Pernahkah kalian sedang berada dalam tempat keramaian dan alat transportasi umum tiba-tiba menemukan individu sedang memamerkan alat kelaminnya? Hati-hati mungkin kalian sedang melihat individu tersebut mengalami gangguan eksibisionis menurut psikologi, lalu Apa yang dimaskud dengan gangguan eksibisionis ? yuk simak penjelasan lengkapnya pada pembahasan kali ini.
Pengertian Gangguan Eksibisionis menurut psikologi
Eksibisionis menurut psikologi merupakan asal kata dari Exhibit adalah memamerkan atau menunjukan. Sehingga Eksibisionis menurut psikologi sendiri adalah tindakan yang selalu memamerkan hal yang biasanya tertutup di khalayak umum. Misalnya : Payudara, Alat Kelamin, atau Pantat. Sehingga hal tersebut dapat memicu dan mengundang hasrat individu – individu dari sekelilingnya. Baca juga mengenai : alasan kenapa bernostalgia bisa menyehatkan mental
Gangguan Eksibisionis menurut psikologi merupakan penyakit mental yang berpusat mengekspos alat kelamin individu untuk mendapatkan kepuasan seksual. Biasanya individu yang menderita Gangguan Eksibisionis menurut psikologi menunjukan Kemaluan nya kepada individu asing yang tidak dikenal dan tidak memiliki kecurigaan sama sekali, khususnya kepada kaum ibu-ibu dan anak –anak. Baca juga mengenai : alasan pentingnya keluarga dalam menjaga kesehatan mental
Yang paling sering melakukan tindakan memamerkan adalah laki-laki karena sering menununjukan organ seksual nya kepada wanita, anak-anak dan sebagian besar kepada anak gadis. Tindakan yang memamerkan alat kelamin biasanya disertai dengan gerakan sugesti dan memunculkan kepuasan tersendiri. Individu eksibisionis menurut psikologi merasa mendapatkan kenikmatan seksual ketika ia menunjukkan alat kelaminnya di depan individu lain kemudian individu lain menunjukkan reaksi kaget ataupun takut terhadap kejadian tersebut. Baca juga mengenai : alasan tidak boleh mengabaikan gangguan mental
Istilah eksibisionis menurut psikologi diciptakan oleh dokter Perancis adalah Charles Lasegue tahun 1877 label diagnostik untuk pria yang menyinggung tingkah laku yang berulang dan disengaja adalah menampilkan alat vital mereka ke publik ( khususnya kepada Perempuan dan anak-anak ).Gambaran Gangguan Eksibisionis menurut psikologi. Baca juga mengenai : dampak prostitusi bagi kesehatan mental wanita
Penyebab Gangguan Eksibisionis menurut psikologi
Gangguan eksibisionis menurut psikologi ini biasanya berawal sejak usia remaja setelah pubertas. Dorongan untuk memamerkan alat kelaminnya sangat kuat dan hampir tidak dapat dikendalikan oleh pada penderitanya, terutama ketika mereka mengalami kecemasan dan gairah seksual. Baca juga mengenai : pentingnya olahraga untuk kesehatan mental
Pada saat memamerkan alat kelaminnya, individu dengan gangguan eksibisionis menurut psikologi (eksibisionis menurut psikologi) tidak mempedulikan konsekuensi sosial dan hukum dari tindakannya. Dalam beberapa kasus tindakan eksibisionis menurut psikologi ini juga diikuti dengan tindakan masturbasi saat melihat ekspresi dari korban yang merupakan kepuasan seksual bagi pelaku tersebut. Karena banyaknya korban yang merasa dirugikan/dilecehkan dan mengalami trauma atas tindakan eksibisionis menurut psikologi, tindakan ini sering dikategorikan sebagai sebuah kejahatan seksual dan kemudian dikategorikan dalam sebagai pelanggaran hukum pidana. Individu dengan gangguan eksibisionis menurut psikologi mengalami perasaan tertekan atau distress atas gangguannya tersebut, dan hal ini bukan sekedar berasal dari perasaan tertekan karena melakukan pelanggaran norma sosial-budaya.
Kriteria Gangguan eksibisionis menurut psikologi
Berulang, intens, dan
terjadi selama 6 bulan, fantasi, dorongan, tindakan yang menimbulkan gairah
seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada individu lain yang
tidak dikenalnya.
Individu yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau
dorongan dan fantasi menyebabkan individu tersebut sangat menderita atau
mengalami masalah interpersonal.
