Home » Ilmu Psikologi » 10 Ciri Ciri Seseorang Sudah Terkena Job Insecurity

10 Ciri Ciri Seseorang Sudah Terkena Job Insecurity

by Arby Suharyanto

Teori tentang Job Insecurity  disampaikan pertama kali oleh  Greenhalgh dan Rosenblatt pada tahun 1984. Mereka menyusun model teoritis mengenai arti Job Insecurity, dan mengupas lebih lanjut faktor-faktor penyebab  Job Insecurity beserta dampak yang ditimbulkannya.

Mereka mendefinisikan Job Insecurity sebagai “ ketidakberdayaan yang dirasakan karyawan untuk mempertahankan keberlangsungan kerjanya di tengah situasi kerja yang terancam “    (Sverke, 2006)

Smithson dan Lewis (2000) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived impermanance). Baca juga mengenai : faktor psikologis dalam kesulitan belajar

Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity  . Baca juga mengenai : makna warna hitam dalam simbolisme psikologis

Berikut 10 Ciri Ciri Seseorang Sudah Terkena Job Insecurity.

1. Merasa terancam dan gelisah

Karyawan di negara maju juga mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan. Akibat berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi.  Baca juga mengenai : pengaruh warna pada psikologi anak

2. Rasa tidak aman

Rasa tidak aman dalam bekerja dapat  dibedakan menjadi dua kategori, yakni subyektif dan obyektif. Rasa tidak aman yang sifatnya obyektif umumnya dikaitkan dengan indikator yang jelas seperti job tenure, untuk  mengetahui kestabilan karyawan dalam organisasi.  Baca juga mengenai : cara menyeimbangkan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi

Sementara rasa aman yang subyektif relatif sulit untuk diamati secara langsung karena indikator yang digunakan adalah ancaman terhadap hilangnya pekerjaan dan konsekuensi dari hilangnya pekerjaan tersebut, sebagaimana yang dirasakan oleh karyawan yang bersangkutan. ( Bryson and Harvey , 2000)  Baca juga mengenai : cara mengatasi panik saat bekerja

3. Kurangnya rasa percaya

Kurangnya rasa percaya pada organisasi akan berpengaruh terhadap moral dan motivasi karyawan. Hasil studi menunjukkan bahwa dalam job insecurity terdapat elemen-elemen multidimensi. Sebagai contoh, banyak karyawan tidak mencemaskan tentang hilangnya pekerjaan semata, tetapi yang mereka cemaskan adalah hilangnya kekuatan (power) yang dimiliki atas pekerjaan yang dilakukan ataupun kesempatan-kesempatan yang ditawarkan oleh pekerjaan tersebut seperti status atau promosi.

4. Merasa sedih dengan situasi

Ada beberapa tingkatan situasi yang dirasa tidak aman diantara karyawan. Ada karyawan yang merasa tidak aman (insecure) namun digaji tinggi karena keahliannya yang jarang dimiliki orang (misal tenaga ahli komputer seperti penangkal Hacker). Individu semacam ini memiliki high employment security yang tinggi, namun job securitynya rendah.

Ada pula karyawan yang memiliki kontrak kerja namun merasa tidak aman akan seberapa lama kontrak itu bisa diperpanjang lagi. Kondisi impermanance serta adanya keserbatidakpastian semacam ini membuat job insecurity mempengaruhi karyawan, utamanya yang masih muda (Smithson & Lewis ,2000 ).

5. Merasa tidak berdaya

Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang, atau memperoleh kenaikan upah. Individu yang menilai aspek kerja tertentu yang terancam (terdapat kemungkinan aspek kerja tersebut akan hilang) akan lebih gelisah dan merasa tidak berdaya

6. Semangat kerja menurun

pekerjaan itu bagi individu. Seberapa pentingnya aspek kerja tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak amannya. Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif mempengaruhi keseluruhan kerja individu, misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor cabang yang lain.

7. Perasaan emosional

Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional utama pada pekerjaan .

8. Merasa kecewa

Individu mengembangkan ikatan sikap dan emosional terhadap organisasi seiring dengan berjalannya waktu yang muncul dalam bentuk tingkat komitmen dan kepercayaan yang tinggi . Perubahan negatif yang terjadi pada aspek pekerjaan dan mengancam keseluruhan pekerjaan akan membuat karyawan mendefinisi ulang kecocokan dan ikatannya dengan organisasi. Kekecewaan pada organisasi akan melepaskan identifikasi karyawan pada organisasi.

