Wajar bila orang tua tidak ingin ‘kecolongan’ dalam mengasuh anak. Ketika mereka memberi kebebasan pada anak yang terjadi justru hal buruk sehingga membuat orang tua menyesal. Oleh sebab itu mereka jadi over protective pada anak.
Akan tetapi, terlalu banyak memberi larangan dalam pola asuh justru berdampak buruk bagi perkembangan anak. Berikut ini adalah beberapa risiko bila orang tua terlalu banyak melarang anak. 10 Efek Psikologis dari Seringnya Melarang Anak.
1. Penakut
Ketika pergerakan seorang anak terlalu dibatasi mereka jadi tidak bebas berekspresi. Sehingga seorang anak tumbuh menjadi pribadi yang minder. Misalnya, ketika dulu mereka senang memasak, namun orang tua melarang karena tak ingin seorang anak terkena bahaya kompor atau pisau, maka mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang takut ketika akan memulai suatu hal baru. Baca juga mengenai : pentingnya olahraga untuk kesehatan mental
2. Pemalas
Tidak masalah sebetulnya jika orang tua membiarkan seorang anak membantu pekerjaan orang tua atau mengerjakan tugas mereka sendiri, seperti mencuci piring atau mencabut rumput liar di taman. Namun, karena orantua tidak ingin seorang anak memecahkan piring atau main kotor di taman, maka yang terjadi adalah seorang anak kehilangan gairah untuk beraktivitas. Baca juga mengenai : dampak prostitusi bagi kesehatan mental wanita
3. Tidak percaya diri
Saat orang tua terlalu mengekang seorang anak dalam banyak hal, efeknya adalah seorang anak menjadi tidak percaya diri. Mereka tidak percaya dengan kemampuan yang mereka miliki karena untuk mencoba saja, orang tua meragukannnya. Untuk itu, sebaiknya orang memberi kesempatan pada seorang anak dalam mencoba hal-hal baru. Dengan catatan, orang tua mengawasi dan mengingatkan seorang anak untuk selalu berhati-hati. Baca juga mengenai : alasan tidak boleh mengabaikan gangguan mental
4. Dampak banyak Melarang Usia 0-12 Bulan: Perkembangan Terganggu
Karena tidak dapat bereksplorasi dengan lingkungannya, perkembangan bayi terganggu baik secara fisik maupun mental. Anak meganggap lingkungannya tidak aman. Ia takut saat hendak berekplorasin dengan benda atau barang yang di ketahuinya. Baca juga mengenai : alasan pentingnya keluarga dalam menjaga kesehatan mental
5. Dampak banyak Melarang Usia 1-2 Tahun: Kurang Kreatif
Seorang anak kesulitan mendapatkan jalan keluar karena sering dilarang. Satu-satinya yang bisa dilakukan adalah meminta bantuan orang dewasa. Ia juga akan melihat orang lain terlebih dahulu. Baca juga mengenai : alasan kenapa bernostalgia bisa menyehatkan mental
6. Dampak banyak Melarang Usia 3-5 Tahun: Kurang Inspiratif
Ia baru bergerak jika ada yang menyuruh atau memberi perintah, tak ada dorongan dari diri sendiri untuk bertindak. Kurang tekun dalam mengerjakan sesuyatu sehingga mudah berhenti sebelum selesai. Kemampuan belajar dari lingkungannya juga sangat kurang. Segenap potensi yang dimilikinya pun tak dapat tergali.
7. Dampak banyak Melarang Usia 6-8 Tahun: Tidak Percaya diri
Karena keterampilannya kurang, seorang anak jadi tidak percaya diri. Ia tumbuh jadi pribadi penakut dan pasif; hanya mengekor teman-temannya, tak bebas menentukan nasibnya sendiri. Kadang ia
8. Dampak banyak melarang Usia 9-12 Tahun: Prestasi Akademik Rendah
beberapa kemampuan dan kelebihannya terkubur begitu saja karena ia tak mampu mengasah da menepanya. Ingat, belajar kadang melalui proses trial and error atau learning by doing. Nah bagaimana seorang anak mau mencoba kalau banyak dilarang?
Kemampuan analisanya juga berkurang karena proses belajarnya tidak optimal. Begitupula dengan kemampuannya memecahkan masalah, ia sulit mencari alternatif terbaik dari aneka persoalan yang ada. Dampaknya, prestasu akademiknya rendah.
