Home » Ilmu Psikologi » 11 Pekerjaan untuk Kalian yang Mempelajari Psikologi Forensik

11 Pekerjaan untuk Kalian yang Mempelajari Psikologi Forensik

by Arby Suharyanto

Terlepas dari bagaimana proses kasus tersebut hingga begitu lama terselesaikan. Ilmu mengenai forensik memiliki banyak kontribusi di dalamnya. Mungkin ilmu yang satu ini masih tidak lebih terkenal dari kajian-kajian psikologi lainnya, misal psikologi industri ataupun klinis.

Padahal berbagai kasus yang berkaitan dengan proses peradilan pidana seringkali berhubungandengan berbagai permasalahan, melainkan sebagai permasalahan hukum. Sesungguhnya banyak permasalahan hukum yang memerlukan peran. Kontribusi dalam bidang forensik sebenarnya mencakup area kajian yang sangat luas, mulai membuat kajian tentang profil para pelaku kejahatan (offender profilling), mengungkap dasar neuropsikologik, genetik, dan proses perkembangan pelaku, Baca juga mengenai : alasan psikologi forensik dibutuhkan untuk kriminalitas

saksi mata (eyewitness), mendeteksi kebohongan, menguji kewarasan mental, soal penyalahgunaan obat dan zat adiktif, kekerasan seksual, kekerasan domestik, soal perwalian anak, dan juga soal rehabilitasi psikologis di penjara. Dengan begitu luasnya cakupan kontribusi psikologi dalam bidang forensik, subbidang ilmu ini sebenarnya sangat menjanjikan baik bagi karier akademis ataupun profesional praktisioner. Baca juga mengenai : konsep dasar psikologi forensik

Tugas Profesi Psikologi Forensik. Berikut akan dipaparkan tugas profesi psikologi forensik di setiap tahap proses peradilan pidana dan 11 Pekerjaan untuk Kalian yang Mempelajari Psikologi Forensik.

1. Di kepolisian

Seperti telah diuraikan terdahulu tugas polisi dalam peradilan pidana adalah menyelidik dan menyidik (Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 1982). Dalam kasus-kasus tertentu psikolog dapat diminta bantuannya agar informasi yang diperoleh mendekati kebenaran. Psikolog Forensik dapat membantu penyelidikan polisi pada pelaku, korban dan saksi. Baca juga mengenai : peran psikologi klinis dalam psikologi forensik

2. Pada pelaku

Psikolog forensik dapat membantu polisi dalam melakukan interogasi (Bartol & Bartol, 1994; Constanzo, 2006; Gudjonsson & Haward, 1998; Putwain & Sammons, 2002), membuat criminal profiling, mendeteksi kebohongan (Constanzo, 2006). Bantuan psikolog forensik dalam interogasi pada pelaku agar mengakui kesalahannya. Biasnaya jika polisi yang menangani, maka teknik yang di gunakan adalah model lama, yakni menggunakan kekerasan sebagai ancaman bagi pelaku yg di interogasi, jika pelaku menunjukkan tanda-tanda berbohong maka polisi akan memukul ataupun menampar pelaku, intinya menyakiti secara fisik dengan harapan pelaku akan berkata jujur.  Baca juga mengenai : teknik investigasi dalam psikologi forensik

Deteksi kebohongan merupakan keahlian dari psikologi forensik yang dapat di tularkan kepada polisi. Alat polygraph yang di kombinasikan dengan metode bertanya dapat menjadi bantuan psikolog forensik untuk mendeteksi kebohongan pelaku. Baca juga mengenai : cara kerja psikologi forensik

Biasanya pada kasus-kasus tertentu korban mengalami trauma, misalnya kasus perkosaan atau kekerasan pada anak. Sehingga untuk mendapatkan keterangan secara langsung dari korban akan sedikit kesulitan. Di sinilah peran psikolog forensik, karena psikolog lihai dalam membuat orang lain menjadi lebih nyaman dan terbuka ketika berbicara.

3. Skill kroscek data dan otopsi

Skill ini sangat di butuhkan untuk mengkroscek data, mungkin antara pelaku dengan korban ataupun dengan informan lainnya. Selain itu, untuk kasus yang masih ambigu antara korban yang bunuh diri atau di bunuh, psikolog forensik bisa masuk sebagai ahli untuk melakukan otopsi. Cara melakukan otopsi adalah mngkaji sumber bukti, tidak langsung seperti catatan yang ditinggalkan almarhum, data dari teman atau keluarga korban.

Tujuan dari otopsi psikologi adalah merekonstruksi keadaan emosional, kepribadian, pikiran dan gaya hidup almarhum. Hingga dapat di tarik beberapa hipotesis untuk membantu polisi dalam memutuskan apakah korban bunuh diri atau terbunuh.

4. Pada saksi

Proses peradilan pidana sangat bergantung pada hasil investigasi pada saksi, karena baik polisi, jaksa dan hakim tidak melihat langsung kejadian perkara. Brigham dan Wolfskeil (Brigham, 1991) meneliti bahwa hakim dan juri di Amerika menaruh kepercayaan 905 terhadap penyataan saksi, padahal banyak penelitain membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan saksi banyak yang bias. Teknik intervies investigasi yang sering di bicarakan adalah (Constanzo, 2004; Kapardis, 1997; Milne & Bull, 2000) hipnosis dan wawancara koginitif.

