tidak benar benar sayang pada anak. Orang tua hanya peduli dengan diri Orang tua. Selalu berkata “ya” berarti Orang tua tidak perlu repot repot berdebat dengan anak. Orang tua pun tidak mau berpikir mengapa Orang tua harus mengatakan “tidak” pada permintaan anak.

Dampaknya, anak akan menjadi tipe anak penuntut. Sikap Orang tua yang tidak peduli akan menular pada anak. Ia akan tumbuh menjadi seseorang yang tidak peduli apa pun. Misalnya, ia memaksakan sesuatu dan tidak peduli dengan kondisi ekonomi keluarga.

7. Tidak Mampu Menstimulasi Anak

Idealnya, pikirkan terlebih dahulu sebelum mengucapkan “ya” atau “tidak”. Anak harus tahu alasan mengapa ia harus mendapatkan jawaban tersebut. Dua kata tersebut juga sangat penting untuk menstimulasi anak agar mau bereksplorasi.

8. Bicara dengan Bahasa Alay

Orang tua yang melakukan pernikahan dini tidak mencontohkan standart bahasa yang jelas. Misalnya, maacih untuk terima kasih, inces untuk princess, utu untuk lucu, dan lain sebagainya. Bukannya lucu atau imut, kata kata ini justru membingungkan anak.

Dampaknya, anak anak tidak bisa belajar dengan benar mengenai kata kata tersebut. Bisa jadi, anak malah akan terus terusan memakai kata kata kacau tersebut karena menganggap bahwa seperti itulah pelafalan yang benar.

Idealnya, orang tua yang melakukan pernikahan dini harus mengajarkan cara melafalkan kata kata yang benar. Tak perlu seolah olah menjadi anak dengan melafalkan kata kata yang kacau. Anak tetap butuh role model untuk dikenal dan ditiru.

9. Tidak Mengajarkan Disiplin

Meletakkan topi di meja, dasi di kolong tempat tidur, sepatu di kursi tamu, dan lain sebagainya adalah bentuk perilaku anak yang tidak disiplin. Kondisi rumah jadi berantakan dan tanpa aturan. Meski begitu, orang tua yang melakukan pernikahan dini dengan sabar membereskan semua kekacauan anak tanpa memberi tahu bahwa perilakunya salah.

Dampaknya, anak anak tidak pernah belajar bagaimana tanggung jawab. Ia akan menjadi anak yang ceroboh dan masa bodoh dengan lingkungannya. Ketika berada di lingkungan sosial, orang orang mungkin akan memilih menghindar daripada harus bertemu dengan anak Orang tua.

10. Tidak Mengajarkan Tanggung Jawab

Idelanya, ajarkanlah tanggung jawab dan disiplin sedini mungkin. Buatlah daftar apa saja yang mesti dipatuhi oleh penghuni rumah. Khusus untuk anak, ingatkan jika ia meletakkan barang tidak pada tempatnya. Ajarkan ia menata kembali mainan yang sudah selesai dimainkan, dan hal hal kecil lainnya.

11. Tidak Menuntut untuk Menghormati Orang tua

Demi menjaga hubungan orang tua yang melakukan pernikahan dini dan anak, orang tua yang melakukan pernikahan dini biasanya lebih memilih menjadi teman yang menyenangkan. Orang tua berperilaku seolah olah Orang tua adalah teman sebayanya dengan membiarkan anak memanggil Orang tua dengan nama saja atau membiarkan anak mengucapkan “ah”. Orang tua tidak memberi batasan yang jelas antara hubungan orang tua yang melakukan pernikahan dini dengan anak.

Dampaknya, anak tidak punya kesempatan untuk belajar menghormati orang tua yang melakukan pernikahan dininya. Ia tetap memperlakukan Orang tua seperti teman main. Ketika berada di masyarakat, anak seperti ini cenderung tidak menghormati orang yang lebih tua. Label “anak tak sopan” bisa saja melekat pada diri anak Orang tua.

Idealnya, meski tujuannya menjaga kedekatan dengan anak, Orang tua tetap harus memberlakukan konsep menghormati orang tua yang melakukan pernikahan dini. Misalnya, mengucapkan salam ketika bertemu orang lain, membungkuk ketika berjalan di depan orang tua yang melakukan pernikahan dini, dan mengajarkan tata krama pada anak.

12.  Tidak Mengijinkan Anak Memilih

Tidak sedikit orang tua yang melakukan pernikahan dini yang selalu memaksakan keinginannya kepada si anak. Misalnya, menuntut anak untuk porang tuai bermain musik, padahal anak lebih suka olahraga atau memaksa anak di sekolah A padahal anak lebih nyaman di sekolah B.

Orang tua terus terusan meneror anak untuk melakukan seperti yang Orang tua mau. Bahkan, untuk sekedar pakaian yang akan dipakainya. Dampaknya, anak akan kehilangan rasa percaya diri karena pendapatnya tidak dihargai. Anak tidak mengerti mengapa pilihannya selalu salah di mata orang tua yang melakukan pernikahan dininya.

You may also like