Etiologi gangguan eksibisionis menurut psikologi merupakan bagian dari sindrom Parafilia bisa dilihat dari berbagai perspektif, yakni :
- Perspektif Psikodinamika
Parafilia dipandang sebagai tindakan defensif, melindungi ego agar tidak menghadapi rasa takut dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi di tahap pra-genital (masa kanak-kanak) dalam perkembangan psikoseksualnya. Individu yang mengidap parafilia dipandang sebagai individu yang tidak mampu membangun atau mempertahankan hubungan heteroseksual yang wajar. Perkembangan sosial dan seksual tidak matang, tidak berkembang, dan tidak memadai untuk dapat menjalani hubungan sosial dan hetereoseksual .
Contohnya: individu yang mengalami eksibisionis menurut psikologi meyakinkan diri sendiri tentang ke maskulinitasnya (laki-laki ) dan menunjukan ke laki-lakian nya ( alat kelamin) kepada individu lain ( perempuan, baik anak-anak atau dewasa).
- Adanya hubungan antara faktor budaya terhadap tindakan individu
Budaya dan lingkungan memainkan penting dalam pembentukan perilaki individu. Termasuk tindakan seksual. Individu y6ang mengalami penyimpangan seksual eksibisionis menurut psikologi cenderung memiliki masalah atau konflik seksual dimasa lalu seperti, kekerasan seksual.
Permasalahan-permasalahan di masa lalu yang belum terselesaikan tersebutlah yang menjadi biological/sexual drive bagi individu untuk melakukan penyimpangan. Dalam fase ini, individu tersebut sudah tidak lagi mampu untuk mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.
Cara Mengobati dan Cara Mencegah
- Prevensi Primer
Yang lebih di pentingkan dalam pencegahan adalah faktor kognitif nya sebisa mungkin kita terhindar hal-hal yang sifatnya menuju ke penyimpangan seksual, melakukan aktifitas yang positif dan mengetahui ciri-ciri aktivitas yang menimbulkan gangguan.
- Prevensi Sekunder
Walaupun secara umum kasus penyimpangan seksual cenderung negatif dan sulit merubah penyimpangan usaha deteksi dini tersebut untuk mencegah kambuhnya tindakan seksual adalah meluruskan distrorsi keyakinan dan merubah sikap yang tidak benar dengan berbagai upaya salah satunya dengan berkonsultasi dengan psikolog untuk meningkatkan empati mereka terhadap korbannya, manajemen kemarahan, berbagai teknik untuk meningkatkan harga diri.
- Prevensi Tersier
Dalam hal ini dimaksudkan untuk pencegahan dalam jangka panjang individu dengan gangguan eksibisionis menurut psikologi diajarkan pendekatan coping dalam mengelola hasrat seksualnya yang mendesaknya untuk menampilkan alat kelaminnya ke individu lain. Dalam psikoterapi, individu diajak memetakan bagaimana emosi, pikiran dan distorsi kognitifnya dapat mengakibatkan dirinya melakukan tindakan seks menyimpang, serta bagaimana cara menghentikan alur proses yang menyimpang tersebut.
Dalam psikoterapi individual, individu dengan gangguan eksibisionis menurut psikologitik juga dapat diajarkan untuk mematahkan distorsi kognitif yang selama ini mereka gunakan sebagai pembenaran tindakan penyimpangan mereka. Mereka juga dapat diajak untuk belajar keahlian sosial, terutama dalam menjalin relasi sosial dan relasi intim dengan lawan jenis secara sehat.
- Terapi psikologis
Dapat dikombinasikan dengan intervensi biologis agar cukup dapat menurunkan tingkat dan frekuensi kambuhnya penyimpangan gangguan eksibisionis menurut psikologitik.
1. Pengobatan dengan hormonal: Obat seperti: medroxyprogesterone dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidak terkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah, tapi hasrat seksual dikurangi secara signifikan. Diberikan per-oral.
2. Pengobatan dengan neuroleptik, regulasi serotonin digunakan untuk menghambat tindakan seksual.
3. Pengobatan dengan obat penenang (transquilizer): Diazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejala kecemasan dan rasa takut yang menyertai gangguan parafilia.
Perlu dipahami bahwa pemberian obat-obatan akan diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi seksual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi tambahan untuk pendekatan psikologis.
- Pendekatan psikoterapi
Berbagai pendekatan psikoterapi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian terhadap keluhan penderita. Menciptakan suasana dimana penderita dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal psikoterapi, karea pada penderita yang datang biasanya memiliki kecemasan.
Ih, Mengerikan ya sobat? yuk pandai pandai menjaga diri agar terhindar dari gangguan. Sampai jumpa di artikel berikutnya, terimaa kasih.