Home » Ilmu Psikologi » 8 Tokoh Psikologi Muslim yang Wajib diketahui

8 Tokoh Psikologi Muslim yang Wajib diketahui

by Gendis Hanum Gumintang

Sering kali, psikologi lebih dilihat dari sudut pandang Barat, seperti Psikologi Behavioristik, Psikoanalisis, Psikologi Kognitif, Psikologi Gestalt, dan lain-lain. Padahal, di Timur khususnya Islam mempunyai banyak sekali perspektif yang tidak bisa didapatkan dari psikologi modern. Terlebih, banyak tokoh yang tidak diketahui bahwa sebenarnya merekalah pencetus awal dari suatu konsep, tetapi kemudian diperkenalkan oleh tokoh-tokoh dari Barat.

Berikut merupakan 8 tokoh psikologi muslim yang memiliki berbagai pemikiran terkait ilmu psikologi, di antaranya:

1. al-Tabari

Abu al-Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Tabari merupakan seorang hakim, dokter, ulama, serta psikolog dengan fokus isu terhadap penyakit kejiwaan. Beliau dilahirkan dari keluarga ilmuwan pada tahun 838 M dan ayahnya lah yang mengenalkan ilmu pengobatan serta kaligrafi. Selain itu, beliau juga menguasai bahasa Suriah dan Yunani.

Dalam hal psikologi, beliau mencetuskan terapi untuk gangguan psikologis yang disebabkan keyakinan atau imajinasi yang keliru. Hal tersebut terdapat dalam kitab Firdous al-Hikmah di mana ia menuliskan pengembangan psikoterapi dengan bantuan konseling pada pasien dan menekankan pentingnya peran ilmu ilmu kedokteran dalam hal ini.

Tidak hanya itu, al-Tabari juga merisalahkan pentingkan pendekatan konseling untuk pasien sehingga pasien tersebut dapat mengungkapkan perasaannya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dari dokter selain pengobatan, yakni dengan melakukan komunikasi yang membuat dokter lebih memahami kondisi pasien dan pengobatan menjadi semakin efektif.

2. Abu Zaid al-Balkhi

Ahmed Ibn Sahl Al-Baihaki merupakan seorang dokter yang lahir di Shamisitiyan, Balkh, Persia (sekarang Afghanistan) pada tahun 850 M dengan pemahaman di bidang matematika, kedokteran, geografi, astrologi, filsafat, dan juga psikologi. Terdapat lebih dari 60 buku dan manuskrip yang sudah ia tulis sepanjang hidupnya.

Beliau menjelaskan penyakit-penyakit yang memiliki keterkaitan dengan jiwa dan raga atau ia sebut dengan Tibb al-Qalb dan al-Tibb al-Ruhani dalam kitab karyanya yang berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (keseimbangan raga dan jiwa). Tidak hanya itu, beliau juga memberikan kritiknya pada pengobatan di dunia kedokteran yang hanya fokus pada penyakit fisik saja, padahal menurutnya manusia terdiri atas jiwa dan raga sehingga keduanya sama penting (Hafizallah, 2019).

3. Ar-Razi

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi atau orang Barat mengenalnya sebagai Rhazez lahir di Teheran, Iran pada tahun 865 M. Beliau 

Dalam bidang psikologi, beliau memiliki beberapa pemikiran. Pertama, al-nafs al-kulliyah atau jiwa universal dan al-nafs an-natiqah, al-nafs al-ghadabiyyah, dan al-nafs an-nabatiyyah atau pembagian jiwa dalam beberapa bagian. Dilansir dari situs Suara Nahdliyyin, pemikiran tersebut selaras dengan teori milik Carl Rogers terkait organisme, fenomena medan, dan self, padahal Ar-Razi lahir 1050 tahun lebih awal dibanding Rogers.

Kedua, Ar-Razi juga mengungkapkan tentang teknik konseling yang bernama ta’riful rajuli ‘uyuba nafsihi atau mengungkapkan masalah, iqna’ bi al-hajaj wa al-barihin atau nasihat secara umum, qom’il hawa’ wa mukhalafah ath-thiba’ atau menerima kenyataan, dan ta’zim al -aql li ma’rifat atau mengembalikan kepada Allah SWT (Azmi, 2019.

4. Ibnu Sina

Beliau lahir di Afsyanah yang saat ini dikenal sebagai Uzbekistan pada tahun 980 M dengan nama lengkap Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina. Beliau merupakan anak dari pegawai tinggi di Dinasti Saman sehingga memiliki pendidikan yang baik terkait falsafah dan ilmu-ilmu agama Islam. Hal tersebut membuatnya memiliki pemikiran mengenai dunia psikologi yang mengandung banyak kesamaan dengan teori sekular yang jauh berbeda zaman.

Hafizallah (2019) memaparkan pemikiran Ibnu Sina dalam bidang psikologi adalah pemikirannya mengenai Jiwa. Beliau menjelaskan bahwa jiwa merupakan penyempurnaan manusia dan membaginya menjadi tiga. Pertama, jiwa nabati yang mengandung daya nutrisi untuk mengolah makanan tubuh, daya pertumbuhan untuk mengubah nutrisi agar tubuh dapat tumbuh dan berkembang, dan daya generatif untuk mengolah makanan agar tubuh menjadi sempurna.

Kedua, jiwa hewani dengan daya penggerak yang terdiri atas daya hasrat (syahwat dan emosi) dan daya motorik, daya persepsi yang terdiri atas indera internal (indra kolektif, konsepsi, wfantasi, waham, dan memori) dan indera eksternal (kemampuan alat indra). Ketiga, jiwa rasional yang terdiri atas akal teoritis untuk mempersepsi dan akal praksis untuk memproses pengetahuan dari akal teoritis.

