Home » Teori Psikologi » Teori Rekapitulasi dalam Psikologi Perkembangan

Teori Rekapitulasi dalam Psikologi Perkembangan

by Arby Suharyanto

Teori Rekapitulasi dalam Psikologi Perkembangan

Pengertian

Teori rekapitulasi mengatakan bahwa perkembangan individu merupakan ulangan dari perkembangan jenisnya. Teori rekapitulasi dikemukakan oleh Stanley atas teori Hachel dalam lapangan biologi. Hachel sebagai seorang biologi berpendapat bahwa perkembangan jsmani individu itu merupakan ulangan dari pertumbuhan jenisnya.

Oleh Stanley Hall pendapat itu dikenakan pada pertumbuhan anak dapat dibagi menjadi 5 (lima) fase, dan masing masing fase menunjukkan adanya ciri ciri tertentu. Adapun fase itu ialah:

  • Masa Berburu atau masa Penyamun

Pada masa ini anak menangkap binatang bermain menyelinap dan sembunyi. Masa ini berakhir pada umur ± 8 tahun. (Baca juga mengenai teori imitasi dalam psikologi )

  • Masa Penggembala

Pada masa ini anak gemar sekali memelihara binatang seperti kucing, kelinci, kambing, burung, ayam dan sebagainya. Masa penggembalaan berakhir pada umur 10 tahun. (Baca juga mengenai teori john dewey dalam psikologi pendidikan )

  • Masa Petani

Masa ini berlangsung dari umur 10 tahun sd 12 tahun. Ciri yang penting pada masa ini ialah anak gemar sekali menanam tanaman dan memelihara kebun. (Baca juga mengenai teori kurt lewin dalam psikologi sosial )

  • Tingkat Keempat disebut Masa Pedagang

Pada masa ini berlangsung dari umur 12 tahun sampai umur 18 tahun. Pada masa ini anak gemar sekali bermain jual beli, mengumpulkan benda benda seperti perangko, gambar gambar film, potret, kartu pos bergambar dan suka tukar menukar barang barang dengan teman temannya. (Baca juga mengenai teori frustasi dalam psikologi )

  • Tingkat ke lima disebut Masa Industri

Masa industri timbul pada umur 14 tahun. Anak gemar membuat permainan dan barang barang kerajinan. (Baca juga mengenai teori disiplin dalam psikologi )

Rekapitulasi pada dasarnya berarti pengulangan atau ringkasan kehidupan organisme tertentu seperti manusia yang berlangsung secara evolusioner (sangat lambat) dalam waktu berabad abad. Dalam hal ini proses perkembangan psikis anak dipandang sebagai ulangan karena adanya kesamaan dengan perilaku kultural nenek moyangnya pada ratusan bahkan ribuan abad yang lalu.

Sebagai pelengkap uraian pada bagian ini, perlu penyusun utarakan bahwa hukum rekapitulasi di luar empat hal di atas seperti rekapitulasi bentuk fisik manusia (bukan kemampuan fisik) dan kepercayaan bahwa perkembangan manusia itu merupakan gambaran sejarah kehewanan kit (traces of our animal history) adalah tidak benar (Gleitman, 1987).

Konsep

Pembahasan mengenai perkembangan ranah ranah psiko fisik pada bagi ini akan penyusun fokuskan pada proses proses perkembangan yang dipandang memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan belajar siswa Proses proses perkembangan tersebut meliputi:

  • perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka raga keterampilan fisik anak (motor skills);
  • perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan otak anak; dan
  • perkembangan sosial dan moral (social and moral development), ya proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan perubahan cara anak berkomunikasi dengan orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Dalam psikologi, kata motor diartikan sebagai istilah yang menunjuk pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot otot juga gerakan gerakannya, demikian pula kelenjar kelenjar juga sekresinya (pengeluaran kotoran/getah). Secara singkat, motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan organ organ fisik.

Penerapan
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan (spurt) terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun.

Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani, seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian bagian lainnya menjadi datang.

