Home » Gangguan Psikologi » 10 Gangguan Mental yang Paling Berbahaya

10 Gangguan Mental yang Paling Berbahaya

by Arby Suharyanto

Mendiagnosis gangguan mental bukan hal yang mudah. Dalam sejarahnya, penyusunan buku pedoman dan pegangan untuk mendiagnosis gangguan mental sering memicu perdebatan mengenai penyakit jiwa apa yang akan disertakan. Perdebatan ini tak hanya terjadi di kalangan ilmuwan, tapi juga di masyarakat awam.

Buku yang bernama Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) adalah buku yang menjadi acuan seluruh ahli psikologi di dunia. Penyusunnya adalah para pakar psikologi yang tergabung dalam American Psychological Association (APA).

Beberapa gangguan mental yang sempat menjadi kekhawatiran tersebut antara lain : 10 Gangguan Mental yang Paling Berbahaya.

1. Gangguan mental Identitas Gender

Saat ini, yang paling berbahaya dari semua gangguan mental adalah gangguan mental identitas jenis kelamin. Berdasarkan DSM edisi sebelumnya, orang yang merasa jenis kelamin fisiknya tidak sesuai dengan jenis kelaminnya yang sejati dapat didiagnosis mengalami gangguan mental identitas gender. Baca juga mengenai : dampak prostitusi bagi kesehatan mental wanita

Kekhawatiran terbesar atas gangguan mental ini adalah karena DSM tidak memuat cara pengobatannya. Apakah anak-anak yang merasa tidak cocok jenis kelaminnya diizinkan mendefinisikan diri mereka sendiri, atau harus didorong untuk mengidentifikasi dirinya sesuai jenis kelamin fisiknya? Baca juga mengenai : pentingnya olahraga untuk kesehatan mental

“Di satu sisi, para ahli berpendapat agar anak-anak ini merasa nyaman dengan tubuh yang telah dimilikinya sendiri. Namun di sisi lain, para ahli menginginkan anak-anak ini bebas menentukan keinginannya. Menurutku, memaksa seseorang untuk hidup dengan jenis kelamin yang tidak diinginkan akan menyebabkan depresi dan kecemasan,” kata Diane Ehrensaft, psikolog klinis di Oakland, California. Baca juga mengenai : alasan tidak boleh mengabaikan gangguan mental

2. Kecanduan seks

Menurut lembaga Society for the Advancement of Sexual Health, kecanduan seks ditandai dengan kurangnya kontrol atas perilaku seksual.Pecandu seks akan menuruti keinginan seksualnya meskipun berakibat buruk, tidak bisa menetapkan batasan dan terobsesi dengan seks bahkan ketika tidak ingin memikirkan hal itu. Beberapa pecandu seks mengaku tidak mendapatkan kenikmatan dari perilaku seksualnya, tapi hanya menghasilkan rasa malu. Baca juga mengenai : alasan pentingnya keluarga dalam menjaga kesehatan mental

Gangguan mental ini belum dimasukkan ke dalam DSM, dan kemungkinan tidak akan disertakan dalam DSM edisi berikutnya. Malahan, Asiosiasi Psikologi Amerika (APA) bermaksud menambahkan kelainan seksual baru yang disebut gangguan mental hiperseksual, yang tidak menggambarkan tentang kecanduan seks. Baca juga mengenai : alasan kenapa bernostalgia bisa menyehatkan mental

3. Homoseksualitas

Dalam sejarahnya, homoseksual adalah gangguan mental kejiwaan yang paling berbahaya. APA mencoret homoseksualitas dari daftar gangguan mental pada tahun 1973 setelah mendapat gempuran protes dari aktivis gay dan lesbian. Beberapa bukti ilmiah menyarankan bahwa ketertarikan sesama jenis adalah hal yang normal di kalangan orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

4. Gangguan mental Asperger

Gangguan mental Asperger ditandai dengan kecerdasan dan kemampuan bahasa yang normal, namun keterampilan sosial yang buruk. Ganggguan ini dimasukkan DSM pada tahun 1994, namun pada tahun 2013, gangguan mental ini dipastikan sudah dikeluarkan dari daftar.

Alasannya, penelitian telah gagal membedakan antara gangguan mental Asperger dan autisme. 44 persen anak yang didiagnosis Asperger benar-benar memenuhi kriteria autisme, menurut sebuah survei tahun 2008.

5. Gangguan mental Bipolar pada Anak

Gangguan mental bipolar ditandai oleh perubahan suasana hati antara depresi dan rasa senang. Pada tahun 1994 sampai 2003, jumlah kunjungan dokter terkait dengan gangguan mental bipolar pada anak naik 40 kali lipat, demikian menurut sebuah penelitian tahun 2007 di jurnal Archives of General Psychiatry.

