Dalam ilmu psikologi, terdapat berbagai jenis gangguan yang dapat terjadi pada individu, termasuk gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan sendiri memiliki berbagai jenis, dan salah satunya adalah obsessive-compulsive disorder (OCD) atau gangguan obsesi-kompulsif. Secara umum, gangguan ini menyebabkan seseorang menunjukkan perilaku yang berulang.
Berdasarkan APA (2002), diperkirakan terdapat 2-3 persen dari populasi manusia yang mengalami OCD (Puspitosari, 2009). Gangguan ini tidak memandang jenis kelamin dan gejalanya pada 80 persen kasus muncul sebelum individu berusia 18 tahun (Ramasamy, Westa & Ratep).
Oleh karena itu, gangguan ini patut menjadi perhatian karena belum terdapat faktor utama yang secara konkrit menjadi penyebab, sementara dampak dari gangguannya sangat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari penderitanya.
Pengertian Obsessive Compulsive Disorder
Berdasarkan DSM-IV-TR dan APA (2000), obsessive-compulsive disorder (OCD) merupakan gangguan kecemasan yang mengakibatkan pikiran atau perilaku berulang sehingga menghabiskan banyak waktu dan/atau menyebabkan adanya kecacatan fungsional atau distress (Clark, dkk., 2010).
Apabila dibedah satu persatu, obsesi dapat diartikan sebagai dorongan atau pikiran yang tidak terkendali dan terjadi terus menerus. Kemudian kompulsi adalah tindakan yang dilakukan atas adanya dorongan tadi. Sementara disorder adalah gangguan (Rahmawati, Wibowo, & Legiani, 2019).
Dengan demikian, dapat disimpulkan juga bahwa OCD atau gangguan obsesi-kompulsif dipahami sebagai perilaku repetitif individu yang dipikirkan sebagai suatu keharusan karena adanya rasa cemas berlebih sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari.
Gejala Obsessive Compulsive Disorder
- Berperilaku tidak wajar
- Takut bertemu orang lain atau terhadap sesuatu
- Suka mengurutkan sesuatu
- Membatasi diri secara berlebihan
- Menghitung secara berulang
- Memastikan suatu kondisi sudah tepat secara berulang
- Menempatkan benda secara spesifik dan teratur
- Tidak dapat mengontrol diri.
Penyebab Obsessive Compulsive Disorder
Fadhila (2015) mengungkapkan beberapa penyebab dari gangguan obsesi-kompulsif, di antaranya:
- Faktor genetik pada individu yang memiliki anggota keluarga lain dengan riwayat gangguan ini dapat menjadi pemicu munculnya OCD.
- Gangguan organik atau permasalahan neurologi pada saraf tertentu pada otak , seperti meningitis dan ensefalitis yang dapat menyebabkan OCD.
- Gangguan kepribadian neurotik atau kepribadian obsesif yang sejak lama dimiliki individu. Misalnya, kebutuhan untuk selalu teratur, sangat mengutamakan aspek kebersihan, harus bekerja sesuai dengan aturan dan cenderung tidak bisa bekerja sama.
- Infeksi penyakit yang berdampak pada basal ganglia sehingga berkembang menjadi penyakit autoimun dan berakibat pada munculnya obsesi-kompulsi.
- Peristiwa masa lalu yang dialami sehingga mempengaruhi cara individu bertindak sampai berlebihan dan menunjukkan OCD.
- Gangguan depresi atau gangguan kecemasan lainnya yang sudah dirasakan oleh individu pada masa sebelumnya.
- Konflik dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan orang lain, seperti masalah di tempat kerja, masalah dengan pasangan, atau konflik lainnya.
Diagnosis Obsessive Compulsive Disorder
Berdasarkan National Center for Biotechnology Information, diagnosis pada individu terkait OCD terdapat dalam panduan The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fifth edition (DSM-V). Dalam panduan tersebut, OCD ditandai dengan adanya sikap yang menunjukkan obsesi, kompulsi, atau keduanya.
Obsesi dapat ditunjukkan dalam poin (1) dan (2), yakni
- Pikiran, dorongan, atau keinginan yang terus menerus dialami dalam kurun waktu tertentu dan dirasakan sebagai suatu gangguan yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan kecemasan atau distress yang nyata.
- Individu berusaha menghindari atau menekan pikiran, dorongan, atau keinginan tersebut untuk bertindak obsesif dengan melakukan atau memikirkan hal lain.