9. Loyalitas menurun

Karyawan menggantungkan diri pada organisasi untuk memenuhi kontrak psikologis antara mereka . Timbulnya job insecurity mencerminkan pandangan individu bahwa organisasi sudah melalaikan kontrak tersebut dalam hubungannya dengan aspek kerja tertentu, akibatnya loyalitas akan terpengaruh secara negatif ( Suwandi dan Indriantoro,1999).

10. Gangguan fisik

  • Meningkatnya ketidakpuasan dalam bekerja
  • Meningkatnya gangguan fisik
  • Meningkatnya gangguan psikologis

Penurunan kondisi kerja seperti rasa tidak aman (insecure) menurunkan kualitas individu bukan dari pekerjaannya semata, namun juga mengarahkan pada munculnya rasa kehilangan martabat (demotion) yang pada akhirnya menurunkan kondisi psikologis dari karyawan yang bersangkutan. Jangka panjangnya akan muncul ketidakpuasan dalam bekerja dan akan mengarah pada intensi

  • Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungan kerjanya
  • Makin berkurangnya komitmen organisasi . Job insecurity juga mempengaruhi komitmen kerja dan perilaku kerja. Individu yang bisa melalui tahapan kritis dari rasa tidak aman akan makin berkurang komitmennya.
  • Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employee turnover)

Penyebab Timbulnya Job Insecurity

Hasil studi oleh Pasewark dan Strawser (dalam Suwandi & Indriartoro,1999) mengidentifikasi tiga penyebab job insecurity yang dihadapi karyawan :

  • Konflik peran

Konflik peran berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan. Jika pertentangan antara satu peran dengan peran yang lain begitu besarnya, maka rasa tidak aman yang dialami oleh karyawan cenderung semakinmbesar.

Munculnya konflik peran meningkatkan kecemasan karyawan dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik dan memenuhi kontrak psikologisnya pada perusahaan,  mempertimbangkan pandangan organisasi atas kelalaian kontrak tersebut, karyawan akan merasakan peningkatan job insecurity.

  • Ketidakjelasan peran

Faktor yang berhubungan dengan ketidakjelasan peran meliputi koordinasi arus kerja, pelanggaran dalam rantai komando, dan kecukupan komunikasi merupakan tanggung jawab atasan. Dengan banyaknya tuntutan pekerjaan dan tekanan waktu dalam tugas, 

ketidakcukupan pengawasan oleh atasan akan berakibat karyawan harus menebak dan memprediksi setiap tindakannya pada saat berhadapan dengan masalah-masalah tersebut. Tanpa aturan yang jelas dan masukan dari lingkungan (atasan), tingkat ketidakjelasan peran yang dihadapi. Akibatnya, dengan proses yang sama seperti konflik peran, ketidakjelasan peran akan meningkatkan job insecurity.

  • Locus of control

Locus of control (pandangan pusat pengendalian) mencerminkan tingkat kepercayaan individu mengenai kemampuannya untuk mempengaruhi kejadiankejadian yang berhubungan dengan kehidupannya. Individu dengan pandangan pusat pengendalian eksternal percaya bahwa kekuatan lingkungan yang menentukan nasibnya dan sedikit kemampuannya untuk mempengaruhi kejadian tersebut.

Sebaliknya individu dengan pandangan pusat pengendalian internal  percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya dan mempunyai kemampuan menghadapi ancaman yang timbul dari lingkungannya. Akibat dari situasi tersebut, individu dengan pandangan pusat pengendalian internal berusaha mencari cara menyelesaikan masalah dan karena keyakinan yang lebih tinggi,

maka ancaman yang timbul kurang mempengaruhi persepsinya mengenai pekerjaan misal job insecurity yang dirasakan lebih rendah. Sebaliknya individu eksternal lebih mudah merasa terancam dan merasa tidak berdaya akibatnya jika individu tersebut menghadapi perubahan negatif dalam pekerjaannya job insecurity yang dirasakan lebih tinggi.

Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

You may also like