Psikologi agama terdiri dari 2 kata yakni psikologi dan agama. Taules berpendapat jika psikologi agama merupakan cabang dari psikologi yang berguna untuk mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip psikologi yang diambil dari perilaku dan bukan keagamaan. Sementara menurut Zakiah Darajat, psikologi agama merupakan proses meneliti dan menelaah kehidupan beragama seseorang yang mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama tersebut dalam sikap, tingkah laku dan juga keadaan hidup pada umumnya. Selain itu, psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama dari seseorang dan juga faktor yang mempengaruhi kepercayaan tersebut. Terdapat teori teori dalam psikologi agama yang diungkapkan oleh para ahli dan akan kami ulas dalam artikel berikut ini.
Teori Monistik
Menurut teori monistik, yang menjadi sumber dari kejiwaan agama dan ada banyak manfaat psikologi agama dalam kehidupan sehari hari ini berasal dari satu sumber kejiwaan. Sumber kejiwaan yang dominan tersebut juga berbeda beda menurut para ahli, yakni:
Menurut Thomas, yang mendasari kejiwaan agama adalah berpikir. Manusia berTuhan karena memakai kemampuan berpikir yang dimiliki. Kehidupan beragama sendiri merupakan refleksi dari kehidupan berpikir manusia itu sendiri.
Menurut Frederick Hegel, agama merupakan sebuah pengalaman yang sungguh benar dan tepat karena bersifat abadi sehingga peranan psikologi agama dalam proses mendidik anak sangatlah penting. Atas dasar konsep tersebut, maka agama semata mata hanya menjadi hal atau persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
Frederick Schleimacher berpendapat jika sumber keagmaan adalah rasa dari jetergantungan yang mutlak. Dengan kehadiran ketergantungan yang mutlak tersebut, maka membuat manusia merasa jika diri mereka adalah lemah. Kelemahan tersebut membuat manusia bergantung dengan sebuah kekuasaan yang ada di luar diri mereka dan rasa ketergantungan tersebut terjadi karena konsep tentang Tuhan. Perasaan tidak berdaya untuk menghilangkan tentangan alam akan selalu dialami dan timbul permintaan perlindungan pada kekuasaan yang diyakini bisa melindungi diri mereka.
Menurut Rudolf Otto mengenai teori monistik dalam psikologi agama, sumber jiwa adalah rasa kagum dari The Whaly Other atau yang sama sekali lain. Apabila seseorang terpengaruh dengan rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggap lain dari yang lain, maka kondisi mental seperti itu dinamakan dengan Numinous. Perasaan tersebutlah yang menurut Otto sebagai sumber kejiwaan agama manusia.
Menurut Freud, peran psikologi agama dalam kehidupan yakni kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah naluri seksual atau libido sexual. Berdasarkan libido tersebut, maka tumbul ide mengenai Tuhan beserat upacara keagamaan dengan beberapa proses, yakni:
Perasaan ini memberikan ide untuk melakukan cara sebagai penebus kesalahan manusia yang sudah dilakukan. Mereka kemudian memuja dengan alasan sebab dari pemujaan tersebut menurut Freud sebagai asal dari upacara keagaamaan sebab agama terjadi dari ilusi manusia.
Ia berpendapat jika tidak ada insting khusus mengenai sumber jiwa keagamaan namun dari 14 insting yang ada pada diri manusia, maka agama terjadi dari dorongan insting tersebut secara terintegrasi.