Compulsi ditunjukkan dalam poin (1) dan (2), yakni:
- Tingkah laku berulang (contoh: mencuci tangan, mengecek daftar) atau tindakan mental (contoh: berdoa, berhitung, mengulang kata-kata dengan perlahan) yang muncul karena adanya obsesi atau berdasarkan aturan pribadi yang harus diikuti secara kaku.
- Tingkah laku atau tindakan mental tersebut bertujuan untuk mencegah atau mengurangi distress, atau bisa juga untuk mencegah peristiwa atau kondisi yang menakutkan. Akan tetapi, tindakan mental tersebut tidak realistis sehingga dilakukan secara berlebihan dan tidak terkendali.
Selain itu, obsesi atau kompulsi memakan waktu yang cukup lama, misalnya lebih dari satu jam per hari. Gangguan tersebut juga bisa menyebabkan masalah secara klinis, hendaya secara sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Patut diketahui juga gangguan tersebut bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat suatu zat, seperti penggunaan obat-obatan terlarang atau penyalahgunaan obat, dan juga bukan karena kondisi medis umum.
Dengan wawasan yang baik, individu yang merasakan gejala tidak akan langsung mendiagnosis dirinya mengalami OCD, dengan wawasan yang buruk, individu yang mengetahui beberapa gejala yang mirip merasa mungkin benar dirinya mengalami OCD, sedangkan individu yang tidak memiliki wawasan mengenai OCD akan langsung merasa yakin dirinya mengalami OCD.
Cara Mencegah Obsessive Compulsive Disorder
- Menjaga kesehatan fisik dengan makan makanan yang bernutrisi, tidur dan istirahat yang cukup, rajin berolahraga, serta menghindari penggunaan rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang. Apabila merasa kurang sehat, segera pergi ke pusat kesehatan atau mendapatkan obat.
- Menghindari hal yang dapat memicu masalah mental dengan hidup penuh welas asih, ikhlas, serta sabar. Di sisi lain, jauhkan diri dari hal-hal yang membuat stres berlebih dan ketahui cara untuk manajemen stres yang tepat.
- Hidup di lingkungan yang positif, bukan destruktif. Contohnya, rutin berkomunikasi atau melakukan kegiatan dengan keluarga, berteman dengan siapa saja asal tetap menjaga kegiatan atau interaksi tetap positif, kalau bisa justru mengarahkan pada pengembangan diri yang lebih baik.
Cara Mengobati Obsessive Compulsive Disorder
- Pemahaman mengenai faktor yang bisa menstimulus munculnya gejala sehingga dapat mencegah gejala terjadi dan mengganggu kehidupan.
- Pemberian obat-obatan oleh dokter maupun psikiater, seperti clomipramine, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, dan sertraline sesuai dengan kondisi serta kebutuhan obat.
- Psikoterapi, seperti cognitive behavioral therapy (CBT) agar dapat secara bertahap mengendalikan perilaku jika berada dalam situasi yang memicu obsesif kompulsif atau exposure and response prevention (ERP) ketika pemberian obat kurang efektif untuk mengatasi gejala OCD.
- Menulis jurnal setiap hari yang dapat membantu untuk mengenali diri sendiri dengan baik dan mengurangi pikiran cemas.
- Melakukan relaksasi, meditasi, atau yoga yang dapat melatih pikiran agar lebih fokus agar mampu meredam gejala OCD ketika sedang muncul.
- Berolahraga secara rutin untuk mengalihkan keinginan untuk melakukan sesuatu yang kompulsif.
- Tunda kegiatan yang biasanya harus dilakukan. Misalnya, jangan cuci tangan sampai 10 menit, lalu tambah lagi waktu menundanya hingga 15 menit, dan seterusnya.
Demikianlah pengertian, gejala, penyebab, diagnosis, cara mencegah, serta cara mengobati obsessive-compulsive disorder (OCD) atau gangguan obsesi-kompulsif. Gangguan ini menimbulkan perilaku yang berulang karena adanya pikiran atau dorongan yang terjadi secara terus-menerus.
Kesimpulan Pembahasan
Dapat disimpulkan bahwa OCD merupakan salah satu gangguan kecemasan dengan gejala paling umumnya adalah pengulangan tingkah laku, seperti terus mencuci tangan atau mengecek kompor yang disebabkan oleh gabungan dari faktor genetik, faktor fisiologis, serta faktor psikologis.
Untuk mendiagnosis gangguan ini, diperlukan peran psikolog atau psikiater agar dapat dibuktikan secara pasti. Selain itu, penting untuk berkonsultasi pada tenaga kesehatan mental dalam upaya penanganannya sehingga intervensi yang diberikan tidak keliru dan dapat secara tepat mengatasi OCD yang dimiliki individu.