Teknik hipnosis ini walau tidak selalu digunakan pada tiap saksi, namun masih bisa digunakan ketika informasi tentang suatu kejadian tidak ada kemajuan yang berarti. Psikologi forensik yangmenguasai teknik hipnosis dapat membantu polisi untuk menemukan informasi dalam memori saksi yang tidak akan di capai oleh teknik lain. Kemudian wawancara kognitif, merupakan teknik yang diciptakan oleh Ron Fisher dan Edward Giesielman pada 1992. Tujuannya adalah untuk meningkatkan proses retrieval yang akan meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi dengan cara membuat saksi/ korban merasa rileks dan kooperatif.

5. Di kejaksaan

Psikolog Forensik dapat membantu jaksa dengan memberikan keterangan terkait dengan kondisi psikologis pelaku maupun korban. Pada kasus KDRT dengan kondisi korban mengalami trauma psikis yang berat. Keterangan psikologi forensik tentang kondisi psikis korban dapat digunakan sebagai dasar melakukan penuntutan terhadap pelaku. Psikolog juga dapat memberikan pelatihan kepada jaksa terkait dengan gaya bertanya kepada saksi, korban maupun pelaku. Ancok (1995) menengarai bahwa gaya bertanya jaksa yang salah akan membawa pada informasi yang keliru.

6. Pengadilan

Peran psikolog forensik dalam peradilan pidana di pengadilan, dapat sebagai saksi ahli dalam kasus yang terkait dengan aspek psikologis (Meliala, 2008). Psikolog forensik juga dapat bekerja untuk pengacara dalam memberikan masukan terkait dengan jawaban-jawaban yang harus diberikan kliennya agar tampak meyakinkan.

Sebelum persidangan yang sesunggunya, psikolog akan merancang kalimat, ekspresi dan gaya yang akan ditampilkan terdakwa agar ia tidak dapat mendapat hukuman yang berat (Wrightsman, 2001). Namun hal ini di Indonesia masih jarang. Yang sudah ada adalah pengacara meminta keterangan dari psikolog untuk memberi keterangan yang menuntungkan kliennya.

7. Pemeriksa medis (medical examiner)

Biasanya bayaran profesi ini sangat tinggi. Tetapi, menjadi pemeriksa medis berarti Anda harus menjalani masa kuliah yang lama, mampu menangani mayat yang dimutilasi, serta menjalani jam kerja yang tidak tentu.

Meski ada protokol rutin dan membosankan, terkadang penjahat cerdik yang menggunakan teknik pembunuhan tidak biasa bisa membuat Anda merasa tertantang dalam memecahkan kasus.  Untuk menjalani profesi ini, Anda harus memiliki gelar medis. Gelar sarjana dalam bidang biologi atau kimia juga bisa menjadi dasar. Ambillah konsentrasi forensik. 

Khusus bagi forensik odontologis, Anda harus memiliki dasar pendidikan kedokteran gigi. Biasanya, profesi ini berupa konsultan paruh waktu.

8. Analis laboratorium kriminal

Pekerjaan analis laboratorium kriminal biasanya dilakukan secara indoor. Jam kerjanya pun relatif stabil dan sampel yang ditangani cenderung lebih bersih. Tidak asyiknya, pekerjaan analis laboratorium kriminal cenderung berulang seperti rutinitas. Hati-hati bosan bisa mendera.

Profesi ini menuntut Anda memiliki gelar dalam bidang ilmu alam. Misalnya pada bidang ilmu kimia, biologi, biogenetika, biokimia, mikrobiologi, botani hingga ilmu tekstil. Tentu saja, Anda juga harus menempuh pendidikan dalam bidang kriminologi.

Seperti halnya odontologis, analis laboratorium forensik juga bisa jadi merupakan konsultan paruh waktu sesuai kebutuhan penyelidikan. Mereka bisa datang dari bidang antropologi, zoologi atau botani.

9. Insinyur forensik

Anda akan berurusan dengan kecelakaan, investigasi kebakaran dan berbagai kasus aneh. Pekerjaan Anda mirip dengan pemeriksa TKP, tetapi dengan jumlah mayat lebih sedikit, jam kerja lebih jelas dan bayaran lebih tinggi.

Namanya juga insinyur, profesi ini membutuhkan gelar sarjana teknik. Spesialisasinya adalah teknik elektro, teknik mekanik, teknik sipil, dan teknik material.

10. Pemeriksa TKP

Anda akan bekerja di mana saja dan kapan saja kasus kriminal muncul. Baik indoor maupun outdoor. Anda juga harus mampu menangani mayat dan kekacauan di TKP.

Terkadang, ini bisa menjadi sesuatu yang rutin dan menjemukan. Di saat yang lain, Anda bisa jadi sangat bersemangat.  Anda harus memiliki gelar sarjana di bidang ilmu alam dengan penekanan pada aspek hukum, atau sebaliknya.

11. Asistensi akademis dan teknis

Psikolog, Sosiolog, dan ahli statistik sering kali memberikan keahlian mereka pada proses investigasi dan pengadilan. Pembuat profil psikologis biasanya lebih terlibat dalam proses ini.  Sementara itu, analis teknik biasanya bekerjasama dengan unit investigasi dan bekerja dalam lingkungan laboratorium.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

You may also like