Kemarahan akibat emosi yang tidak stabil sering terjadi pada usia remaja. Anak remaja cenderung menjadi lebih sensitif, khususnya tentang apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Orang tua kadang tak habis pikir, mengapa sulit sekali mengajari anak yang mulai beranjak dewasa. Pertengkaran anak remaja dan orangtua pun sering tidak terelakkan. Bahkan kita mungkin sering bingung, mengapa anak remaja menjadi gampang sekali marah? Apakah karena salah asuh? Berikut 12 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Remaja.
1. Saat orang tua terlalu ikut campur dalam urusan sekolah
Salah satu mudahnya remaja marah kepada orang tua ialah karena mereka sering ikut campur dalam urusan sekolah. Memaksa untuk ikut kursus, ikut kegiatan ekskul tertentu atau memaksa untuk memilih jurusan yang diinginkan orang tua tentu akan membuat kesal. Baca juga mengenai : hubungan pola asuh permitif dengan kenakalan remaja
Jadi bagi kalian Teens yang nggak mau kesal karena hal tersebut, berikanlah pengertian kepada mereka agar tak terlalu mengatur urusan kalian di sekolah. Dengarkan nasehat mereka dan buktikan pada mereka jika kalian sudah bisa bertanggung jawab dalam menentukan sebuah pilihan. Baca juga mengenai : pengaruh media terhadap perilaku remaja
2. Orang tua yang terlalu emosional
Sifat yang dimiliki oleh setiap orang tentunya berbeda-beda. Ada orang tua yang bijak dan bisa memberikan contoh yang baik kepada anaknya. Ada pula orang tua yang mudah marah kepada anaknya. Jika sifat orang tua terlalu emosional, biasanya anaknya pun akan cukup jengkel dan ikut menjadi emosi. Baca juga mengenai : perubahan mental pada remaja laki laki
Hal yang perlu kalian lakukan ialah mencoba mendekati mereka dan bicarakan masalah dengan baik-baik. Ungkapkan isi hati kalian dan mintalah mereka agar tak mudah emosi lagi karena kalian masih butuh bimbingan dan dukungan dari mereka. Baca juga mengenai : pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja
3. Terlalu memanjakan dan tak membiarkan mereka mandiri
Terlalu dimanjakan rupanya juga bisa membuat remaja merasa jengkel. Memang niat orang tua selalu baik dan ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Namun, jika orang tua selalu memanjakan dan tak membiarkan mereka mandiri, tentu saja hal itu bisa membuat anaknya kesal. Baca juga mengenai : pengaruh kepercayaan diri terhadap remaja
Saat remaja kita ingin lebih bebas dan mandiri, jika terlalu dimanja biasanya orang tua akan membatasi kita. Cobalah yakinkan orang tua bahwa kalian sudah beranjak dewasa dan tak perlu selalu dimanjakan. Mintalah agar mereka membiarkan kalian lebih mandiri karena di masa depan semua orang dewasa dituntut untuk bisa mandiri.
4. Membocorkan rahasia mereka
Saat kita memiliki seseorang yang ditaksir tentu kita akan memberitahukannya kepada sahabat atau orang tua. Kita selalu suka sharing dengan mereka mengenai hal-hal yang kita lakukan. Bahkan, kita pun sering memberitahu sebuah rahasia kepada orang tua karena kita percaya kepada mereka.
5. Sifat orangtua yang bisa berpengaruh pada kelakuan anak
- Salah satu masalah umum yang ditemukan pada anak dengan ADHD atau yang temperamental adalah memiliki ibu yang pasif, depresi dan lesu. “Anak akan bisa melakukan apapun yang dia suka karena si ibu tidak memiliki ketegasan untuk merawat dan mendidik anaknya,” kata Robin.
- Orang tua yang terlalu fleksibel dapat membuat anaknya mungkin sengaja bertingkah kaku dan keras kepala.
- Orangtua yang selalu memenuhi keinginan anaknya akan memiliki sifat yang manja dan akan mudah marah jika keinginannya tidak segera dipenuhi.
- Kadang-kadang masalah berakar pada sikap temperamental orang tua, bukan anak. Jika orang tua sangat moody, anak akan cenderung mudah marah, ketakutan dan mengembangkan sikap yang tertutup karena pengaruh sikap ekstrim orang tuanya.
6. Pola asuh orang tua diingat dalam otak
Faktor terbesar yang mempengaruhi perilaku remaja adalah karena otak remaja sedang mengalami fase pemangkasan jaringan otak yang tidak terpakai, dan menguatkan jaringan yang tidak terpangkas. Hanya saja, fase pemangkasan ini berlangsung dari otak bagian belakang dahulu, baru terakhir ke otak bagian depan.
Sementara, bagian prefrontal cortex yang mengatur kemampuan otak menganalisa konsekuensi dari setiap tindakan, berada di otak bagian depan yang paling akhir matangnya. Selama proses menuju matang, maka otak remaja bergantung pada Amygdala
dimana ia dipercayai merupakan bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi, dorongan impuls, agresi, untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Itu sebabnya remaja akan cenderung untuk membantah dan mendebat, karena mereka masih meraba-raba dan belajar konsekuensi dari setiap tindakannya.
7. Pola asuh yang mengajarkan perdebatan
Faktor kedua menurut Pickhardt, remaja memiliki energi untuk berdebat besar sekali sehingga sering orang tua kewalahan menghadapinya. Sehingga, orang tua seakan menjadi lawan tanding bagi mereka dalam berdebat.
Namun, tidak semua orang tua sanggup menghadapi pertarungan debat setiap saat. Bayangkan saja bila orang tua bekerja seharian, pulang dalam kondisi capai dan stress berdebat di kantor, masih tetap harus menghadapi remaja yang mengajak berdebat di rumah.
8. Pola asuh yang terlalu menekan
Tentu reaksi yang timbul adalah marah dan akhirnya saling menyakiti satu sama lain. Remaja pun senang sekali memancing perdebatan hanya untuk menantang otoritas serta ingin tahu apa reaksi dari orang tua.
Dari generasi Galih dan Ratna, Si Boy, Rangga, dan Dilan, remaja memiliki pola pikir yang sama. Bahwa dirinya adalah pusat alam semesta yang benar dan setiap orang harus memusatkan perhatian padanya.
9. Pola asuh tidak memahami proses perkembangan remaja
Tidak mudah bagi mereka untuk menerima pendapat orang lain. Hal ini bukan karena pola asuhan yang salah, namun memang bagian dari proses perkembangan remaja. Akibatnya, mereka tidak paham bahwa perkataan mereka bisa menyakitkan hati orang lain, perbuatan mereka bisa membuat orang lain dendam pada mereka.
10. Pola asuh tidak mengajarkan tanggung jawab
Faktor yang membuat remaja suka mendebat dan membantah untuk menutupi rasa kegamangan atas ketidakpastian menghadapi tantangan yang mereka hadapi. Menghadapi tanggung jawab dan tantangan hidup bukan hal yang mudah bagi remaja.
11. Pola asuh dengan perlakuan yang membuat gelisah
Mereka menghadapi berbagai perlakuan dari teman, guru, dan orang-orang sekelilingnya. Kegelisahan yang menguasai otak remaja ini membuat mereka menjadi terlihat labil dan mengalami turbulensi emosi yang luar biasa.
12. Pola asuh yang tidak memiliki kedekatan emosional
Yakni orang tua yang melihat perdebatan sebagai permasalahan yang buruk, dan tidak melihat sebagai cara untuk menyambung komunikasi hingga bisa lebih dekat dengan remaja.