Baik psikolog maupun konselor merupakan profesi yang terkait dengan kesehatan mental manusia. Selain itu, keduanya juga harus menempuh pendidikan sarjana psikologi, kecuali untuk bimbingan konseling yang memiliki jurusan tersendiri.
Akan tetapi, kedua profesi ini sering disamakan oleh masyarakat. Padahal, terdapat perbedaan yang cukup signifikan di antara keduanya. Perbedaan ini terkadang membuat masyarakat kebingungan harus mencari bantuan kepada siapa yang lebih tepat.
Dilansir dari situs Psychology Organizations, kemampuan yang cenderung dikuasai oleh psikolog dan konselor berbeda. Konselor dan psikolog wajib memiliki kemampuan komunikasi, mendengar, dan hubungan interpersonal yang baik. Selain itu, konselor juga dapat bekerja secara individu maupun berkelompok sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Namun, psikolog harus memiliki kemampuan yang kuat dalam analisis dan observasi. Hal ini dikarenakan mereka harus melakukan penelitian, diagnosis gangguan, menentukan intervensi terhadap gangguan, serta mensupervisi atau mengawasi orang yang magang.
Dalam hal pendidikan, kebanyakan orang sudah bisa menjadi konselor cukup dengan gelar sarjana S1 Psikologi. Meskipun begitu, banyak juga yang mendapatkan sertifikasi tambahan dari penyelenggara pelatihan atau semacamnya. Ditambah lagi konselor pada bidang tertentu harus memiliki lisensi lagi selain lulus dari S1 Psikologi.
Sementara untuk menjadi psikolog, selain harus lulus dari S1 Psikologi, ia juga harus menempuh pendidikan S2 Psikologi. Hal ini sesuai dengan peraturan buku Kode Etik HIMPSI pada BAB I Pedoman Umum dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi, “Psikolog adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) sistem kurikulum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog).”
Pada bagian penanganan klien, konselor biasanya memberikan arahan pada klien terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan konseling memiliki cakupan yang luas sehingga kliennya sangat bervariasi walaupun konselor juga punya keahliannya masing-masing.
Sedangkan psikolog memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan menangani klien secara khusus sesuai dengan bidang atau keahliannya, seperti psikolog anak, psikolog klinis, psikolog sosial, dan lain sebagainya. Dengan keahlian itu, psikolog dapat menerapkan teori yang dimiliki untuk menangani gangguan tertentu, misalnya dengan cara psikoterapi atau teknik psikoanalisis tertentu.
Psikolog juga tidak terlalu banyak memberikan saran atau meminta klien melakukan sesuatu seperti konselor. Psikolog lebih banyak bertanya dan mendengarkan kemudian membantu mengarahkan klien yang memiliki gangguan pada mentalnya sehingga klien bisa pulih atas upayanya sendiri.
Terakhir, dalam hal sertifikasi tambahan, konselor yang sudah lulus S1 harus melakukan magang yang disupervisi agar mendapatkan lisensi nasional yang diterima oleh lembaga sertifikasi.
Pada psikolog, setelah lulus S2 pun tidak bisa langsung menjadi psikolog. Orang yang sudah lulus S2 harus melakukan tes dari HIMPSI, mendapatkan kartu keanggotaan HIMPSI, dan harus memperbaharui keanggotaannya setiap dua tahun dengan syarat melakukan pengembangan seperti melakukan intervensi, membuat penelitian, atau semacamnya.
Demikian perbedaan antara psikolog dan konselor. Kedua profesi ini sama-sama penting dan sangat dibutuhkan saat ini. Psikolog dan konselor dapat saling bekerja sama untuk membantu seseorang dapat mengatasi gangguan pada mentalnya.