5. Al-Ghazali

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi Al-Ghazali atau biasa disebut dengan Al-Ghazali merupakan seorang ahli dalam berbagai ilmu, seperti fiqih, tasawuf, hingga psikologi yang lahir di Kota Tus, Khurasan (sekarang Iran) pada tahun 1058 M. pemikirannya di bidang psikologi memiliki kesamaan dengan Psikologi Transpersonal milik Maslow dan Psikologi Modern oleh Jung.

Al-Ghazali menekankan pentingnya mengenal Allah SWT melalui pemahaman tentang ilmu jiwa. Beliau membagi ilmu jiwa menjadi dua, yakni ilmu yang memahami tentang daya hewan, daya manusia, daya penggerak, dan jiwa sensorik, kemudian ilmu yang memahami tentang olah jiwa, terapi, dan perbaikan akhlak.

Selain itu, Al Ghazali juga membagi sifat manusia ke dalam empat jenis yang menjadi potensi alami yang dapat dikembangkan dan dikendalikan dengan pembelajaran. Pertama, sifat hewan liar (al-bahimiyah) terkait syahwat. Kedua, sifat hewan buas (as-san’iyyah) terkait emosi yang negatif. Ketiga, sifat setan (asy-syaithaniyah) yang merupakan gabungan syahwat dan emosi. Keempat, sifat ketuhanan (ar-rabbaniyah) yang membentuk sifat-sifat, seperti cinta kebesaran, tinggi hati, dan rasa lebih tahu.

6. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Abu Abdillah Syams al-Din Muhammad bin Abi Bakr Ibn Ayyub Ibn Sa’d ibn Harist ibn Makkiy Zayn al-Din al-Zar’i al-Dimashqi biasa dikenal dengan nama Ibnu Qayyin Al-Juziyyah karena ayahnya menjadi penjaga atau pengasuh (qayyim) di sekolah lokal dengan nama Al-Jauziyyah. Beliau lahir pada 4 Februari 1292 M di Damaskus, Suriah.

Ibnu Qayyim merupakan Imam Sunni, cendekiawan, penghafal Al-Qur’an, ahli tafsir, ahli hadist, ahli ilmu nahwu, ahli ilmu kalam, dan ahli ushul. Di sisi lain, beliau juga memiliki perhatian terhadap perkembangan anak karena sering bersama dengan sang ayah di madrasah dan melihat anak-anak. 

Beliau menjabarkan secara rinci mengenai cara orang tua untuk mendidik anak, di antaranya adalah menjalin hubungan menggunakan kasih sayang dan membiasakan etika yang baik kepada anak melalui komunikasi yang baik dan pemahaman satu sama lain. Tidak hanya itu, beliau juga menekankan hakikat perkembangan yang berdasarkan petunjuk Allah SWT. dan menjadi bukti-bukti mengenai hikmah dari-Nya.

7. Ibnu Khaldun

Beliau memiliki nama lengkap Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Dilahirkan di Tunisia pada 27 Maret 1332 M dari keluarga Andalusia keturunan Arab kelas atas, ia besar dan dikenal sebagai sejarawan yang juga menjadi bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi, serta ekonomi.

Pemikiran Ibnu Khaldun pada bidang psikologi berkaitan dengan pendidikan (Fakhruddiana, 2017). Beliau berpendapat bahwa kekerasan dan kekasaran ketika mendidik, baik pada pembelajar atau anggota dapat menimbulkan kekerasan yang menguasai jiwa dan kemudian menghambat perkembangan diri. Menurut Wafi (1995) dalam Irwandar dan Nur (2003), hal tersebut dapat mengarahkan individu pada rasa malas, perbuatan curang, menipu, licik, serta menyebabkan ketakutan.

Oleh karena itu, beliau lebih menekankan sistem pendidikan yang dapat mengaktualisasi potensi dalam diri manusia. Menurutnya, sifat dasar manusia atau fitrah adalah potensi yang dapat menjadi nyata ketika ada rangsangan dari luar sehingga belajar menjadi proses yang penting melalui pendidikan (ta’lim) dan latihan (al-riyadah) sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis (Walidin, 2003)

8. Malik Babikir Badri

Prof. Dr. Malik Babikir Badri Mohammed adalah seorang psikolog klinis yang lahir pada 16 Februari 1932 di Rufa’a, Sudan. Namun, pada 8 Februari 2021 lalu ia meninggal dunia di Kuala Lumpur, Malaysia. Beliau merupakan lulusan S1 dan S2 dari American University of Beirut pada tahun 1956.

Setelah psikologi dari sudut pandang Islam berkembang di masa kejayaan Islam, ilmu mengenai hal ini redup bersamaan dengan masa kemunduran Islam. Hal tersebut menyebabkan banyak ilmu dari Barat yang lebih diserap dan dijadikan dasar teori. Oleh karena itu, melalui bukunya yang berjudul The Dilemma of Muslim Psychologist, Prof. Malik berusaha menyadarkan bahwa seharusnya kita bisa melihat psikologi dari sisi Islam sebab psikologi lebih luas dari apa yang sudah ada.

Pada tahun 2017, Prof. Malik mendirikan The International Association of Islamic Psychology (IAIP) untuk memperluas peran Islam dalam mengembangkan kesehatan dan pemahaman manusia serta meningkatkan pengakuan terhadap psikologi Islam sebagai orientasi teoritis untuk memahami manusia dan menjadi pendekatan dalam psikologi klinis.

You may also like