Teori Fakulti
Teori fakulti berpendapat jika tingkah laku manusia tidak hanya bersumber dari faktor tunggal, akan tetapi terdiri dari beberapa unsur seperti fungsi cipta atau reason, rasa atau emotion dan juga karsa atau will. Menurut teori fakulti atau faculty theory, perbuatan manusia yang memiliki sifat keagamaan akan dipengaruhi dengan tiga fungsi, yakni:
G.M Straton yang mengemukakan teori konflik mengatakan jika yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah terjadinya konflik dalam kejiwaan manusia. Keadaan yang berlawanan seperti baik dan buruk, moral dan immoral, pasif dan aktif, rendah diri dan percaya diri bisa menyebabkan pertentangan atau konflik di dalam diri manusia. Apabila konflik tersebut sudah mencekam manusia dan mempengaruhi kejiwaan manusia, maka manusia akan mencari pertolongan pada sebuah kekuasaan tertinggi yakni Tuhan. Seperti Sigmund Freud yang berpendapat jika dalam setiap organis memiliki dua konflik kejiwaan seseorang yang mendasar, yakni:
G.M Straton juga berpendapat jika konflik positif yang tergantung dengan dorongan pokok adalah dorongan dasar atau basic urge sebagai keadaan yang mengakibatkan terjadinya konflik tersebut. Dalam penerapannya, W.H Clark mengatakan jika atas dasar keinginan mendasar yang dikemukakan Sigmund Freud jika ekspresi dari pertentangan antara death urge dan juga life urge, maka ini merupakan sumber kejiwaan diri manusia. Pada kenyataan hidup beragama, kita bisa melihat dorongan life urge dengan positif sehingga banyak pemeluk agama yang mengamalkan agama mereka dengan ikhlas dalam hidup yang juga didorong dengan ketakutan death urge atau hari kiamat.
Dr. Zakiah Daradjat berpendapat jika dalam diri manusia terdapat kebutuhan pokok. Ia mengatakan jika selain kebutuhan jasmani dan rohani, manusia juga memiliki kebutuhan akan keseimbangan kehidupan jiwa.
Lewat teori The Four Wishes, ia mengemukakan jika fungsi jiwa dalam psikologi atau sumber kejiwaan agama adalah 4 jenis keinginan dasar yang ada di dalam jiwa manusia, yakni:
Dari 4 keinginan dasar tersebut, maka umumnya manusia akan menganut agama. Dengan menyembah dan mengabdi pada Tuhan, maka keinginan keselamatan akan terpenuhi. Hal ini juga terjadi dengan keinginan untuk memperoleh penghargaan pada umat yang setia dan ikhlas lebih dari kaum lainnya.
Perkembangan Agama Pada Anak
Peranan psikologi agama dalam proses mendidik anak sangatlah penting. Perkembangan agama yang terjadi pada anak anak dibagi menjadi dua kelompok yakni masa kanak kanak antara 0 sampai 6 tahun dan juga anak anak umur sekolah yakni antara 6 hingga 12 tahun.
Ini disebut juga dengan fase bayi sejak seorang manusia dilahirkan dari rahim ibu sampai berusia 1 tahun. Sementara perkembangan psikologi anak usia dini atau fase anak anak merupakan masa perkembangan pada masa meliputi belajar, mengkonsumsi makanan, belajar bicara, belajar berjalan, belajar membedakan jenis kelamin, mengenal huruf dan angka serta membedakan yang baik dan yang buruk serta benar atau salah. Pendidikan agama dalam arti pembinaan kepribadian sebetulnya sudah dimulai ketika anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan. Keadaan orang tua saat anak masih dalam kandungan akan berpengaruh pada jiwa. Anak anak nantinya akan mendapat pengalaman agama lewat tindakan, ucapan dan juga perlakuan yang berasal dari orang lain atau keluarga.
Masa anak anak berlangsung antara 6 hingga 12 tahun dengan ciri mempunyai dorongan untuk keluar dan masuk dalam kelompok yang sebaya, keadaan fisik yang membuat anak bisa masuk dalam dunia permainan dan juga keterampilan jasmani, memiliki dorongan mental untuk masuk dalam dunia konsep. logika dan juga komunikasi yang lebih luas. Tugas psikologi perkembangan dalam fase ini diantaranya adalah:
Pada saat anak masuk ke sekolah dasar, maka dalam jiwa mereka sudah memiliki bekal rasa agama yang ada dalam kepribadian anak tersebut, orang tua dan juga guru mereka. Ketika orang tua memiliki sifat acuh dan negatif pada agama, maka anak juga akan memiliki kepribadian yang serupa. Kepercayaan anak pada Tuhan pada awal masa sekolah bukan keyakinan dari hasil pemikiran namun merupakan sikap emosi yang butuh pelindung. Sedangkan hubungan dengan Tuhan bersifat individual dan juga emosional.
Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…
Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…
Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…
Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…
Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…
Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…