Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Klinis » 8 Perbedaan Psikologi Klinis dan Psikologi Nonklinis yang Harus dipahami

8 Perbedaan Psikologi Klinis dan Psikologi Nonklinis yang Harus dipahami

by Gendis Hanum Gumintang

Terdapat banyak sekali cabang dari ilmu psikologi, salah satunya adalah psikologi klinis. Menurut American Psychological Association (APA), psikologi klinis adalah cabang ilmu psikologi yang secara khusus untuk membantu kesehatan mental secara berkelanjutan dan menyeluruh bagi individu maupun keluarga. 

Sedangkan menurut Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPKI), psikologi klinis adalah bidang ilmu psikologi yang tujuannya memahami, mencegah, dan mengurangi gangguan atau ketidakmampuan yang menimbulkan masalah psikologis dalam penyesuaian dan perkembangan pribadi manusia.

Psikologi klinis tentu berbeda dengan ilmu psikologi lainnya sebab lebih berfokus pada gangguan yang terdapat pada individu. Bahkan psikologi klinis juga tidak dapat disamakan dengan psikiater yang notabene juga mengatasi kondisi psikologis dengan bantuan medis. Berikut adalah 8 perbedaan psikologi klinis dengan psikologi non klinis: 

1. Fokus utama

Psikologi klinis lebih mengarah pada bidang ilmu yang membahas kajian diagnosis dan upaya penyembuhan masalah-masalah psikologis, seperti gangguan atau tingkah laku abnormal. Tentu saja fokus utama ini berbeda dengan bidang psikologi nonklinis tergantung dengan fokus ilmunya, seperti psikologi pendidikan yang lebih fokus pada program pembelajaran.

2. Dasar ilmu

Psikologi klinis menggunakan ilmu psikologi abnormal yang merupakan studi lanjutan dari psikologi kepribadian sebagai dasar ilmu untuk menjalankan profesi psikolog klinis atau ilmuwan psikologi klinis. Sementara pada ilmu psikologi lainnya bisa memiliki dasar ilmu yang berbeda tergantung dengan bidangnya.

3. Dasar hukum

Legalitas praktik psikologi klinis dapat dibuktikan melalui peraturan perundang-undangan dan peraturan menteri kesehatan, yaitu dalam UU R1 Nomor 26 Tahun 2014 mengenai pernyataan sebagai tenaga kesehatan Republik Indonesia dan Permenkes RI Nomor 45 Tahun 2017 mengenai izin dan penyelenggaraan praktik psikolog klinis. Sedangkan psikologi nonklinis masih belum memiliki UU Praktik Psikologi dan sedang diupayakan untuk disahkan RUU-nya. 

4. Syarat praktik

Setiap psikolog klinis harus memiliki Surat Tanda Registrasi Psikolog Klinis (STRPK) dan Surat Izin Praktik Psikolog Klinis (SIPPK) yang diberikan oleh pemerintah dan IPK Indonesia sebelum melakukan praktik keprofesiannya. Profesi psikologi nonklinis tidak membutuhkan kedua surat tersebut untuk menjalankan pekerjaannya sebab memiliki aturan yang berbeda.

5. Permasalahan yang diatasi

Seseorang yang menjadi psikolog klinis biasanya berusaha menangani gangguan seperti kecemasan berlebihan, depresi, trauma psikologis, kecanduan, gangguan makan, gangguan tidur, autisme, ADHD, dan masalah tingkah laku lain yang dapat mengganggu perkembangan. Pada psikologi nonklinis tidak semuanya dapat mengatasi gangguan, terutama yang termasuk cukup berat.

6. Cara mengatasi gangguan

Psikologi klinis menggunakan konsep-konsep psikologi abnormal, psikologi perkembangan, psikopatologi, psikologi kepribadian, dan prinsip asesmen atau intervensi. Meskipun tidak jauh berbeda dengan praktik psikologi lainnya, tetapi praktik psikologi klinis memiliki dasar ilmu yang berbeda sehingga pengembangannya pun berbeda.

7. Profesi

Secara umum, terdapat dua profesi yang membedakan lulusan psikologi klinis dengan lulusan psikologi nonklinis, yakni psikolog klinis dan ilmuwan psikologi klinis. Hal yang membedakan kedua profesi ini adalah ilmuwan psikologi klinis tidak dapat memberi layanan berupa praktik psikologi pada klien, tetapi dapat melakukan pengajaran, penelitian, serta psikoedukasi pada masyarakat.

8. Pendidikan

Untuk menjadi psikolog klinis atau ilmuwan psikologi klinis, seseorang harus menempuh pendidikan paling tidak S1 Psikologi dan S2 Psikologi Klinis. Penting untuk memperhatikan peminatan saat S2 agar dapat bekerja di bidang psikologi klinis. Sedangkan pada psikologi nonklinis, peminatan ketika mengambil S2 tidak harus psikologi klinis atau bahkan tidak harus S2 untuk memiliki pekerjaan lain di bidang psikologi.

Perbedaan yang dimiliki psikologi klinis sangat membantu masyarakat untuk dapat mengetahui upaya pencegahan gangguan mental serta cara penanganan gangguan pada mental. Tidak ada salahnya untuk pergi ke psikolog klinis atau tenaga kesehatan lain ketika memiliki masalah psikologis yang mengganggu kehidupan sehari-hari.

You may also like