Masalahnya adalah, sebagian dari kenaikan itu disebabkan karena perubahan cara psikolog mendiagnosa gangguan mental bipolar pada anak-anak, bukan karena peningkatan kasus secara aktual. Untuk mengatasinya, APA berencana menambahkan gangguan mental baru, yaitu disregulasi marah dengan dysphoria.

Gangguan mental ini akan berlaku untuk anak-anak yang memiliki suasana hati mudah tersinggung dan sering marah. Namun beberapa ahli sudah meragukannya karena beberapa gangguan mental perilaku pada anak dianggap hal yang normal.

6. ADHD pada Dewasa

ADHD adalah singkatan dari attention deficit hyperactivity disorder. Anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan duduk dengan diam, memperhatikan, dan mengontrol dorongan hatinya. Baru-baru ini, beberapa psikiater mulai mendiagnosa ADHD pada orang dewasa.

“Beberapa gejala ADHD pada anak-anak saja sudah dianggap diagnosis yang berlebihan, apalagi pada dewasa. Ada tuduhan bahwa psikiater bersekongkol dengan perusahaan farmasi agar dapat menjual obat ADHD lebih banyak,” kata psikiater dari New York University, Norman Sussman.

7. Gangguan mental Disosiasi Identitas

Dulu gangguan mental ini dikenal sebagai gangguan mental kepribadian ganda. Gangguan mental kepribadian ganda terkenal setelah sebuah buku berjudul “Sybil” dibuat menjadi film dengan nama yang sama pada tahun 1976. Film dan buku tersebut bercerita tentang Shirley Mason, nama samaran Sybil, yang didiagnosis memiliki 16 kepribadian berbeda sebagai akibat dari pelecehan fisik dan seksual oleh ibunya.

Buku dan filmnya memang laris, tetapi diagnosisnya sangat jarang ditemui. Pada tahun 1995, seorang psikiater bernama Herbert Spiegel menyelidiki kasus Sybil. Ia menegaskan bahwa ia mempercayai kepribadian Sybil yang berbeda-beda tersebut diciptakan oleh terapisnya karena efek terapi atau hipnotis, dan hal ini mungkin terjadi tanpa disadari.

Para kritikus berpendapat bahwa gangguan mental tersebut sebenarnya adalah rekayasa, dibuat dengan maksud meyakinkan pasien bahwa masalahnya adalah karena kepribadian ganda. Meskipun demikian, gangguan mental identitas disosiatif berhasil melewati kritik ini dan tidak akan mengalami perubahan besar dalam DSM edisi berikutnya.

8. Narsisistik

Seseorang yang sangat butuh dipuji dan kurang berempati kepada orang lain masuk dalam kriteria narsistik, dan mereka nampaknya memang cocok menjalani psikoterapi. Namun, gangguan mental narsisitik ini juga sempat menuai kekhawatiran.

Masalah terbesarnya adalah karena tidak ada yang mengaku memiliki gangguan mental tersebut. Menurut review tahun 2001 di Journal of Mental Health Counseling, hampir setengah orang yang didiagnosis kepribadian narsisistik juga memenuhi kriteria gangguan mental kepribadian lainnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, APA mengusulkan perubahan besar pada DSM edisi berikutnya. Diagnosis akan lebih berfokus pada disfungsi dan sifat gangguan mental. Tujuannya adalah untuk menhilangkan tumpang tindih dan membuat kategori yang lebih berguna bagi pasien dengan gangguan mental kepribadian.

9. Penis Envy (Cemburu Penis)

Sigmund Freud merevolusi psikologi pada tahun di 1800-an dan awal 1900-an dengan teori-teorinya tentang psikoseksual. Salah satu teorinya adalah menyimpulkan bahwa perkembangan seksual gadis-gadis muda didorong oleh kecemburuan karena tidak memilik penis (penis envy) dan hasrat seksualnya terhadap ayah.Kesimpulan ini kontan menuai banyak kekhawatiran. Namun seiring perkembangan zaman, teori ini telah dianggap usang dengan sendirinya.

10. Histeria

Pada tahun 1800-an, histeria mencakup semua diagnosis gangguan mental pada wanita. Gejala-gejalanya tidak jelas seperti; ketidakpuasan, rasa lemah, serta ledakan emosi. Pengobatannya sederhana dan dikenal dengan ‘histeris paroxysm’ atau dikenal juga dengan orgasme. Dokter akan memijat alat kelamin pasiennya secara manual atau dengan vibrator. Meskipun janggal, hal ini tidak dianggap berbahaya ketika itu.

Yang lebih berbahaya adalah meminta pasien wanita ‘histeria’ untuk beristirahat saja tanpa bekerja atau bersosialisasi. Pengobatan ini seringkali justru memperburuk kecemasan atau depresi. Menurut editorial tahun 2002 di jurnal Spinal Cord, kasus diagnosis histeria mereda secara bertahap sepanjang abad ke-20.

Wah, semoga kita selalu sehat mental dan jiwa ya.. sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

You may also like