9. Menjadi minder
Ketakutan orang tua yang berlebihan menyebabkan seorang anak memiliki ketakutan yang sama pula. Selain itu, keterlibatan orang tua dalam segala hal yang dilakukan seorang anak menjadikan seorang anak hidup dalam bayang-bayang orang tua. Akibatnya, seorang anak takut untuk melakukan hal-hal di luar pengawasan orang tua.
Hal ini tidak cuma berdampak waktu seorang anak masih kecil. Pola asuhan yang Anda pilih akan terus terbawa dan membentuk kepribadian seorang anak hingga dewasa kelak. Jadi, seorang anak yang dulunya dibesarkan oleh orang tua yang selalu mengekang dan melarang akan tumbuh jadi pribadi yang berkecil hati, takut mengambil risiko, dan tidak punya inisiatif.
10. Hidup ketergantungan dan tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
Lauren Feiden, seorang psikolog dengan spesialisasi bidang hubungan orang tua dan seorang anak dari Amerika Serikat (AS) menyatakan dalam bahwa overprotective parenting merupakan suatu masalah yang dapat membuat seorang anak menjadi ketergantungan dan tidak dapat menghadapi masalahnya sendiri.
Hal ini dikarenakan orang tua selalu ikut campur dalam setiap tantangan yang dihadapi sang seorang anak sehingga keputusan yang diambil pun bergantung kepada orang tua. Seorang anak akan selalu mengandalkan orang tua dalam menentukan atau menyelesaikan sesuatu.
- Mudah berbohong
Orang tua yang terlalu mengekang bisa mendorong seorang anak untuk berbohong. Masalahnya, orang tua juga harus realistis dan menyadari bahwa seorang anak juga butuh ruang gerak yang cukup untuk mengembangkan diri. Tanpa ruang gerak tersebut, seorang anak pun akan mencari celah dan akhirnya berbohong supaya bisa lolos dari kekangan orang tua.
Di samping itu, apabila hal yang dilakukan seorang anak tidak sesuai dengan keinginan orang tua, maka seorang anak (secara sadar maupun tidak sadar) memilih untuk berbohong sebagai upaya untuk menghindari hukuman.
- Stres dan mudah cemas
Ternyata, salah satu faktor penyebab cemas adalah pola asuh orang tua berupa pengawasan yang berlebihan terhadap kegiatan akademis dan non-akademis seorang anak. Meskipun seorang anak tidak melakukan kesalahan apa pun, diawasi tanpa henti memang bisa membuat seorang anak jadi cemas karena jadi takut melakukan kesalahan.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, pada dasarnya melindungi seorang anak adalah hal yang baik. Namun, terlalu berlebihan dalam melindunginya terbukti memiliki cukup banyak dampak buruk. Maka dari itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dampak di atas.
Orang tua bisa menetapkan batasan-batasan untuk seorang anak sekaligus memberikan kebebasan dalam porsi yang seimbang melalui tips-tips berikut ini.
- Mendorong seorang anak yang sudah cukup besar untuk lebih mandiri, misalnya pergi ke warung atau sekolah sendiri (tapi Anda diam-diam harus mengikuti dan mengawasinya dari belakang).
- Memberikan kesempatan kepada seorang anak untuk menghadapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
- Mendorong potensi dan kemampuan seorang anak dengan mendukung seorang anak melakukan hal-hal positif yang disukainya, meskipun itu berarti seorang anak harus pulang lebih sore karena ikut kursus.
- Memberikan pengertian bahwa kegagalan merupakan hal yang harus dihadapi dan dijadikan pelajaran.
- Membangun komunikasi yang baik, salah satunya dengan cara mendengarkan cerita seorang anak.
- Bersikap tegas ketika seorang anak melewati batas-batas yang sudah ditetapkan, misalnya pulang larut malam tanpa mengabari terlebih dulu.
- Percaya kepada seorang anak. Anda sendiri harus belajar menenangkan diri dan lebih percaya pada kedewasaan seorang anak supaya ia bisa berkembang dengan baik.
Kamu yang sudah atau nantinya menjadi orang tua, jangan lupa belajar pola asuh anak ya, agar seimbang dan tidak terlalu protect! Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.