Setiap tahunnya kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus sering terjadi setiap tahunnya dan lebih banyak dialami oleh perempuan di Indonesia (Ramadani & Yuliani, 2015). Padahal, sudah ada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga melarang penggunaan kekerasan dalam rumah tangga kepada anggota keluarga, seperti suami, istri, anak, serta orang lain yang memiliki hubungan dengan keluarga tersebut termasuk asisten rumah tangga jika ada.
Sering kali, istri menerima perlakuan kasar atau kekerasan dari pasangannya di mana pelaku ingin selalu mengontrol pasangannya dengan cara memberi kekerasan secara fisik, emosi, seksual, sosial, atau ekonomi (Hotifah, 2011).
Purwandari (2002) menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya KDRT kepada istri oleh suami, di antaranya:
- Stereotip di antara masyarakat bahwa laki-laki adalah manusia yang memiliki kekuasaan, berani, dan kuat.
- Pandangan bahwa perempuan memiliki status yang lebih rendah dari laki-laki.
- Masalah dalam rumah tangga pada umumnya tidak diumbar sehingga kekerasan tidak menjadi sesuatu yang besar.
- Pengalaman kekerasan pada masa kecil.
- Budaya mengenai suami dan istri yang sudah melekat di masyarakat.
Susilowati (2008) mengungkapkan 3 macam dampak KDRT terhadap isttri, yakni:
1. Rasa sakit karena luka pada tubuh
Sebagian besar kasus KDRT yang terjadi memiliki unsur kekerasan secara fisik selain secara mental. Istri mungkin mendapatkan dipukul, ditampar, dijambak, atau bahkan dilempari dengan benda. Dampaknya dapat dilihat dengan mata secara langsung terdapat bekas luka pada tubuh korban. Sayangnya, tidak banyak istri yang mau pergi untuk mendapat perawatan karena takut mendapat pertanyaan mengapa mereka mendapat luka tersebut.
2. Masalah ginekologis
Masalah ginekologis merupakan berbagai masalah yang berkaitan dengan kesehatan tubuh terutama yang terkait pada organ reproduksi wanita, seperti kehamilan, kesuburan, serta masalah menstruasi dan menopause. Heise, Moore, dan Toubia (1995) mengungkapkan bahwa tindak kekerasan pada istri oleh suami menyebabkan tingkat masalah ginekologis yang lebih berat dibanding pasangan yang hidup secara normal.
3. Kemampuan berpikir menurun
Tindak kekerasan pada istri juga dapat berdampak pada cara berpikirnya. Masalah yang ia alami sering kali dipendam sendirian sehingga terus menerus berada di kepala korban. Hal ini membuat korban kesulitan berpikir secara jernih dan tidak mampu berkonsentrasi terhadap apa yang sedang dilakukan. Kondisi tersebut bisa menjadi penyebab munculnya masalah hidup lainnya.
4. Stres dan depresi
Seorang istri yang menjadi korban KDRT sangat rentan mengalami stres. Pada dasarnya, stres merupakan respons seseorang yang muncul karena peristiwa yang dialaminya. Namun, stres yang menyebabkan munculnya pengaruh negatif harus dapat diatasi agar tidak memicu datangnya gangguan lain yang lebih buruk. Apabila kondisi stres ini dirasakan terus menerus dalam waktu yang lama, korban bisa saja menjadi depresi dan kehidupan sehari-harinya menjadi terganggu. Kemudian, jika masih belum ada intervensi dalam upaya mengatasi stres tadi, keinginan untuk mengakhiri hidup bisa saja terjadi.
5. Rasa trauma
Kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi faktor yang menyebabkan trauma pada istri. Rasa trauma ini muncul karena peristiwa yang tidak mengenakan dan sangat mengganggu pikirannya. Gangguan stres pascatrauma atau yang sering kita dengar sebagai post traumatic stress disorder (PTSD) biasanya menjadi gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami peristiwa menyakitkan. Istri yang mengalami KDRT sebaiknya pergi ke psikolog atau penyedia layanan kesehatan mental lainnya untuk mengetahui kondisi yang dialami dan cara penanggulangannya.