Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Anak » 11 Dampak KDRT terhadap Anak yang Jarang Diketahui

11 Dampak KDRT terhadap Anak yang Jarang Diketahui

by Gendis Hanum Gumintang

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan berbagai tindakan terhadap anggota keluarga terutama pada perempuan yang mengakibatkan munculnya pengaruh negatif terhadap kondisi fisik, psikologis, serta seksual Yusnita (2018). Sebagian masyarakat hanya mengetahui bahwa KDRT adalah kekerasan yang ditunjukkan pada fisik saja. Namun, KDRT juga dapat berupa penelantaran, pengancaman, pemaksaan, atau perampasan hak yang termasuk dalam kekerasan pada psikologis seseorang.

World Health Organization mengatakan bahwa kekerasan terhadap anak adalah perbuatan penganiayaan atau perlakuan tidak mengenakkan secara fisik, emosi, seksual, mengabaikan pengasuhan pada anak, serta eksploitasi untuk kepentingan komersial pihak tertentu semata. Oleh karena itu, KDRT dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kehidupan, keamanan, juga kesejahteraan anak.

KDRT yang terjadi dapat memberi dampak pada anak baik secara langsung, maupun tidak langsung. Dampak secara langsung artinya anak memang merasakan sendiri kekerasan dari anggota keluarganya yang lain. Sedangkan dampak secara tidak langsung berarti anak tidak menerima kekerasan, tetapi ia melihat atau mendengar anggota keluarganya melakukan KDRT pada anggota keluarga yang lain.

Secara garis besar, dampak KDRT pada anak terbagi menjadi tiga macam, yaitu dampak kekerasan fisik, dampak kekerasan psikis, dan dampak kekerasan sosial (Anggraeni & Sama’i, 2013). Berikut merupakan dampak KDRT terhadap anak menurut secara lebih terperinci, di antaranya:

1. Perubahan kondisi fisik atau organ tubuh

Tindakan kekerasan secara fisik dapat menyebabkan rasa sakit dan bekas luka pada anak. Misalnya, memar, benjolan, luka bakar, atau bahkan dampak yang lebih besar seperti kecacatan.

2. Kehilangan rasa percaya pada orang lain

Biasanya, anak mendapat perlakuan kasar atau kekerasan dari anggota keluarga yang lebih tua, seperti ayah, ibu, paman, atau bibi. Hal ini juga dapat mengubah pola berpikirnya bahwa orang dewasa akan selalu berbuat jahat kepadanya sehingga anak kehilangan rasa percaya dan juga rasa aman.

3. Perkembangan moral terhambat

Terdapat tiga tingkatan dengan enam tahapan perkembangan moral menurut Lawrence Kohlberg. Perkembangan moral ini sangat penting dan memiliki hubungan dengan perkembangan kognitif anak. Apabila dalam prosesnya ada gangguan (dalam hal ini karena KDRT), maka bisa saja moral yang terbentuk pada anak menjadi tidak sesuai dengan tahap-tahap selanjutnya. Dalam jangka panjang, hal ini kemungkinan besar akan mempengaruhi moral anak di saat ia dewasa. Contohnya adalah tidak adanya rasa empati dan belas kasih ketika ada orang lain yang merasakan sesuatu yang menyakitkan.

4. Muncul peluang anak akan melakukan tindak kekerasan

Anak memiliki pikiran yang sederhana sebab belum memiliki perkembangan kognitif yang maksimal. Segala hal yang ia lihat, dengar, dan alami pada masa anak-anak sangat berpeluang mempengaruhi bagaimana perilaku serta cara berpikirnya di fase perkembangan berikutnya. Kekerasan pada anak bisa saja membuat anak tersebut akan melakukan kekerasan yang sama saat ia dewasa. Selain itu, anak juga mungkin melakukan tindakan amoral lainnya, seperti berbuat kasar pada orang lain.

5. Perasaan rendah diri dan malu

KDRT dalam suatu keluarga dapat membuat anak kehilangan self-efficacy serta memunculkan rasa malu. Ia mungkin akan mendengar cibiran atau hinaan dari orang lain karena keluarganya melakukan tindakan yang tidak baik. Ditambah lagi, jika anak menerima kekerasan fisik mungkin ada bekas luka yang masih ada di tubuhnya sehingga ia merasa malu dan ingin selalu menutup diri dari lingkungan sosial.

