Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Anak » 10 Aplikasi Psikologi Hukum dalam Putusan Hak Asuh Anak

10 Aplikasi Psikologi Hukum dalam Putusan Hak Asuh Anak

by Barzam

Sebenarnya ketika kita membahas mengenai aplikasi psikologi hukum dalam putusan hak asuh anak tentu ini akan menjadi sebuah tantangan tersendiri. Bagaimana tidak? Penerapan dari psikolegal itu sendiri memang tidak begitu banyak dibahas. Psikologi hukum memang menjadi salah satu cabang dari ilmu psikologi yang akan banyak berfokus mengenai bagaimana pemberian keputusan hukum yang tepat dengan seadil-adilnya dan melihat aspek-aspek psikologi yang ada. Melihat aspek psikologi ini menjadi sebuah hal yang penting sebab nantinya putusan hukum tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan setelah suatu keputusan diberikan.

Baca juga:

Salah satu penerapannya yaitu pada putusan hak asuh anak. Di Indonesia sendiri, putusan hak asuh anak ini terdapat pengaturan pada pas 105 kompilasi hukum Islam. Di situ dijelaskan bahwa bila anak belum berusia 12 tahun (mumayyis), maka hak asuh anak akan diserahkan kepada ibunya. Sementara bila anak sudah berusia lebih dari 12 tahun, hak asuh akan diputuskan oleh anak apakah ia akan mengikuti ibunya atau ayahnya. Ditinjau dari segi psikologi sendiri, setidaknya ada beberapa macam hal yang mempengaruhi putusan hak asuh anak ini. Berikut adalah uraiannya:

  1. Keinginan Orang Tua Anak

Mulanya, psikologi memandang bahwa hak asuh bisa dilihat dari bagaimana keinginan orang tua anak. Mereka harus menyepakati siapa yang berhak untuk mengasuh anak mereka dengan tujuan, keputusan tersebut akan memberikan kontribusi terbaik pada perkembangan anaknya kelak. Keinginan orang tua ini namun sering menjadi perdebatan antar keduanya dan perebutan hak asuh anak pun lagi-lagi terjadi. Oleh karenanya, faktor keinginan orang tua semata tidak bisa dijadikan dasar sebagai keputusan yang adil dalam hukum pemberian hak asuh anak.

  1. Keinginan Anak

Ketika anak sudah beranjak dewasa, ia mungkin bisa mengungkapkan dengan siapa ia akan tinggal. Namun ketika anak berada pada masa kanak-kanak, hal ini tentu saja akan menjadi sulit. Psikologi hukum memperhatikan hal ini sehingga kemudian dibuat sebuah faktor lain mengenai bagaimana keinginan anak itu sendiri apakah ia ingin tinggal bersama dengan ayah atau ibunya. Dalam hal ini, keputusan tersebut akan berguna untuk menunjang kenyamanan hidupnya kelak.

  1. Penyesuaian Anak di Lingkungan

Psikologi hukum juga akan melihat bagaimana penyesuaian anak di lingkungan. Lingkungan ini tentu saja termasuk lingkungan di dalam rumah, kawasan sekitar rumah dan juga sekolah. Psikologi hukum akan melihat bagaimana tingkat penyesuaian yang paling baik yang bisa didapatkan anak apakah ketika ia akan tinggal bersama ayahnya atau ibunya. (Baca juga: Penerapan psikologi sosial dalam hukum)

  1. Kesehatan Fisik dan Mental Orang-orang di Sekitar Anak

Kesehatan fisik dan mental orang-orang di sekitar anak juga turut berkontribusi dalam memberikan pengaruh putusan hak asuh anak ini. Akan ada pengkajian lebih mendalam apakah kesehatan masing-masing yang dibawa oleh ayah atau ibu benar-benar bisa kondusif atau tidak. Ini tentunya untuk menunjang keadilan yang terbaik bagi kehidupan anak tersebut selanjutnya. Aplikasi psikologi dalam sistem hukum ini tentu akan sangat berguna.

  1. Hubungan Orang Lain dengan Anak

Hubungan orang lain seperti misalnya saudara, orang tua dan orang-orang lain juga akan dilihat apakah bisa memberikan kehidupan yang baik pada si anak atau tidak. Ini juga merupakan hal yang cukup penting untuk diperhatikan sehingga seorang anak bisa nyaman dengan kehidupannya dan terhindar dari berbagai macam permasalahan nantinya

  1. Hak Asuh Tunggal (Sole Custody)

Karena ada banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hak asuh anak, maka psikologi hukum berkontribusi dengan memberikan sebuah konsep hak asuh tunggal. Hak asuh tunggal ini berarti bahwa si anak akan ikut dengan ayah atau ibunya. Ini tentu saja juga akan dilihat dari berbagai macam faktor yang sudah disebutkan sebelumnya.

  1. Hak Asuh Bersama (Join Custody)

Selain hak asuh tunggal, aplikasi psikologi hukum dalam putusan hak asuh anak selanjutnya yaitu mengenai hak asuh bersama. Psikologi juga memandang bahwa hak asuh bersama rupanya bisa diterapkan sebagai bagian dari hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari ayah maupun ibunya. Artinya, walaupun hak asuh mungkin jatuh pada si ibu, namun ayah bisa tetap memiliki peranan untuk membantu kebutuhan finansial anak.

  1. Hak Asuh Terbelah (Split Custody)

Hak asuh terbelah atau split custody juga merupakan konsep yang lahir dari psikologi hukum untuk menengai antara sole custody dan join custody. Anak bisa tinggal beberapa waktu dengan ibu, kemudian beberapa waktu pula dengan ayahnya. (Baca juga: Cara menyelesaikan masalah menurut psikologi)

  1. Legal Custody

Legal custody merupakan bentuk putusan hak asuh anak kepada ayah atau ibu, dengan memberikan kewenangan untuk memutuskan kebutuhan anak. Misalnya, walaupun sang anak ikut dengan ibu, namun jika legal custody diberikan kepada ayah, maka ayahlah yang berhak memutuskan dimana anak boleh bersekolah.

  1. Physical Custody

Physical custody mengacu pada seberapa lama anak bisa menghabiskan waktunya dengan ayah dan ibunya. Ini merupakan bentuk putusan yang berusaha untuk menciptakan keadilan antara ayah atau ibu tentang hak asuh anaknya.

Pada prinsipnya, psikologi hukum memberikan sumbangsih yang besar pada putusan hak asuh anak dengan mengutamakan kepentingan terbaik si anak. Keputusan berusaha diambil dengan seadil-adilnya. Tentu saja aplikasi psikologi hukum dalam putusan hak asuh anak menjadi penting dan patut untuk diterapkan.

You may also like