Bekal apakah yang dibawa anak yang baru lahir sebagai dasar perkembangan kehidupannya selama di dunia? Menurut Gleitman (1987) ada dua jawaban pokok untuk pertanyaan ini, yaitu: 1) bekal kapasitas motor (jasmani); dan 2) bekal kapasitas pancaindera (sensori).

Mula mula seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat alat jasmaninya. Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk dengan bantuan sanggaan dan dapat pula meraih dan menggenggam benda benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya.

Kini ia telah memiliki apa yang disebut “grasp reflex’”, yakni gerakan otomatis untuk menggenggam. Inilah refleks primitif (yang ada sejak dahulu kala) yang diwariskan nenek moyangnya tanpa dipelajari.  Respons otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar perkembangannya ialah “rooting reflex” (refleks dukungan) yakni gerakan kepala dan mulut yang otomatis setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan berbalik atau bergerak ke arah datangnya rangsangan, lalu mulutnya terbuka dan terus mencari hingga mencapai puting susu atau puting dot botol susu yang telah disediakan untuknya.

Dua macam refleks di atas, grasp dan rooting reflex merupakan kapasitas jasmani yang sampai umur kurang lebih lima bulan belum memerlukan kendali ranah kognitif karena sel sel otaknya sendiri belum cukup matang untuk berfungsi sebagai alat pengendali.

Bekal psikologis kedua yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas sensori. Kapasitas sensori seorang bayi lazimnya mulai berlaku bersama sama dengan berlakunya refleks refleks motor tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan napas, penyedotan, dan tanda tanda respons terhadap stimulus lainnya.

Berkat adanya bekal kapasitas sensori, bayi dapat mendenger dengan baik bahkan mampu membedakan antara suara yang keras dan kasar dengan suara lembut ibunya atau suara lembut wanita wanita lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungannya untuk lebih tertarik pada suara dan ajakan ibunya daripada kepada suara dan ajakan ayahnya atau laki laki lain yang ada di sekitarnya.

Di samping itu, bayi juga dapat melihat sampai batas jarak empat kaki atau kira kira satu seperempat meter, tetapi belum mampu memusatkan pandangannya pada barang barang yang ia lihat. Namun, kemampuan membedakan suasana terang dan gelap,’ membedakan warna (walaupun belum mampu menyebut nama jenis’ warna), dan mengikuti gerakan benda benda, sudah mulai tampak.

Semua kapasitas yang dibawa anak dari rahim ibunya baik kapasitas’ jasmani maupun kapasitas rohani, seperti yang penyusun utarakan tadi, adalah modal dasar yang tampak segera berfaidah bagi kelanjutan perkembangan anak tersebut.

Di sisi lain, proses pendidikan dan pengajaran (khususnya di sekolah) merupakan pendukung yang sangat berarti bagi perkembangan motor atau fisik anak, terutama dalam hal perolehan kecakapan kecakapan psikomotor atau ranah karsa anak tersebut.

Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur enam atau tujuh tahun sampai dua belas atau tiga belas tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak benar benar seimbang dan proporsional.

Artinya, organ organ jasmani tumbuh serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Misalnya, ukuran tangan kanan tidak lebih panjang daripada tangan kiri atau ukuran leher tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya.

Saran

Sehubungan dengan hal itu, motor skills (kecakapan kecakapan jasmani) perlu dipelajari melalui aktivitas pengajaran dan latihan langsung, bisa juga melakukan pengajaran teori teori pengetahuan yang bertalian dengan motor skills itu sendiri.

Sedangkan, aktivitas latihan perlu dilaksanakan dalam bentuk praktik yang berulang ulang oleh siswa, termasuk praktik gerakan gerakan yang salah dan tidak dibutuhkan, sehingga siswa memahami bagian mana yang keliru dan perbaikan dapat segera dilakukan.

Akan tetapi, dalam praktik itu hendaknya dilibatkan pengetahuan ranah akal siswa. Praktik tanpa melibatkan ranah akal,  siswa yang memadai terhadap teknik di patokan kinerja yang diperlukan, tak dapat dipandang bernilai dan hanya ibarat orang yang sedang senam beramai ramai.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

You may also like