6. Kelainan perilaku seksual

Anak yang mengalami KDRT dalam bentuk kekerasan seksual dapat mengakibatkan masalah seksual. Di satu sisi, perlakuan yang diterima anak dapat membuatnya kesulitan untuk melakukan hubungan seksual saat ia dewasa karena terbayang perasaan negatif ketika kecil. Di sisi lain, anak mungkin justru merasakan bahwa kekerasan tersebut adalah bentuk pemuasan diri karena belum memahami apa yang sebenarnya terjadi. Anak juga dapat merasa dirinya tidak memiliki harga diri dan kehormatan lagi sehingga orang lain bebas memperlakukan dirinya.

7. Pertumbuhan otak terganggu

Kondisi otak di usia anak masih sangat fleksibel sebab ia belum banyak menggunakan fungsi otaknya secara penuh, baru pada hal-hal yang sederhana. Anak yang memiliki pengalaman mendapat kekerasan akan memfokuskan fungsi otaknya untuk bertahan dan merespon kekerasan yang ia rasakan. Salah satu dampak kekerasan pada otak dan fungsi tubuh terletak pada sekresi di hormon kortisol yang sebenarnya berfungsi untuk membantu tubuh mempersiapkan diri menghadapi stres melalui metabolisme dan sistem imun (Hart, Gunnar, & Cicchetti, 1995). Perry (1996) juga mengatakan bahwa pelaku kekerasan memiliki batang otak dan otak tengah yang lebih dominan, sementara bagian limbik dan korteks yang menjadi tempat pengaturan emosi serta pikiran lebih lemah.

8. Penurunan prestasi belajar

Pengalaman buruk dari KDRT yang dialami anak secara langsung maupun tidak dapat mempengaruhi kehidupannya, termasuk menurunkan prestasi belajar. Anak mungkin akan kesulitan untuk fokus ketika belajar karena pikiran-pikiran negatif di kepalanya. Di samping itu, anak juga mungkin menunjukkan kecenderungan perilaku buruk seperti membolos, mencuri, berlaku kasar yang dapat menyebabkan ia kehilangan prestasi belajar. Penelitian di Amerika juga menunjukkan bahwa anak yang pernah mendapat kekerasan dari orang tua memiliki IQ yang lebih rendah.

9. Kecemasan

Ketika anak merasakan ada hal yang buruk menimpa dirinya, kecemasan akan semakin mudah muncul akibat rasa khawatir ia akan mendapatkan perlakuan yang sama di lain waktu. Stigma dari masyarakat yang menganggap anak yang mengalami KDRT saat dewasa akan sama seperti orang tuanya juga dapat menyebabkan anak merasa cemas. 

10. Trauma

Apabila peristiwa KDRT menjadi suatu hal yang traumatis, anak dapat mengalami gangguan stres pascatrauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Trauma ini diawali dengan rasa takut yang berlebihan dan berlangsung cukup lama (Novita, 2007). Rasa trauma yang dialami pada masa anak-anak memiliki pengaruh pada kepribadiannya hingga ia dewasa karena cukup sulit untuk dihilangkan apalagi jika tidak mendapat penanganan

11. Sulit menjalani kehidupan sehari-hari

Kondisi yang buruk setelah mengalami KDRT dapat mengubah kehidupan anak menjadi tidak normal. Anak dapat memiliki gangguan-gangguan seperti gangguan jiwa, kepribadian, mental, dan lain sebagainya yang tentunya berpotensi mengganggu kondisi fisik anak pula. Lingkungan sosial yang melabeli sang anak dengan hal yang negatif juga membuat anak kesulitan untuk mendapat hidup yang aman dan tentram.

Demikianlah dampak KDRT terhadap anak. Sebagai orang tua baik dari keluarga maupun sebagai anggota masyarakat, kita harus beupaya untuk mencegah terjadinya anak mengalami pengaruh yang berbahaya sehingga dampak-dampak di atas dapat lebih diminimalisir.

You may also like