Slamet Riadi mengemukan bahwa seseorang dianggap buta, jika ia tidak menggunakan penglihatannya untuk pendidikan (Slamet Riadi, 1984, hal 23). Sedangkan menurut Pertuni, tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali atau mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu membaca tulisan dalam keadaan cahaya normal walaupun sudah dibantu dengan kacamata.
Keadaan tunanetra
Berikut ini ciri ciri yang tampak dari seorang tunanetra, antara lain:
Kondisi fisik tunanetra tidak ada bedanya dengan anak yang lain. Perbedaan mereka hanya pada indera penglihatannya. Gejala tunanetra secara fisik bisa dilihat dari segi fisik seperti mata juling, sering berkedip menyipitkan mata, kelopak mata merah, gerakan mata tak beraturan atau selalu berair dan sebagainya.
Gejala tingkah laku pada anak yang mengalami tunanetra antara lain berkedip lebih banyak, menyipitkan mata, tidak melihat benda jauh, dan merasakan keluhan seperti mata gatal, panas, kabur atau penglihatan ganda.
Secara intelektual, IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai bawah. Sedangkan pada aspek sosial, keluarga yang belum siap menerima anggotanya tunanetra akan menyebabkan ketegangan. Seorang tuna netra biasanya akan cenderung curiga, mudah tersinggung dan ketergantungan.
Untuk mengetahui seseorang yang tunanetra, harus menggunakan Snellen Card, yaitu anak tunanetra adalah mereja yang memiliki ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21, artinya anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter, sedangkan orang awas dapat membaca hingga 21 meter. Anak tunanetra dikelompokkan pada 2 jenis :
Berikut adalah beberapa pandangan orang awas atau normal terhadap karakteristik penyandang tunanetra baik dari segi positif maupun negatif :
1. Penilaian negatif
2. Penilaian positif
Sedangkan para tunanetra beranggapan bahwa orang normal memiliki sikap, anatara lain :
Ada 5 kelompok pembagian orang tua terhadap anak tunanetra sebagai berikut :
Psikologi telah dibedakan menjadi beberapa sub bagian seperti psikologi perkembangan, psikologi olahraga, psikologi sosial, psikologi faal, psikologi forensik, dan psikologi yang lain. Berikut adalah beberapa masalah psikologis yang terjadi pada anak tunanetra sebagai berikut :
Kognisi adalah persepsi manusia terhadap orang lain dan obyek-obyeknya. Setiap orang memiliki persepsi dunianya masing-masing karena citra tersebut adalah sesuatu yang ditentukan oleh hal-hal berikut seperti :
Hambatan pada anak tunanetra dari keempat hal-hal tersebut adalah kelainan pada struktur fisiologisnya yakni mereka harus menggantikan indera penglihatan dengan indera lainnya untuk memberikan persepsi. Banyak diantara mereka yang tidak memiliki pengalaman visual, sehingga pandangan mereka tentang dunia berbeda dengan pandangan orang normal.
Pengenalan anak tunanetra pada dunia luar menjadi tidak utuh. Hal ini berakibat pada terhambatnya perkembangan kognitif anak tunanetra yang tidak saja berkaitan dengan kecerdasan (iq) saja tetapi juga kemampuan lainnnya.
Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat akibat dari tidak terkoordinasinya sistem persyarafan dan otot dengan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif) serta kesempatan dari lingkungan secara baik. Fungsi persyarafan dan otot anak tunanetra mungkin tidak bermasalah, namun fungsi psikisnya adalah yang menjadi hambatan tersendiri bagi motoriknya.
Anak tunanetra secara fisik mencapai kematangan sama dengan anak normal, tetapi untuk fungsi psikisnya seperti memahami relaitas lingkungan, mengetahui dan cara menghadapi bahaya, keterampilan gerak terbatas serta tidak adanya keberania dalam melakukan sesuatu adalah sebuah permasalahan tersendiri bagi perkembangan motoriknya. Hambatan-hambatan tersebut adalag bersumber dari ketidakmampuan penglihatan anak.
Perkembangan emosi dalam psikologi pada anak tuannetra juga mengalami hambatan yang diakibatkan dari keterbatasan anak tunanetra dalam memahami proses belajar. Pada saat memasuki masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan belajar mencoba-coba menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dianggap kurang efektif sebab anak tidak dapat mengamati reaksi lingkungan terhadapnya.
Akibatnya pola emosi adalah berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diinnginkan oleh dirinya sendiri maupun lingkungannnya sehingga ia kesulitan memahami cara mengendalikan emosi dengan baik.
Terhambatnya emosi anak tunanetra juga bisa disebabkan dari deprivasi emosi yaitu keadaan dimana anak tunanetra kurang mengahyati pengalaman emosi meyenangkan seperti kasih sayang, senang, gembira, perhatian dan sebagainya.
Anak dengan deprivasi emosi adalah mereka yang sejak awal kurang diterima baik oleh lingkungannya. Selain itu, anak tunanetra dengan deprivasi emosi akan cenderung menarik diri, egois, menuntutperhatian serta kasih sayang dari orang terdekat.
Bagi anak tunanetra, penguasaan kemampuan tingkah laku adalah tidak mudah. Anak akan menghadapi banyak masalah terhadap sosialnya. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh kurangnya motivasi anak, ketakutan menghadapi lingkungan sosial, rendah diri, malu. Tak hanya sampai disana, ada juga keterbatasan anak untuk belajar sosial melalui proses identifikasi dan imitasi serta perilaku masyarakat seperti penolakan, penghinaan dan sikap acuh tak acuh.
Oleh karena itu masalah sosial anak tunanetra secara jelas adalah disebabkan dari bagaiman perlakuan dan penerimaan lingkungan untuk dirinya. Bila penerimaan lingkungan baik, maka perkembangan sosialnya juga baik, bila tidak maka akan menimbulkan gejala depresi pada anak sebab sosialnya tidak berkembang dengan baik.
Berkaitan dengan masalah sosial, mungkin kemungkinan yang menyebabkan terhambatnya perkembangan sosial anaka tunanetra adalah masalah terhadap mobilitasnya. Kemampuan mobilitas sangat bergantung pada kemampuan orientasinya.
Para ahli dalam bidang orientasi dan mobilitas mengemukakan bahwa ada dua cara yag dapat dilakukan oleh anak tunanetra untuk memproses informasi yakni dengan metode urutan yang menggambarkan titik-titik yang beraturan atau metode peta yang memberikan gambar antopografis antara berbagai titik dalam lingkungannya (Dodds et al dalam Hallahan dan Kaufman,1991). Supaya anak tunanetra dapat bergerak leluasa dalam bersosialisasi, maka ia harus mendapatkan latihan orientasi dan mobilitas seperti kebugarab fisik, koordinatur motor, postur, keleluasaan gerak dan latihan mengembangkan fungsi indera lainnya.
Demikian masalah psikologis pada anak tunanetra. Terlepas dari itu, anak tunanetra juga merupakan anak titipan Tuhan yang harus tetap kita jaga apapun keadaanya. Karena dibalik fisik yang kurang sempurna, anak tunanetra tetaplah hamba pilihan Tuhan yang memiliki segenap kemampuan yang mungkin saja tidak pernah dilakukan oleh orang awas pada umumnya. Dengan menerima kehadirannya, maka hal ini adalah salah satu pada cara menghilangkan kecemasan anak tunanetra.
Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…
Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…
Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…
Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…
Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…
Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…